Setiap jenis dan tingkatan kekuasaan kehakiman memiliki kompetensi masing-masing.Â
Termasuk yurisdiksi pengadilan negeri, meskipun memiliki kewenangan memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata ditingkat pertama, tetapi sama sekali tidak memiliki kompetensi secara spesialis memerintahkan/menghukum penyelenggara untuk menunda pemilu.Â
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melanggar pasal 22E UUD 1945. Selain itu telah di atur dalam UU No. 7 tahun 2017 yang mana tidak ada ruangan sama sekali untuk menunda pemilu secara nasional. Tidak jauh beda dengan partai berkarya yang menggugat KPU karena partai berkarya tidak lolos verifikasi sebagai peserta pemilu tahun 2024.Â
Partai berkarya mengatakan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan hukum yang melanggar pasal 1365 KUHPerdata.Â
Telah diketahui bahwa partai berkarya sempat pecah karena bertarungnya politik internalnya di pengadilan sehingga menjadi pertimbangan menurut putusan MK No 55 tahun 2020. Partai berkarya juga meminta PN Jakpus menyatakan Keputusan KPU RI Nomor 518 Tahun 2022 tentang penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum mengikat dan cacat hukum. Dalam petitum nomor empat, partai berkarya meminta PN Jakpus menghukum KPU RI agar menetapkan Partai Berkarya sebagai peserta Pemilu 2024. Sedangkan dalam petitum nomor lima, Partai Berkarya meminta Pemilu 2024 ditunda. Dalam petitum yang no lima ini sudah melanggar Dasar hukum pemilihan umum karena tidak ada kondisi yang darurat untuk penundaan pemilu negara. Jika melihat aturan yang tertulis dalam UU 7/2017, maka bisa dikatakan penundaan Pemilu tidak dapat dilakukan hanya karena putusan pengadilan terkait gugatan salah satu partai yang tidak lolos verifikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H