Tren yang berkembang di berbagai platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Telegram telah menciptakan standar tersendiri di era digital ini. Banyak orang berlomba-lomba menjadi content creator dengan tujuan meraih perhatian dan mencapai jutaan penonton. Namun, persoalan muncul ketika para content creator secara tidak langsung membangun standar tertentu yang dianggap "ideal" bagi pengguna media sosial, sering kali berdasarkan pengalaman pribadi yang mereka klaim sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Fenomena ini semakin diperkuat oleh komentar-komentar dari netizen yang sering mengamini kebenaran konten tersebut. Ungkapan seperti, "Kenapa ya FYP aku tuh relate banget?" menjadi bukti bagaimana audiens merasa bahwa konten-konten tersebut mewakili pengalaman hidup mereka. Padahal, yang terjadi sering kali adalah generalisasi pengalaman pribadi yang mungkin tidak relevan bagi semua orang, namun terkesan benar karena kemasan narasinya yang menarik.
Kondisi ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media sosial dalam membentuk persepsi dan standar kehidupan. Ketika standar yang diciptakan ini mulai dianggap sebagai sesuatu yang mutlak, banyak pengguna media sosial tanpa sadar terjebak dalam pola pikir yang sempit. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk menyaring informasi yang diterima dan tidak langsung menjadikan konten di media sosial sebagai patokan utama dalam menilai kehidupan.
Tren "marriage is scary" atau pernikahan menakutkan menjadi salah satu isu yang ramai diperbincangkan di media sosial, termasuk TikTok. Salah satu unggahan yang menarik perhatian datang dari akun @nanad pada 8 Juli 2024. Dalam unggahan tersebut, ia menulis, "Marriage is scary what if kita udah ngorbanin badan dan seluruh kehidupan berubah untuk hamil dan melahirkan, tapi suami kita masih sibuk liatin TikTok cewek cantik." Konten ini mendapat respons besar dengan 5 ribu penonton dan menuai berbagai komentar, baik yang mendukung maupun yang menentang.
Komentar-komentar yang pro terhadap unggahan ini umumnya menyuarakan kekhawatiran serupa, mengaitkannya dengan pengalaman pribadi atau ketakutan tentang kurangnya penghargaan dari pasangan. Mereka merasa unggahan ini sangat relevan dengan situasi yang dihadapi oleh banyak perempuan, terutama soal perubahan fisik dan emosional yang sering kali tidak dihargai dalam hubungan pernikahan. Di sisi lain, komentar yang kontra menilai bahwa unggahan tersebut terlalu negatif dan bisa menciptakan ketakutan yang berlebihan terhadap pernikahan, terutama bagi yang belum menikah.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat menjadi platform untuk menyuarakan kegelisahan kolektif sekaligus memunculkan debat tentang norma-norma dalam hubungan. Penting bagi kita untuk menyikapi tren seperti ini dengan bijak, memahami bahwa pengalaman pernikahan sangat bervariasi dan tidak bisa digeneralisasi hanya dari unggahan di media sosial.
Sedangkan dalam Islam menikah adalah sunah Nabi Muhammad SAW yang dianjurkan bagi setiap umat muslim. Sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah No: 1836
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Azhar berkata, telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Isa bin Maimun dari Al Qasim dari Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng."
Pernikahan sering kali dianggap menakutkan bagi sebagian orang. Banyak yang merasa ragu atau khawatir karena bayangan tanggung jawab yang berat dan perubahan besar dalam hidup. Namun, sebenarnya pernikahan tidak harus menjadi sesuatu yang menyeramkan. Ketika dijalani dengan pemahaman yang tepat, pernikahan justru bisa menjadi perjalanan yang membahagiakan dan penuh berkah.
Tujuan utama dari pernikahan adalah untuk meraih sakinah, mawaddah, dan rahmah, yaitu kedamaian, cinta, dan kasih sayang. Pernikahan bukan tentang siapa yang lebih dominan, tetapi tentang kemitraan yang setara antara suami dan istri. Dalam Islam, keduanya saling melengkapi dan bekerja sama untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Istri bukanlah babu atau pelayan suami, melainkan partner hidup yang saling mendukung dalam segala hal.
Dengan pemahaman seperti ini, rasa takut terhadap pernikahan dapat diubah menjadi rasa syukur dan harapan. Memang, perjalanan pernikahan memiliki tantangan, tetapi jika dilandasi dengan niat yang tulus dan saling pengertian, keduanya dapat tumbuh bersama. Jadi, pernikahan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan peluang untuk berbagi hidup dengan seseorang yang mencintai dan menghargai kita sepenuhnya.
wallahu'alam