Mohon tunggu...
putri emelda
putri emelda Mohon Tunggu... -

fe uii'13

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Desa dan Kota

23 Januari 2014   17:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi yang cerah mengawali minggu ini , udara segar kuahirup didesa ini , desa indah dengan hutan yang masih asri , desa indah daengan suasana yang mungkin tidak didapatkan oleh banyak orang , aku beruntung lahir didesa ini aku bangga dengan desa ini , disini handai taulan ku , ditempat ini aku didik dan dibesarkan , aku berangan-angan andai nanti aku sukses ingin ku suksekan pula desa ini , jalanan yang tag layak dilewati akan ku betulkan andaikan aku diberi kesempatan .

Detik demi detik jam demi jam hari demi hari tag terasa waktu ku didesa ini tinggal beberapa hari lagi aku akan keyogya dimana aku mendapatkan gelar sarjana dimana aku mendapatkan pekerjaan yang layak dan membuat bangga orang tua ku serta mengukir senyum diwajah mereka , ridhoi jalan ku yaAllah , mudahkan segala urusan ku , bantu aku menyelesaikan masalah yang ku hadapi kuatkan aku dengan dijauhkan dari rasa keputus asaan, aku ingin mengubah desa ku . niat ku baik untuk kejalan mu .

Oke waktunya tiba waktu itu telah datang, ini air mata akan menjadi air mata kebahagian saat ku kembali kesini . sampai dikota yogya , wah dadaku sesak udara panas polusi dimana-mana aku lelah aku pengen cepat sampai dirumah aku pengen cepat istirahat aku pengen cepat pagi kuberharap akan menghirup udara segar seperti kemaren saat ku masih dikampung halaman .

Matahari pun terbit semangat menyambut pagi ini , kuusap mataku kubuka jendela tag kusangka polusi masuk kekamarku aku kaget tag seperti yang kuharapkan , aku bener bener tag bisa merasakan udara segar , sampai kapan seperti ini apa yang harus kulakukan , apa aku harus menghentikan transportasi oh itu tidak mungkin tidak akan ada yang mau mereka pasti tag perduli , bagaimana kalau aku mengajukan proposal kepada pemilik perusahaan penjual transportasi agar tag terlalu banyak menjual , itu tidak mungkin juga bisa-bisa aku disalahkan membuat mereka bangkrut .

Aku bingung sangat bingung , ini akan tidak baik bagi kesehatan bayangkan 24 jam tag ada waktu tenang untuk menghirup udara segar , panas yang luar biasa tag ada hutan yang bisa dilihat dan bermanfaat untuk menahan hujan , oh tuhan bila hujan kota ini akan terkena banjir bagaimana nasib ku, aku belum siap untuk tenggelam , apa aku harus kabur ah rasanya aku tag ingin kuliah disini bagaimana kalau aku pulang tapi siapa yang memikirkan ini semua kalau bukan cendekiawan muda seperti aku siapa yang merubah semua kalau bukan anak muda seperti aku , tag ada yang perduli dengan ini semua , seolah-olah mereka (pemerintah) tutu mata .

Oh tuhan , ini sungguh tidak adil . aku tidak mau desa ku seperti ini dengan banyaknya pendatang , dengan ini aku mengajak teman-teman semua melakukan lah hal-hal kecil seperti membuang sampah pada tempatnya , menjaga kelestarian alam , menanam pohon agar kehidupan kita lebih baik mungkin kebanyakan orang tag terlalu paham arti kesehatan dan keselamatan maka dari itu bukalah pikiran kita seluas-luasnya , ini bukan untuk kepentingan orang lain , ini juga sangat penting bagi kehidupan kita sendiri cucu-cucu kita generasi kita yang akan datang bukan hanya sehari kita didunia ini tapi bertahun-tahun lamanya , jangan biarkan bencana alam terus terjadi karena tangan kita sendiri jangan biarkan bumi tenggelam karena ketidak perdulian kita , ayolah kita merubahnya , sungguh sangat tidak mengenakan menghabiskan sisa waktu kita dengan tidak melakukan hal yang luar biasa yang bisa merubah dunia buatlah bangga anak negeri indonesia dan tunjukan kepada duniabahwa kita bisa J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun