Beberapa hari terakhir pemberitaan mengenai para penerima KJP yang justru memiliki beragam benda-benda mewah, salah satu yang paling mewah dan jadi sorotan adalah keberadaan mobil sport seperti Ferrari dan beberapa merk mobil kenamaan lainnya. Hal ini lantas menjadi sebuah sentilan yang pasti sakit dan menohok bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah kota Jakarta yang memang telah mengadakan program KJP dari masa kepemimpinan Jokowi saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta kala itu.
Lalu, beragam pertanyaan muncul pada fase menyedihkan ini, siapakah yang harus disalahkan atau setidaknya menjelaskan mengapa sistem yang seharusnya bisa menampung siswa-siswa tidak mampu untuk mendapatkan bantuan pendidikan justru malah berbalik arah menjadi "tiket emas" untuk mendapatkan barang-barang mewah bahkan sekelas mobil sport Ferarri?
Apakah memang pemerintah sudah salah dalam melaksanakan sebuah program?, apakah memang pemerintah sudah lalai dalam mengkontrol sistem yang seharusnya di jaga dengan ketat ini?, apakah memang ini adalah bentuk dari ketimpangan permasalahan birokrasi, yang akhirnya menimbulkan permasalahan dalam kejelasan data penerima KJP?
Maka, apa iya sepenuhnya ini salah pemerintah?, itu baru penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang notabene kartu itu digunakan untuk para siswa dari tingkat dasar hingga menengah ke atas. Lalu bagaimana dengan penerima beasiswa?, semisal, Bidikmisi, beasiswa yang sampai saat ini sangat di elu-elukan oleh banyak kaum muda saat akan memasuki dunia kuliah.
Nyatanya, berdasarkan pengalaman pribadi yang saya punya, banyak sekali (yaa, walaupun tidak semua) tapi kata jamak seperti "banyak" setidaknya menggambarkan bagaimana mirisnya sistem penerimaan beasiswa ini digunakan di masyarakat kita, bahwa keadaan di lapangan justru tidak sesuai dengan apa yang tertera di surat-menyurat atau syarat-syarat penerimaan beasiswa Bidikmisi.
Banyak sekali dari orang-orang yang saya kenal justru menerima beasiswa Bidikmisi dengan cuma-cuma. Ada yang bahkan kedua orangtuanya PNS tapi entah dengan cara apa, dia mampu mengatakan bahwa ia mendapatkan dana Bidikmisi. Ada juga cerita lain, kenalan yang kebetulan juga mendapatkan beasiswa Bidikmisi justru menjelaskan bagaimana uang yang ia dapat tidak sepenuhnya untuk keperluan biaya kuliah.
Akan tetapi untuk membeli keperluan yang lain, sebut saja Android keluaran terbaru, skincare mahal pabrikan sekelas Korea, atau hanya untuk bikin instastory makan di tempat elite. Bahkan tidak sedikit, dari penerima beasiswa Bidikmisi justru memiliki kendaraan pribadi yang bisa dibilang harganya cukup mahal, memiliki Android terbaru bahkan bisa saja ada yang punya Iphone seri VI, VII dan seterusnya. Ini penerima beasiswa atau apa sih? Sampai bisa setinggi itu gaya hidupnya?
Mungkin bagi sebagian orang yang membaca tulisan ini akan beranggapan bahwa si penulis iri dengan teman-temannya yang bisa mendapatkan beasiswa, mungkin si penulis mencoba mencari buruk orang lain saja. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Karena, bagi saya lucu saja, melihat bagaimana sebuah bantuan yang sebenarnya bisa dikelola dengan baik dan seharusnya memang dikelola dengan baik dan ketat, tentu akan sangat tepat sasaran dan menjadi sebuah "tiket emas" berharga bagi teman-teman yang memang membutuhkan bantuan dari segi ekonomi.
Dan tentunya jika sebagian, bukan, tapi seluruh masyarakat Indonesia bisa "sadar diri" dengan keadaan ekonomi mereka, bukan tidak mungkin, akan banyak sekali siswa dan mahasiwa yang mendapatkan "jatah" dan hak mereka sebagai penerima bantuan yang sebenarnya.
Realita dari bagaimana beasiswa dan KJP di "manipulasi" oleh sebagian orang yang terkesan "rakus" membuat kita setidaknya mulai paham bahwa ada yang salah dari program baik pemerintah ini. Bagaimana tidak terkontrolnya sebuah sistem yang seharusnya menjadi payung bagi masyarakat kelas bawah.
Dan bagaimana masih bobroknya pemikiran masyarakat kita yang menganggap bahwa seorang anak yang mendapatkan beasiswa bidikmisi artinya "pinter tulen" karena bisa sekolah tanpa bayaran dan diberi uang oleh pemerintah, tanpa menyadari bahwa uang yang mereka terima bisa saja sebenarnya hak orang lain yang tidak terdata disistem yang ada.