Di tengah keramaian kota yang tak pernah tidur, di mana orang-orang berlalu lalang dengan cepat, hidup seorang wanita muda bernama Nadia. Ia adalah seorang pegawai kantoran yang bekerja di salah satu gedung tinggi di pusat kota. Setiap hari, dari Senin hingga Jumat, ia terjebak dalam rutinitas yang monoton. Waktu pagi hari dimulai dengan alarm yang berbunyi nyaring, memaksanya untuk bangun dan siap-siap menuju kantor. Di tengah hiruk-pikuk jalanan yang penuh kendaraan, Nadia merasa seperti salah satu dari jutaan orang yang hidup tanpa pernah benar-benar hadir. Wajahnya hampir tak tampak di antara kerumunan orang yang berjalan cepat di trotoar. Matanya kosong, tidak ada yang menarik dari ekspresinya. Dunia terus berputar, dan ia hanya mengikuti ritme yang sudah ditentukan.Â
Namun, meski ia selalu berada di tengah keramaian, ada sesuatu dalam diri Nadia yang merasa sangat sepi. Dalam perjalanan menuju kantor, Nadia sering kali merasa seperti tidak ada yang melihatnya, seolah ia hanyalah bayangan yang terus menghilang dalam kerumunan. Di ruang kantor yang dipenuhi suara mesin ketik, percakapan cepat, dan tumpukan pekerjaan, Nadia merasa kesendirian semakin mencekam.Â
Ia sering bertanya pada dirinya sendiri, "Apakah ini yang dimaksud dengan hidup? Berlari mengejar waktu tanpa pernah berhenti sejenak untuk merasakannya?"
Kemudian pikirannya pun dibuyarkan oleh fakta bahwa ia hars segera menyelesaikan pekerjaannya yang belum selesai. Nadia terus bekerja hingga jam pulang kantor. Dengan sedikit menghela nafas panjang, akhirnya pekerjaannya pun selesai. Hal ini bertepatan dengan jam pulang kantor. Setelah pekerjaannya selesai Nadia pun pulang dengan ras lelah di badan dan pikirannya. Â
Setiap malam, setelah pulang dari kantor, Nadia kembali ke apartemennya yang kecil dan sepi. Tidak ada yang menunggunya di rumah. Kecuali kenyataan bahwa dia sendirian, dikelilingi oleh empat dinding yang begitu hening. Ponsel di tangannya selalu menyala dengan berbagai pesan, tetapi entah kenapa, ia tak pernah merasa terhubung. Semua orang yang menghubunginya tampak jauh, meski mereka ada dalam kontaknya. Pesan-pesan itu hanyalah suara yang datang dan pergi, seperti angin yang berlalu.Â
Suatu malam, saat duduk di balkon apartemennya, Nadia memandangi langit yang gelap. Kenangan tentang masa lalu datang menghampirinya. Ia teringat pada seseorang yang pernah sangat berarti dalam hidupnya. Seorang pria yang pernah memberinya harapan dan cinta. Namun, waktu yang tak terduga dan pilihan hidup yang berbeda telah mengubah segalanya. Pria itu kini sudah jauh, entah di mana, dan Nadia hanya bisa mengenang masamasa bahagia itu dengan perasaan yang campur aduk.Â
"Kapan semuanya berubah?" Nadia bertanya pada diri sendiri, menatap langit yang dipenuhi bintang, tetapi tetap terasa kosong. Dulu, ia percaya bahwa cinta itu adalah segalagalanya. Sekarang, ia merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga, meskipun di sekitarnya banyak orang yang selalu hadir.Â
Umur Nadia sekarang bisa dikatakan sudah matang untuk menikah. Ia sudah mempunyai pekerjaan yang tetap dan pikirannya juga sudah matang dalam menyelesaikan masalah yang datang dalam hidupnya. Karena terlalu sibuk bekerja dan memikirkan kebahagian orang lain dibandingkan dirinya, Nadia sampai lupa bahwa ia juga harus membahagiakan dirinya sendiri.Â
Kesibukan hari-harinya membuat dia lupa untuk mencari pasangan agar dapat membantu dirinya dan membahagiakan hatinya. Tidak hanya itu, ia juga memerlukan orang untuk dapat berbagi cerita, pikiran, dan masalah yang ada dalam hidupnya.Â
Suatu hari, di tengah kepenatan hidupnya yang semakin terasa menyesakkan, Nadia bertemu dengan seseorang yang berbeda. Namanya adalah Ardi. Mereka bertemu secara tak sengaja di sebuah kafe kecil dekat kantor. Ardi adalah seorang pria yang ceria, selalu memiliki senyum di wajahnya, dan pandai membuat orang merasa nyaman. Nadia tidak tahu mengapa, tetapi untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa ada sesuatu yang menarik dalam diri Ardi. Mereka mulai berbicara, dan percakapan itu mengalir begitu saja. Tanpa sadar, waktu berlalu begitu cepat.Â
Ardi berbicara tentang banyak hal tentang hidupnya, tentang impian-impian yang ingin ia capai, tentang perjalanan yang ingin ia lakukan. Nadia, yang biasanya terjebak dalam pikirannya sendiri, mendengarkan dengan penuh perhatian. Ardi seolah memiliki cara untuk membawa Nadia keluar dari dunia sepinya yang penuh dengan keramaian. Setiap kali mereka berbicara, Nadia merasa seperti ada seseorang yang benar-benar mendengarkannya. Mereka berbagi tawa, cerita, dan bahkan keraguan yang selama ini hanya disimpan dalam hati.Â