Bukan inginku untuk pergi
Bukan maksudku padamkan kobaran ini
Aku tersadar terduduk sendiri memandang api yang menjilat-jilat oksigen di permukaan
Aku tahu kenyataan atas kesendirian
Mungkin kita bersama, bersebrangan ditengahi kobarannya
Namun angin mulai bergumul menghampiri kita
Awan pun tak mampu lagi mengantungi ribuan kubik h2o
Setetes demi setetes kemudian berjatuhanlah ia menimpa seluruh benda dibawahnya
Terpecah menjadi molekul yang lebih kecil dan kembali menyatu di daratan menjadi bubur debu
Ya..di tanah lapang ini kita kobarkan api unggun kita
Awalnya kita bergotong royong layaknya kerja sosial
Mengumpulkan satu persatu ranting-ranting bak perasaan yang tercecer
Kita kumpulkan semua itu kemudian di letakkan pada dasar hati
Kau nyalakan korek api cintamu
Bak minyak tanah langsung ku sambut panasmu untuk membakarku
Dan cinta kita pun berkobar
Indah....
Panas....
Kita sambut dengan sorak gembira, tawa riang dan senandung meriah bersama
Menari-nari melingkari api unggun cinta kita
Namun lelah tak dapat ditolak
Peluh yang menetes menderas dan kitapun mulai terduduk
Terbelah kobarannya
Kita masih dapat saling memandang lewat jilatannya yang menyambar-nyambar
Namun kobaran itu semakin besar dan kita pun hampir ikut terbakar
Aku tak dapat melihat mu lagi dibalik sana, begitu juga kau
Aku ingin merangkak menyeberang api untuk meraih mu tapi tak ada daya begitu juga kau
Dan kita kini terduduk diam dengan segala kelelahan ini
Tak berkutik....
Sampai kita sadari angin dan hujan datang
Rasa lelah ini tak kunjung berkurang
Titik air mulai berjatuhan meredam kobaran
Kita kembali dapat berpandangan
Peluh yang membasahi tubuh berganti air hujan dan gemeletuk gigi-gigi kedinginan
Api mulai kehilangan nyawa
Tubuh kita hampir beku
Kau dan aku tetap terduduk ditempat
Kita berpandangan saling berharap keselamatan, namun tetap tak bergerak sejengkal pun
Aku mulai bertanya pada mu dalam hati, apa kau ingin mati di sini?
Aku tak menangkap isyarat mu
Lama ku menunggu hingga kobar tinggal arang kayu, saat itu pula hujan pergi terbawa angin yang begitu ribut
Aku kembali bertanya kepada mu, kali ini dengan gerak bibir
Apa kita harus mati di sini?
Mata mu kosong
Lalu siapa yang akan memadamkan bara ini? Tanya ku kembali
Tubuh mu payah dan mata mu layu dengan sekujur tubuh berguncang hebat
Dan air mata ku pun menetes
Sebesar apa pun cinta berkobar di hati mu dan dirinya, apakah kau tau telah meletakkan kobaran itu di tempat yang benar?. Apakah kalian pastikan badai tidak akan datang ketika lengah?. Entah itu peluh letih, perasaan terbakar atau gigil kedinginan, jangan pernah memutuskan untuk duduk berseberangan. Tetaplah berdampingan dan bergandeng tangan. Jangan pernah lepaskan, jangan berjarak karena kalian tidak akan pernah tahu kapan akan kehabisan tenaga. Dan ketika kobar itu habis berganti arang, penyesalan itu tidak pernah berhenti menyiksa kalian. Kau tak bisa menghentikan dingin ataupun menyundut kembali arang basah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H