Mohon tunggu...
putribetta kania
putribetta kania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

liat dlu siapa tau cocok💅🏻

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pergeseran Pop Culture dari Amerikanisasi dengan Platform TikTok dari Tiongkok

5 Januari 2023   21:49 Diperbarui: 5 Januari 2023   22:07 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia Pop Culutre memiliki arti budaya popular dengan frasa dasarnya adalah Popular Culutre. Budaya ini pada dasarnya adalah salah satu bentuk dari budaya modern dan banyak disukai oleh kalangan masyarakat. 

Budaya Populer juga dikenal dengan budaya massa, sebab budaya ini adalah kebiasaan-kebiasaan yang muncul dan berkembang pada masyarakat umum dalam berbagai stratifikasi social. Pada dasarnya budaya popular dimunculkan kemudian dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan dalam berbagai bidang seperti musik, acara televisi, pakaian, hibudan, film, teknologi, bahkan surat kabar juga termasuk di dalamnya.

Pada zaman-zaman perkembangan sebelumnya terdapat keidentikan antara budaya popular dengan amerikanisasi atau westernisasi yang mana budaya popular banyak masuk dari wilayah-wilayah barat. Sebagian budaya ini dapat diterapkan di berbagai negara, tetapi sebagian lagi perlu disaring menggunakan nilai-nilai norma yang berlaku. 

Amerikanisasi dalam budaya Populer kini tidak lagi sekental pada perkembangan di zaman-zaman sebelumnya. Salah satu bukti dari hal ini adalah keberadaan Tiongkok yang berhasil memunculkan platform yang mengembangkan budaya popular bahkan membentuk budayanya sendiri. Platform yang digagas oleh tiongkok berbentuk aplikasi dan berbasis pada penggunaan video yaitu TikTok yang menarik minat banyak kalangan dari anak-anak hingga orang dewasa.

TikTok tidak hanya popular di negara asalnya. Cukup banyak masyarakat Indonesia yang tertarik dan nyaman menggunakan TikTok untuk berimajinasi dan merealisasikan Imajinasinya. 

Pada awal perkembangan TikTok cukup banyak hujatan yang dilayangkan kepada platform ini oleh warga digital Indonesia atau biasa disebut dengan Netizen. Hujatan yang diberikan berasal dari selebritas TikTok yang dianggap kurang mendidik dan kurang menarik. Hujatan kemudian ramai berpindah pada platform setelah dilakukan kepada selebritinya.

Tidak hanya oleh masyarakat, TikTok nyatanya juga pernah diblokir oleh pemerintah Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya konten pornografi yang tersebar di TikTok. Pemblokiran dilakukan pada tahun 2018 tepatnya di bulan Juli oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika atau biasa disebut dengan Kominfo. Dasarnya adanya banyaknya aduan dari masyarakat dan adanya aduan dari Komnas Perlindungan Anak. Banyaknya laporan tersebut kemudian mendorong Kominfo untuk menginvestigasi dan memantau platform TikTok secara langsung. 

Fenomena selanjutnya adalah didapatkan banyaknya konten-konten negative dalam TikTok mulai dari pelecehan agama, asusila, bahkan pornografi. Sekalipun sudah diblokir, pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kedua kepada platform TikTok untuk beroperasi di Indonesia dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pemblokiran dimaksudkan bukan untuk menutup rezeki para pembuat konten yang ada di TikTok tetapi melindungi moral masyarakat dari pengaruh konten negative.

Setelah dilakukan pembenahan pada systemnya, TikTok diizinkan kembali untuk beroperasi di Indonesia dan berkembang dengan pesat seperti sekarang ini. Terdapat 9 dari 10 syarat dari kominfo yang sudah dipenuhi oleh TikTok sehingga dapat beroperasi, mulai dari membersihkan konten-konten negative di dalamnya, memberikan jaminan keamanan produk dan konten, membentuk petunjuk komunitas pengguna di Indonesia, merekrut tenaga moderasi orang Indonesia sebanyak 200 karyawan, memilih perwakilan manajer konten di Indonesia, menetapkan pembatasan usia pendaftar 13 tahun, membuat kantor di Indonesia, memberikan karpet merah khusus untuk pelaporan konten negative oleh pemerintah, dan menjalin kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi social, dan organisasi edukasi di Indonesia. Kini TikTok berkembang menjadi platform penuh promosi yang tidak hanya diisi oleh masyarakat tetapi juga dimanfaatkan oleh pemerintah untuk tujuan yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun