Ignasius Jonan, mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), telah dikenal luas dengan gaya kepemimpinannya yang khas dan tegas. Pak Jonan menerapkan 3 hal dalam gaya kepemimpinannya, yaitu Nyuruh, Marah, dan Memuji. Gaya kepemimpinan ini ternyata sukses membawa KAI menjadi perusahaan yang lebih baik dan efisien. Bahkan menurut Pak Jusuf Kalla, gaya leadership Pak Jonan di KAI adalah Managemen by Angry. Menurut Jusuf Kalla gaya kepemimpinan ini cocok untuk modelan orang atau Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia yang kurang disiplin. Â Ketika Jonan pertama kali menjabat sebagai Direktur Utama KAI pada tahun 2009, perusahaan ini menghadapi berbagai masalah serius, termasuk keterlambatan kereta, pelayanan yang buruk, dan infrastruktur yang usang. Jonan, dengan pendekatannya yang langsung dan tanpa kompromi, segera melakukan serangkaian perubahan drastis untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Salah satu kunci keberhasilan Jonan adalah kedisiplinan yang diterapkannya di semua level perusahaan. Ia dikenal tidak segan-segan menegur bawahannya jika mendapati adanya kekurangan atau pelanggaran. Gaya "Management by Angry" ini diakui oleh banyak pihak sebagai cara efektif untuk mempercepat perubahan di tubuh KAI. Dalam berbagai kesempatan, Jonan menegaskan bahwa disiplin dan tanggung jawab adalah dua pilar utama yang harus dipegang teguh oleh seluruh pegawai KAI. Namun, yang perlu diingat bahwa yang dilakukan Mantan Dirut KAI ini bukan asal marah-marah tidak jelas, tetapi dikombinasikan dengan pujian dan reward. Pola ini menghadirkan keseimbangan unik. Marah-marah dipakai untuk tindakan kritis, sedangkan reward dan pujia  jadi insentif untuk kinerja manis.
"Pak Jonan itu keras dan tegas, tapi itulah yang dibutuhkan KAI pada saat itu. Beliau tidak hanya memberi perintah, tapi juga turun langsung ke lapangan untuk memastikan setiap rencana berjalan dengan baik," ujar salah satu mantan pegawai KAI yang enggan disebut namanya. Menurutnya, Jonan sering melakukan inspeksi mendadak ke berbagai stasiun dan fasilitas kereta, memastikan bahwa standar operasional yang telah ditetapkan benar-benar diterapkan dengan baik.
Selain itu, Jonan juga fokus pada peningkatan kualitas layanan dan modernisasi sistem perkeretaapian. Di bawah kepemimpinannya, KAI melakukan peremajaan armada kereta, meningkatkan fasilitas stasiun, dan memperbaiki sistem tiket elektronik. Langkah-langkah ini berhasil meningkatkan kepuasan pelanggan dan citra KAI di mata publik. Peremajaan armada kereta meliputi pembelian kereta-kereta baru yang lebih nyaman dan aman bagi penumpang, serta perbaikan kereta-kereta lama agar tetap layak operasional. Peningkatan fasilitas stasiun juga menjadi salah satu prioritas Jonan. Banyak stasiun yang sebelumnya tidak terawat dengan baik, kini telah mengalami renovasi besar-besaran. Fasilitas seperti toilet, ruang tunggu, dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas diperbaiki dan ditingkatkan. Selain itu, penerapan sistem tiket elektronik membantu mengurangi antrean panjang dan mempercepat proses boarding, sehingga waktu tunggu penumpang bisa diminimalisir.
Hasil dari gaya kepemimpinan Jonan yang tegas dan berorientasi pada hasil ini terlihat nyata. Dalam beberapa tahun, KAI berhasil meningkatkan kinerjanya secara signifikan. Tingkat keterlambatan kereta berkurang drastis, kebersihan dan keamanan di stasiun meningkat, serta pendapatan perusahaan mengalami kenaikan. Data dari tahun 2013 menunjukkan bahwa keterlambatan kereta berhasil ditekan hingga di bawah 5%, jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 20%.
Jonan yang kini menjabat sebagai Menteri Perhubungan, tetap diingat sebagai sosok yang berhasil mengubah wajah KAI dengan gaya kepemimpinannya yang unik dan efektif. "Management by Angry" mungkin terkesan negatif, tetapi dalam kasus Jonan dan KAI, gaya ini terbukti sukses membawa perubahan positif dan keberhasilan yang berkelanjutan. Salah satu mantan kolega Jonan di KAI menyatakan bahwa meskipun gaya kepemimpinan Jonan sering kali keras, hal itu justru memotivasi banyak pegawai untuk bekerja lebih keras dan lebih baik.
Kisah sukses Jonan di KAI juga menjadi contoh bagi banyak pemimpin perusahaan lain di Indonesia. Banyak yang mulai melihat bahwa pendekatan yang tegas dan disiplin bisa menjadi kunci untuk mengatasi berbagai tantangan dan masalah di organisasi mereka. Sejak keberhasilannya di KAI, banyak perusahaan lain yang mencoba menerapkan pendekatan serupa, dengan harapan bisa mencapai hasil yang sama baiknya.
Keberhasilan Jonan juga diakui di tingkat internasional. Berbagai media internasional memuji transformasi yang terjadi di KAI di bawah kepemimpinan Jonan. Beberapa bahkan menjadikan KAI sebagai studi kasus dalam manajemen perubahan dan kepemimpinan efektif. Hal ini tidak hanya mengangkat nama Jonan, tetapi juga membawa nama baik Indonesia di kancah internasional.
Kini, setelah beberapa tahun meninggalkan KAI, warisan Jonan masih terasa. Sistem dan budaya kerja yang ia tanamkan masih dijalankan oleh penerusnya. KAI terus berkembang menjadi perusahaan transportasi yang lebih modern dan efisien, dengan standar pelayanan yang terus meningkat. Keberhasilan ini membuktikan bahwa kepemimpinan yang tegas, meskipun kontroversial, bisa membawa hasil yang positif dan berkelanjutan. Dengan segala keberhasilannya, Ignasius Jonan menunjukkan bahwa kadang-kadang, gaya kepemimpinan yang keras dan tanpa kompromi adalah apa yang dibutuhkan untuk membawa perubahan besar dan keberhasilan. "Management by Angry" mungkin bukan untuk semua orang, tetapi dalam tangan yang tepat, pendekatan ini bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI