Dalam beberapa hari terakhir, nama Gus Miftah kembali menjadi perbincangan hangat di media sosial. Ceramahnya yang viral memperlihatkan momen ketika ia melontarkan candaan yang dianggap merendahkan seorang pedagang es teh yang berdiri di antara para jamaah. "Es tehmu masih banyak? Ya sudah sana jual, gob*lok!" celetuk Gus Miftah, yang disambut tawa dari orang-orang di sekitarnya89.
Momen ini langsung memicu kontroversi. Banyak netizen menganggap komentar tersebut tidak pantas, terutama karena sang pedagang berada di sana demi mencari nafkah. Beberapa warganet bahkan menilai tindakan itu sebagai bentuk penghinaan terhadap perjuangan pedagang kecil yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
"Sebagai seorang tokoh agama, beliau seharusnya menjadi panutan, bukan malah merendahkan," tulis salah satu pengguna media sosial. Beberapa tokoh agama lain juga angkat suara, mengingatkan pentingnya menjaga adab dan tutur kata, terutama saat berbicara kepada mereka yang lebih tua atau sedang dalam kesulitan.
Tak hanya kritik, sejumlah pihak meminta Gus Miftah untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Namun, hingga kini, belum ada pernyataan resmi selain klarifikasi singkat yang menyebut bahwa ucapan itu hanya bercanda. Respons ini justru memperkeruh suasana, dengan netizen menilai candaan tersebut tidak memiliki tempat di acara keagamaan.
Di tengah kritik tajam, beberapa netizen mencoba memahami gaya ceramah Gus Miftah yang memang dikenal ceplas-ceplos. Namun, mereka tetap sepakat bahwa seorang tokoh agama harusnya menjaga tutur kata agar tidak menyinggung perasaan orang lain, terlebih di ruang publik yang luas.
Kasus ini juga membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana gaya berdakwah sebaiknya dilakukan di era media sosial. Apakah popularitas menjadi alasan untuk mengabaikan nilai-nilai adab? Ataukah ini pertanda bahwa para penceramah perlu lebih bijaksana dalam memanfaatkan platform mereka?
Bagi pedagang es teh yang menjadi sasaran, banyak doa dan dukungan mengalir. "Semoga Allah meninggikan derajatnya," tulis salah satu komentar yang disukai ribuan pengguna media sosial. Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap kata yang diucapkan memiliki dampak besar, terutama ketika disampaikan oleh seseorang yang menjadi panutan.
Gus Miftah sendiri kini berada di bawah sorotan lebih tajam dari publik. Banyak yang berharap kontroversi ini menjadi pelajaran, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi siapa saja yang memiliki peran sebagai pemimpin atau panutan masyarakat.
Di era digital ini, setiap tindakan---baik atau buruk---dapat dengan cepat menjadi viral. Pertanyaannya adalah, apakah kita menggunakan kesempatan itu untuk menebar kebaikan, atau sebaliknya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H