Mohon tunggu...
PUTRI ASSYAFFA NABILA
PUTRI ASSYAFFA NABILA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Malang

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskriminasi Status Sosial Pengguna BPJS di Indonesia yang Berpotensi menjadi Problematika Multikultural

5 November 2023   21:55 Diperbarui: 5 November 2023   22:03 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehadiran BPJS menjadi bukti bahwa pemerintah beritikad baik dalam menangani kesehatan masyarakat. Namun program baik ini masih saja mendapatkan keluhan dari masyarakat, keluhan ini sering tercuat karena pelayanan yang dirasa kurang baik bahkan jauh dari kata layak dan harus terus diperbaiki. Hal ini banyak ditemui pada cerita-cerita miring tentang perbedaan perlakuan pelayanan untuk pasien pengguna layanan BPJS dan pasien umum.

Kasus yang terjadi saat ini adalah program BPJS tidak berjalan dengan semestinya, masyarakat yang telah membayar iuran merasa kecewa dan marah ketika diperlakukan berbeda dengan pasien umum . BPJS merupakan program nirlaba, tapi dalam pelaksanaannya masih setengah hati. Dengan begitu besarnya tanggungan BPJS, maka sangatlah penting memperhatikan dan senantiasa meningkatkan kualitas standar pelayanan kesehatan terhadap warga apapun latar belakangnya. Kesulitan juga dirasakan oleh pengguna BPJS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang dimana pengguna BPJS tersebut harus berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain hanya untuk mendapatkan tempat rawat inap.

Kasus-kasus semacam itu menunjukkan rumah sakit dan BPJS kesehatan belum sepenuhnya memperbaiki kinerja pelayanan terbaik untuk masyarakat. Diperparah lagi terdapat beberapa kasus seperti pasien pengguna BPJS Kesehatan mendapatkan penolakan oleh rumah sakit dengan berbagai alasan hingga akhirnya timbul korban jiwa. Perilaku diskriminasi seperti ini merusak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, dan secara tidak langsung perilaku tersebut tidak mendukung reformasi dibidang kesehatan . Ini menjadi bukti bahwa pelayanan RSUD bagi pasien pengguna BPJS tidak sesuai janji sehingga masyarakat berang dan marah.

Kekecewaan masyarakat sebagai pengguna BPJS adalah wajar mengingat mereka juga membayar iuran namun tidak mendapat kepuasan dari pelayanan RSUD atau puskesmas setempat. Berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan, pada kenyataanya masih terdapat fasilitas kesehatan yang tidak menerapkan mutu pelayanan kesehatan secara maksimal . Contoh lain yaitu terdapat kasus di mana rumah sakit menomor duakan pasien peserta BPJS Kesehatan. Kasus tersebut terjadi di beberapa rumah sakit di Kota Bandar Lampung yang masih memberikan pelayanan yang berbeda kepada pasien peserta BPJS Kesehatan. Akibat dari buruknya pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta BPJS di Rumah Sakit ini bisa berdampak kematian dan mendapatkan hukum yang sesuai.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk tentang "Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien Peserta BPJS di Rumah Sakit Tingkat II Udayana Denpasar" menyatakan masih terdapat pasien yang merasa kurang puas terhadap pelayanan dan fasilitas yang disediakan oleh pihak rumah sakit, diantaranya seperti petugas yang kurang ramah kepada pasien, adanya diskriminasi dalam pelayanan dimana lebih mengutamakan pasien yang merupakan bagian dari rekan atau kerabat yang bekerja di rumah sakit, beberapa ruangan tidak dilengkapi sekat batasan setiap pasien, kurangnya penyediaan toserba untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan jam kunjung pasien yang tidak ditaati. Berdasarkan hal tersebut dinyatakan bahwa pelayanan di rumah sakit berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap peserta BPJS di rumah sakit.

Hal diatas juga relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Ginting ditemukan bahwa masyarakat yang menggunakan sistem pembiayaan BPJS Kesehatan banyak mengeluh atas pelayanan yang tidak baik serta tindakan diskriminasi dari tenaga medis di rumah sakit. Pasien BPJS mengeluhkan sikap simpati yang tidak baik, adanya pelayanan yang tidak baik dan tidak ramah saat dilakukan penanganan, tidak sesuai dalam memberikan pelayanan yang telah disepakati dalam penjadwalan, tidak cepatnya proses rawat inap untuk memilih ruangan, tutur kata yang disampaikan tidak tepat kepada para pasien dan terlebih lagi kurang sigapnya tenaga medis dalam penanganan dan mengabaikan pasien yang seharusnya mendapatkan pertolongan darurat, selain itu di beberapa tempat layanan kesehatan masih dijumpai ruangan kamar bagi pasien BPJS yang kurang layak dan tidak nyaman serta masih terdapat lingkungan yang kotor.

Perbedaan antara pasien BPJS dan non BPJS terlihat jelas yakni pasien non BPJS lebih diprioritaskan dan mendapatkan respon cepat serta perilaku ramah dari tenaga medis di Rumah Sakit. Kualitas pelayanan kesehatan menjadi sorotan utama dalam penilaian pasien yang dilayani, akibat dari sikap dan tindakan dari tenaga medis yang tidak baik dalam melayani pasien, pasien yang menggunakan program BPJS hanya pasrah dan menunggu pelayanan yang diberikan Rumah Sakit. Namun, terdapat perbedaan antara harapan yang diinginkan antara pasien BPJS dan non BPJS terhadap aspek kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati. Kemudian, terdapat perbedaan antara kenyataan yang diterima antara pasien BPJS dan non BPJS terhadap aspek kenyataan dan keandalan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara tingkat kepuasan pasien BPJS dengan non BPJS di instalasi farmasi rawat jalan RS Mekar Sari. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan peserta BPJS oleh pihak rumah sakit adalah faktor tingkat kompetensi aparatur rumah sakit, faktor kualitas peralatan yang digunakan dalam rumah sakit, dan faktor budaya organisasi.

Selain permasalahan tersebut, terdapat permasalahan lain yakni penolakan akan naiknya iuran yang disepelekan pemerintah sehingga melempar beban pada masyarakat yang tidak bisa mengatur BPJS. Hal tersebut menyebabkan beberapa rumah sakit yang menjalin kerja sama dengan BPJS masih terdapat bayaran yang menunggak namun pemerintah tidak segera mengatasi sehingga persoalan tersebut mempengaruhi kinerja karyawan dalam melayani masyarakat. Adanya diskriminasi terhadap pasien BPJS terlihat dari layanan yang tidak maksimal, hal ini akan terus terjadi masalah antara pihak BPJS dan rumah sakit yang belum dibayar dengan catatan menunggak. Hal ini menjadi masukan kepada pemerintah untuk melakukan pembenahan masalah yang serius ini terutama antara BPJS dan rumah sakit . Permasalahan mengenai layanan BPJS Kesehatan yang tidak sesuai ini, adapun beberapa solusi dari Ombudsman RI yang dilansir dalam liputan 6 Jakarta pada Februari 2023 terdapat beberapa poin solusi yang ditawarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun