Mohon tunggu...
Putri Arum Sari
Putri Arum Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akankah Korban Kekerasan Seksual Terus Membisu?

29 Mei 2022   09:03 Diperbarui: 29 Mei 2022   09:09 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi (Sumber: Popmama.com)

Dari perspektif era modern, maraknya pemberitaan kekerasan seksual terhadap anak di media massa cukup mengejutkan publik. Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih belum populer. Hal ini karena sebagian besar anak yang mengalami kekerasan seksual enggan melapor dan tidak berani angkat bicara bahkan membela diri karena malu.

Budaya masyarakat yang juga melingkupi kasus-kasus kekerasan seksual pada akhirnya mengakibatkan korban yang tidak terhitung jumlahnya dan oleh karena itu lemahnya penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mengawal korban membuat payung hukum untuk menjaga anak perempuan semakin lemah. Korban kasus kekerasan seksual yang masih takut dan memilih untuk merahasiakannya ke publik menjadi latar belakang para pelaku untuk tetap melakukan aksinya tanpa campur tangan pihak berwenang untuk melakukan kontrol sosial. Oleh karena itu, masyarakat khususnya orang tua dari anak harus mampu mengenali tanda-tanda kekerasan seksual terhadap anak.

Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak jangka panjang, selain berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma jangka panjang bahkan masa dewasa. Dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami anak antara lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak kepada orang dewasa, trauma seksual, perasaan tidak berdaya, dan stigmatisasi. Bagi korban kekerasan seksual, ini mungkin bukan masalah fisik, tetapi secara psikologis dapat menyebabkan kecanduan, trauma, dan bahkan balas dendam. Kekerasan seksual pada anak akan berdampak buruk terdahap sosial di masyarakat apabila tidak ditangani secara serius. Penanganan dan penyembuhan trauma psikologis akibat kekerasan seksual harus dihargai tinggi oleh keluarga, masyarakat, dan negara. Oleh karena itu, dalam memberikan perlindungan bagi anak diperlukan pendekatan yang sistematis, antara lain sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarganya, sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional, dan mekanisme untuk mendorong perilaku yang layak di masyarakat.

Kejahatan seksual terhadap anak sama sekali tidak memiliki nilai kemanusiaan karena disengaja oleh pelakunya. Mengapa banyak sekali pelaku kekerasan seksual terhadap anak? Ada beberapa faktor: Faktor internal meliputi faktor biologis, faktor moral dan psikologis. Kemudian juga terdapat faktor eksternal diantaranya, faktor media massa, faktor ekonomi yang sulit, faktor pendidikan yang relatif rendah, faktor sosial budaya yang meningkat pada kasus kejahatan asusila atau pemerkosaan yang berhubungan dengan aspek sosial budaya yang merupakan dampak dari perkembangan budaya yang semakin modern, terbuka dan pergaulan yang semakin bebas.

Selama ini hanya beberapa hal yang bisa dilakukan dalam menghadapi kekerasan seksual, karena orang yang pernah mengalami kekerasan seksual mengalami trauma yang berkelanjutan. langkah yang paling tepat adalah mengembalikan semaksimal mungkin kondisi korban sebelum terjadi pelanggaran hak asasi manusia, dan menuntut agar korban diberi ganti rugi atas kerugian yang dapat diperkirakan. Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh pelanggaran HAM, seperti kerusakan fisik dan mental, rasa sakit, penderitaan dan tekanan mental, kehilangan kesempatan, termasuk pendidikan, biaya pengobatan, dan biaya rehabilitasi.

Sepintas kita bisa melihat kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur sesuai dengan standar usia yang berlaku dalam Syariat Islam dan Hukum Pidana/Perdata di Indonesia, dimana pelaku atau korbannya masih di bawah umur. Oleh karena itu, hal ini justru menimbulkan kebingungan bagi masyarakat, karena ketika anak (masih di bawah umur) melakukan perilaku tidak etis di masyarakat, tidak ada sanksi baku yang harus diterima. Dari penjelasan di atas, tidak hanya orang dewasa yang melakukan kekerasan seksual, tetapi anak-anak modern juga melakukan perilaku asusila. Hal ini menyulitkan orang tua korban untuk menindaklanjuti pelaku.

Untuk menentukan hukum apa yang akan digunakan terhadap pelaku di bawah umur, tentu saja hukumannya cukup sulit untuk ditentukan. Pasalnya, kekerasan seksual terhadap siapa pun sesuai dengan hukum, terutama anak-anak, merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Karena anak-anak, terutama yang sering tidak ditemani oleh orang tuanya, lemah secara fisik dan psikis serta mudah terpengaruh oleh orang dewasa yang dianggap baik atau dekat.

Ada juga beberapa masalah atau investigasi masyarakat lokal, dan kebanyakan orang setuju bahwa pelaku kekerasan seksual akan dihukum dengan hukuman pidana berat mulai dari 10 hingga 15 tahun. Selain itu, sebagian besar orang yang diwawancarai juga setuju untuk memberikan hukuman tambahan selain hukuman penjara, seperti denda atau mekanisme kompensasi lainnya. Pendidikan seks sejak dini dari keluarga, masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan juga berperan penting dalam memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap perempuan. Meski masih banyak orang tua yang menganggap masih tabu dan tidak pantas mendidik anak di bawah umur. Konstruksi sosial yang ada dalam masyarakat juga harus memungkinkan perempuan untuk semandiri mungkin, dan tidak boleh ada kelas antara laki-laki dan perempuan, karena perempuan dan laki-laki pada dasarnya sama kecuali perbedaan faktor gender.

Jika semua orang terlibat dalam pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak, mengurangi atau bahkan menghilangkan tingkat kekerasan seksual terhadap anak yang tinggi akan menjadi mata rantai perubahan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun