Mohon tunggu...
PUTRI ANINGSIH
PUTRI ANINGSIH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon Hobby traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu dan Tempe Mogok Produksi

1 Februari 2023   09:00 Diperbarui: 1 Februari 2023   11:37 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkurangnya pasokan kedelai serta dampak dari kenaikan harga BBM memicu kenaikan harga kedelai impor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kenaikan harga kedelai impor ini membuat perajin tempe harus rela keuntungannya berkurang untuk menghindari naiknya harga jual tempe agar tidak kehilangan konsumen.

Sebelumnya, harga kedelai impor antara kisaran Rp.12.300 hingga Rp.12.700 per kilogram. Namun kini harganya melonjak menjadi Rp.13.700 per kilogram, per satu karung ukuran 50 kilogram saat ini harganya naik, semula Rp.585.000 ribu sekarang menjadi Rp.685.000 ribu, naik Rp.100 ribu dari harga sebelumnya.

Seorang perajin bernama Asih umur 30 tahun, mencetak tempe sesuai dengan bentuk cetakannya di sentra pembuatan tempe di Desa Waruroyom, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (21/12/2022).

Menurut Ibu Asih pemasok kedelai impor di kawasan Sentra Industri Tempe Cirebon Jawa Barat, harga kedelai impor mulai naik perlahan sebelum adanya kenaikan harga BBM. Setelah kenaikan harga BBM, harga kedelai import terus naik. Kenaikan harga kedelai impor ini sangat berdampak bagi perajin tempe. Agar bisa tetap berproduksi, para perajin tempe memilih untuk mengurangi keuntungan. Ibu Asih salah satu perajin tempe mengaku, dengan mengurangi ukuran atau menaikkan harga jual tidak dilakukan karena khawatir akan ditinggal konsumen. "keuntungan kita berkurang drastis, tapi tidak apa-apa yang penting bisa bertahan saja," kata Ibu Asih

Ibu Asih menjelaskan, dari sekitar 150 orang perajin, sekitar 30 perajin atau 20 persennya telah berhenti produksi untuk sementara waktu. Para perajin tersebut kebanyakan berskala kecil dengan kebutuhan kedelai impor sekitar 10 kg-20 kg per hari. Kenaikan harga kedelai impor yang terus berubah relatif cepat menyebabkan mereka tidak mampu membeli kedelai yang harganya semakin naik.

”Semula mereka membeli kedelai dengan harga yang relatif masih terjangkau. Namun, setelah mereka mendapatkan penghasilan dari tempe atau tahu yang terjual, pendapatan itu tidak mampu menjangkau lagi harga kedelai yang semakin melonjak,” kata Asih

Melonjaknya harga kedelai impor punya ancaman besar terhadap pedagang, jika tidak ada solusi segera.

Jika harga kedelai tidak kembali normal dalam jangka waktu yang panjang, perajin tempe khawatir akan gulung tikar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun