Mohon tunggu...
Putri Aminur Aisyah
Putri Aminur Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Sering disapa dengan panggilan minur. Hobi saya menulis karena dengan menulis bisa menjadikan hidup saya abadi. Salam literasi, saya mimin saya butuh vitamin.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gelorakan Literasi Tuk Wujudkan Negara Maju

4 November 2022   19:23 Diperbarui: 5 November 2022   14:26 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi HL Indepth Basuki Tjahaja Purnama. tirto.id/Lugas

“Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas” ungkap Mohammad Hatta. Kutipan Bung Hatta memberikan arti “kebebasan” tidak melulu soal memilih, dengan bukupun dapat memberikan kebebasan kepada kita. Buku memberikan kebebasan untuk menorehkan ide apik yang dikemas dalam kata yakni menulis. Menulis tentunya menjadikan hidup seorang penulis abadi dengan karya-karyanya yang tetap hidup. Membaca buku menjadikan diri kita mengetahui indahnya aurora tanpa harus menapakkan kaki di kutub utara. Bukupun memberikan kebebasan utamanya pada kaum milenial untuk bebas berbicara menyampaikan pendapat. Itulah literasi, kemampuan kita dalam membaca, menulis, berbicara, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Istilah literasi dalam bahasa latin disebut sebagai literatus artinya orang yang belajar. National institute for literacy menjelaskan bahwa yang dimaksud literasi adalah kemampuan seseorang dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. UNESCO juga menjelaskan bahwa literasi merupakan seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks dimana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya. Menurut UNESCO, pemahaman seseorang mengenai literasi akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks nasional, institusi, nilai-nilai budaya serta pengalaman.

Indonesia berpredikat sebagai negara berkembang dengan tingkat literasi yang rendah. The World’s Most Literate Nations merilis daftar peringkat negara dengan literasi paling tinggi di dunia, dan Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara. Penelitian oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, New Britain ini dilakukan terhadap lebih dari 60 negara di dunia. Dalam penelitiannya, The World’s Most Literate Nations menggunakan dua variabel penelitian, variabel pertama terkait dengan pencapaian literasi yang tengah diuji, variabel kedua dengan mengambil sampel dari orang-orang yang dianggap memiliki kebiasaan literasi. Kemudian variabel-variabel tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yaitu perpustakaan, koran, sistem pendidikan (input dan output), serta ketersediaan komputer di negara tersebut.

Di Indonesia budaya literasi sudah digalakkan, contohnya pada kalangan pelajar. Di SMA N 1 Banguntapan, para siswa diwajibkan literasi selama lima belas menit sebelum pembelajaran dimulai. Dalam satu semester diharuskan membaca tiga buku, dan dalam satu tahun para siswa diharapkan sudah membaca enam buku. Tidak hanya membaca, para siswa diminta untuk menuliskan ringkasan dari apa yang telah dibacanya. Setelah selesai meringkas satu buku, para siswa membuat laporan hasil membaca buku dan ditandatangani oleh orang tua, guru pembimbing, serta dirinya sendiri. Namun nyatanya, budaya tersebut lepas ketika para siswa berada di dunia luar sekolah. Literasi seolah-olah hanyalah formalitas biasa yang diwajibkan oleh sekolah.

Jepang merupakan negara yang mempunyai minat literasi tinggi. Budaya literasi di Jepang masih bertahan dengan buku fisik, bukan melalui aplikasi dalam ponsel. Padahal Jepang menjadi produsen macan asia dalam dunia peralatan elektronik. Penanaman budaya minat literasi yang telah diberikan sedari kecil di Jepang menjadikan Jepang masih bertahan literasi dengan buku fisik.

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang menyebabkan rendahnya literasi di Indonesia antara lain;

1. Rendahnya integritas masyarakat

Integritas meliputi segala aspek yang baik. Nilai integritas terbagi dalam 3 aspek yaitu aspek inti, aspek sikap, dan aspek etos kerja. Aspek inti terdiri dari sikap jujur, disiplin, dan tanggung jawab. Rendahnya tingkat literasi di Indonesia dipengaruhi oleh rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat. Kebiasaan literasi dapat terwujud jika adanya konsistensi sikap disiplin dalam diri.

2. Faktor ekonomi

Keberadaan buku menjadi bahan utama dalam literasi dan keadaan ekonomi bisa menjadi penghambat literasi tersebut. Banyak kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi sehingga banyak dari masyarakat menganggap keberadaan buku bukanlah kebutuhan primer yang wajib dimiliki. Padahal keberadaan buku dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer yang wajib dipenuhi, karena banyak manfaat yang akan diperoleh.

3. Teknologi yang canggih

Persaingan antara teknologi modern dengan tradisional semakin membara seiring berkembangnya zaman. Misalnya saja persaingan antara ponsel dengan buku, ponsel menjadi juaranya. Semakin canggihnya ponsel semakin dilupakannya keberadaan buku.

4. Kurangnya motivasi

Motivasi berperan pertama kali dalam menciptakan budaya literasi. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya literasi menjadikan ketidakhadiran motivasi tersebut. Dengan ketidaktahuan manfaat dari literasi sehingga tidak adanya ketertarikan masyarakat untuk melakukannya.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya meningkatkan literasi pada masyarakat Indonesia. Seperti menggalakkan budaya literasi pada kalangan pelajar, menghadirkan perpustakaan keliling, berliterasi digital untuk mempersiapkan Indonesia cakap digital, dan mengadakan kompetisi kepenulisan.

Indonesia masih berada di negara berkembang salah satunya dipengaruhi karena rendahnya tingkat literasi masyarakat. Terdapat perbedaan drastis antara negara berkembang dengan negara maju, negara maju memiliki tingkat literasi jauh lebih baik daripada negara berkembang. Dengan meningkatkan literasi, dipastikan dapat mengubah Indonesia menjadi negara maju secara bertahap. Tentunya untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan upaya meningkatkan literasi oleh semua lapisan masyarakat. Maka, kesadaran individu akan pentingnya literasi harus segera digalakkan.

Peran semua masyarakat sesuai profesinya dalam upaya meningkatkan literasi dapat dilakukan. Orang tua dapat berperan untuk memberikan dorongan kepada anak-anak mereka dan memfasilitasi kebutuhan untuk kegiatan literasi. Guru dapat memotivasi para siswanya untuk membudayakan literasi. Mahasiswa juga dapat ikut andil dalam menumbuhkan minat literasi dan masih banyak lagi peran dari profesi lainnya yang dapat dilakukan.

Mahasiswa yang berintegritas memiliki peran utama untuk meningkatkan literasi. Mahasiswa dapat mengawalinya pada dirinya sendiri, dengan disiplin menerapkan budaya literasi selama 21 hari. Setelahnya budaya tersebut akan menjadi habit baru yang tertanam pada pribadi mahasiswa. Keyakinan tersebut berdasarkan kutipan Dr. Maxwell Maltz dalam bukunya “Psycho Cybernetics” yang terbit pada tahun 1960. Setelah kebiasaan baru tertanam, mahasiswa dapat mengimplementasikan nilai integritas yaitu peduli. Menyalurkan kebiasaan barunya kepada lingkup terkecil terlebih dahulu yaitu keluarga. Mahasiswa bisa mengawalinya dengan mendongengkan cerita fiksi kepada adik misalnya, kemudian berawal dari dongeng si adik termotivasi untuk membaca. Karakter bangsa akan semakin kuat dengan peran mahasiswa yang mengimplementasikan nilai-nilai integritas dalam meningkatkan literasi Indonesia.

Metode lain yang dapat penulis berikan yaitu dengan mengoptimalisasikan penyebab rendahnya literasi. Faktor penyebab rendahnya literasi yang pertama adalah rendahnya integritas masyarakat, maka dengan menanamkan nilai-nilai integritas melalui pendidikan wajib di sekolah merupakan upaya yang cocok diterapkan. Faktor ekonomi menjadi penyebab rendahnya literasi yang kedua, ketidakmampuan menghadirkan buku dapat diatasi dengan kehadiran perpustakaan. Di perpustakaan kita bebas untuk membaca bahkan meminjam buku yang kita inginkan. Faktor yang ketiga yaitu teknologi yang canggih mengalahkan buku. Dengan memanfaatkan kecanggihan ponsel dapat menjadi sarana untuk meningkatkan literasi yaitu dengan menciptakan game literasi. Game saat ini sedang banyak digemari oleh kalangan millenial. Pada game literasi, nantinya akan ada gambar ilustrasi kemudian pemain diminta untuk memilih penjelasan yang tepat atas ilustrasi yang diberikan. Game literasi ini mewajibkan pemain untuk membaca agar bisa menjawab dengan benar akan gambar ilustrasi yang diberikan.

Kunci utama dalam meningkatkan literasi di Indonesia yaitu menumbuhkan minat masyarakat dengan memotivasinya. Peran mahasiswa berintegritas sangat diperlukan, karena jika bukan generasi muda salah satunya mahasiswa, siapa lagi. Dengan metode yang telah dijabarkan penulis diatas, diharapkan tingkat literasi di Indonesia bisa meningkat dan bisa bertahap menjadi negara maju. Peran generasi muda sangat diperlukan untuk merubah predikat Indonesia. Dengan diawali gelorakan literasi maka diharapkan terwujud negara maju. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun