Sastra, atau yang dalam bahasa Inggris disebut literature, merupakan sebuah nama yang disematkan kepada hasil kerja kreatif manusia dengan menggunakan bahasa sebagai bahan penciptaannya. Secara etimologi, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa Sansekerta yaitu gabungan dari kata sas, yang berarti mengarahkan, mengajarkan dan memberi petunjuk, dan kata akhiran tra yang biasanya digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana. Maka, kata sastra, berdasarkan arti katanya secara etimologi, dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Pengartian bermakna bahwa apa yang disebut sastra adalah alat yang berfungsi untuk mendidik, atau memberikan pengetahuan pada pembacanya (Teeuw, 2013).
Sastra memiliki karakter sendiri yang membedakannya dengan bentuk-bentuk pengungkapan nonsastra. Sebuah karya sastra tentunya memiliki kebenaran. Kebenaran karya sastra sama saja dengan kebenaran fiksi. Kebenaran fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebenaran yang telah diyakini "keabsahannya" sesuai dengan keyakinan pengarangnya terhadap masalah dengan kehidupan (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 5).
Adapun beberapa bentuk karya sastra yaitu novel, cerpen, puisi dan drama. Dari beberapa bentuk karya sastra ini masing-masingnya memiliki ide dan pesan baik secara tersirat maupun secara tersurat. Salah satu karya sastra yaitu cerpen yang menjadi karya yang sangat menarik dan memiliki pesan nilai moral yang dapat mempengruhi pikiran pembacanya.
Menurut para ahli "Cerpen adalah cerita atau narasi bukan analisis bukan argumentasi yang fiktif (tidak benar-benar terjadi) tetapi dapat terjadi dimana saja kapan saja" (Jakob Sumardjo dan Saini, 2006: 37). Menurut Santosa dan Wahyuningtiyas (2010: 2) "Cerpen adalah cerita yang panjangnya kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap, padat, lengkap, pada kesatuan, mengandung satu efek dan selesai". Selanjutnya, Suminto A. Sayuti (2010: 9) mengatakan bahwa "Cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca."
Cerpen dapat dianalisis dengan dua unsur yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membentuk karya sastra itu dari dalam seperti tema, plot, perwatakan, dan pusat pengisahan (Wahono, 2007: 97). Sedangkan Unsur ekstrinsik adalah unsur yang datang dari luar yang mempengaruhi atau ikut membina terbentuknya karya sastra itu, seperti: masalah agama, ekonomi, sejarah, adat istiadat dan pendidikan (Wahono, 2007: 97).
 Ada cerpen memiliki kesamaan baik dari segi isi maupun genre namun tetap memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing. Contoh cerpen yang memiliki kesamaan genre yaitu cerpen karya T Agus Khaidir yang berjudul "Tiga Kuburan Lain" dengan cerpen "Mata Celurit" karya Muna Masyari.
Cerpen "Tiga Kuburan Lain" karya T.Agus Khaidir ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat yang awalnya baik-baik saja, namun karena kedatangan seorang yang bernama marjili kira-kira umurnya enam puluh tujuh tahun yang sudah lama merantau dan kemudian pulang ke kampung halamannya. Banyak yang berubah dari marjili bukan hanya penampilan fisik tetapi juga cara pandang. Marjili dan beberapa orang yang dituakan di kampung datang menemui tok jalal yang juga dituakan dan merupakan mantan kepala lingkungan di kampung. Tujuan marjili dan beberapa orang tua itu datang yaitu membahas masalah pembongkaran kuburan dan tiga kuburan lain, karena kata marjili banyak warga yang merasa terganggu karena kuburan-kuburan itu.Selama ini tidak ada yang merasa terganggu dan aman-aman saja tetapi sekarang marjili merasa terdesak dan mengatas namakan warga. Tok jalal tetap pada pendiriannya ia tidak akan membongkar tiga kuburan itu karena semasa hidupnya para orang tua mereka hidup berdampingan dengan baik dengan pemilik kuburan itu, tetapi ia mempersilahkan marjili membongkar kuburan ayahnya dan kuburan lain namun tidak dengan tiga kuburan itu.
Cerpen selanjutnya yaitu cerpen karya Muna Masyari yang berjudul "Mata Celurit". Cerpen ini menceritakan tentang dinamika kekuasaan di sebuah desa, tokoh utama cerita ini yaitu Dahlan calon kepala desa yang berasal dari keluarga terpandang dan didukung oleh tokoh-tokoh agama di desanya untuk mempertahankan kekuasaan. Namun konflik muncul Ketika tokoh agama terkemuka mendukung kandidat lain yang bernama samsul, yang dikenal sebagai orang yang jujur. Dengan konflik inilah adanya penyalahgunaan kekuasaan dan melakukan kecurangan dengan memberikan uang kepada pihak tertentu agar meraih kemenangan.
Dari konflik yang terjadi dari masing-masing cerpen ini,sangat menarik untuk dibandingkan karena kedua cerpen ini memiliki konflik sosial yang menarik dan sering terjadi pada saat ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H