Di era pesatnya perkembangan teknologi saat ini, sangat tidak mungkin bahwa kita tidak membutuhkan kendaraan untuk pergi kemana-mana. Saat ini, jenis kendaraan yang paling banyak dan paling sering digunakan adalah kendaraan bermotor. Berdasarkan data dari Korlantas Polri per Januari 2022, telah tercatat sebanyak 146.046.666 kendaraan bermotor yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Kendaraan bermotor yang tercatat dalam data tersebut terdiri dari sepeda motor, mobil penumpang, mobil barang, bus, truk, dan berbagai kendaraan bermotor khusus. Seiring dengan peningkatan angka penggunaan kendaraan bermotor, pastinya penggunaan BBM atau Bahan Bakar Minyak yang merupakan bahan bakar utama kendaraan bermotor juga ikut meningkat pesat.
     Salah satu perusahaan penyedia BBM untuk kendaraan bermotor terbesar di Indonesia adalah PT. Pertamina (Persero). Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan pernyataan dari PT. Pertamina. Pasalnya, PT. Pertamina menyatakan bahwa pembelian BBM di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) milik Pertamina mengharuskan pembelinya bertransaksi dan mendaftarkan kendaraan bermotornya melalui aplikasi MyPertamina per 1 Juli 2022. Menurut PT. Pertamina, kebijakan tersebut tidak lain bertujuan agar konsumsi JBKP (Jenis BBM Penugasan) dan BBM Subsidi lebih tepat sasaran.Â
     Namun, tentu saja kebijakan tersebut banyak menuai kritik dan argumen dari masyarakat. Salah satu argumen yang paling banyak disetujui adalah bahaya penggunaan barang elektronik di dekat SPBU. Sebagian banyak masyarakat Indonesia pasti mengetahui larangan penggunaan barang elektronik saat melakukan pengisian BBM, karena larangan tersebut biasanya tertera di SPBU yang ditunjukkan dengan gambar handphone yang disilang. Kebijakan MyPertamina yang dikeluarkan PT. Pertamina tersebut tentu sangat bertentangan dengan kebijakan larangan penggunaan barang elektronik di SPBU yang telah dikeluarkan jauh sebelumnya. Larangan tersebut juga ada bukan tanpa alasan, sinyal radiasi yang berasal dari handphone atau barang elektronik lainnya berpeluang menghasilkan percikan api apabila terjadi ionisasi sehingga mungkin saja terjadi ledakan.
     Argumen lainnya adalah mengenai masih kurangnya pemerataan kepemilikan dan pengetahuan penggunaan smartphone di masyarakat. Contohnya adalah beberapa supir angkot yang kurang paham mengenai penggunaan smartphone atau bahkan tidak memiliki smartphone akan kesusahan dalam pembelian BBM, padahal mata pencaharian mereka sangatlah bergantung pada kendaraan angkot mereka yang pasti selalu membutuhkan BBM.
     Meskipun demikian, terlepas dari kelemahan kebijakan MyPertamina oleh PT. Pertamina yang berupa bahaya penggunaan barang elektronik di area SPBU dan kurangnya pemerataan penggunaan dan pengetahuan akan smartphone di masyarakat, tujuan dari kebijakan ini juga memiliki dampak positif bagi masyarakat. Dengan adanya kebijakan tersebut, konsumsi BBM bersubsidi akan lebih tepat sasaran karena melalui aplikasi MyPertamina akan dapat diketahui kendaraan-kendaraan mana yang memenuhi kriteria berhak mendapatkan BBM bersubsidi. Karena biasanya sebagian besar masyarakat yang masuk dalam kalangan terkaya yang tidak memenuhi kriteria membeli BBM bersubsidi malah memiliki tingkat konsumsi BBM bersubsidi lebih tinggi. Selain itu, kebijakan ini juga turut menyumbangkan peningkatan pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai penggunaan teknologi karena mau tidak mau teknologi akan terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H