Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya termasuk menjamin perlindungan anak, karena anak juga memiliki hak-hak yang termasuk dalam hak asasi manusia. Anak adalah suatu karunia Tuhan yang maha Esa yang dalam dirinya juga terdapat suatu harkat dan martabat yang dimiliki oleh orang dewasa pada umumnya, maka anak juga harus mendapatkan suatu perlindungan yang khusus agar kelak dapat tumbuh serta berkembang dengan baik dalam masyarakat.
Children are the living messages we send to a time we will not see (anak adalah pesan hidup yang kita kirim untuk masa yang tidak kita lihat), begitulah John W Whitehead dalam Lenny N. Rosalin menggambarkan pentingnya anak sebagai generasi penerus sekaligus aset terbesar untuk masa depan. Dalam pandangan yang visioner, anak merupakan bentuk investasi yang menjadi indikator keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan. Keberhasilan pembangunan anak akan menentukan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang, serta merupakan generasi yang akan menjadi penerus bangsa sehingga mereka harus dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat jasmani dan rohani, maju, mandiri dan sejahtera menjadi sumber daya yang berkualitas dan dapat menghadapi tantangan di masa datang.
Dalam menjamin kesejahteraan anak, negara membuktikan dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan membuat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 Ayat 2 UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa, Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Namun tidak dipungkiri dalam pengaruh globalisasi negara dihadapkan permasalahan dalam melaksanakan perlindungan anak sebagai masa depan bangsa oleh fenomena sex bebas. Tidak sedikit anak-anak bangsa ke hal-hal  yang mendorong mereka tumbuh sebagai anak yang berkualitas malahan terkena penyakit menular akibat seksual bebas. Masa  remaja  merupakan  masa  keingintahuan  yang  besar  tentang  hal-hal  seksual.  Hal  ini  erat kaitannya  dengan  terwujudnya  hubungan  yang  lebih  matang  dengan  lawan  jenis. Pada  masa  remaja, pengetahuan  tentang  masalah  seksual  benar-benar  mulai  muncul.  Hal ini  untuk  meminimalisir  remaja mencari informasi dari sumber yang salah. Fenomena ini tidak hanya disebabkan oleh pergaulan bebas pada anak remaja saja, namun juga disebabkan oleh minimnya edukasi terkait pengetahuan seksual sehingga mengakibatkan terjadinya kekerasan seksual seperti contoh kasus di sebuah pondok pesantren dimana terdapat dua puluh santriwati di sebuah pondok pesantren di Karawang, Jawa Barat, menjadi korban pencabulan oleh pimpinan pondok pesantren sendiri. Modus yang dipakai pelaku adalah memberikan hukuman sebelum mencabuli para korban.
Informasi tentang seks sangat penting karena kita tahu  bahwa  remaja  dapat  melakukan  hubungan  seks,  dan  karena  kurangnya  informasi  tentang  perilaku seksual remaja, ini terkait dengan kematangan hormonal dan libido yang terkait. Sehingga individu yang sudah memasuki masa remaja perlu akan pendidikan seks. Pendidikan seks adalah pengajaran, pemahaman, dan penjelasan tentang masalah seksual, naluri, dan pernikahan  kepada  remaja  ketika  mereka  mulai  tumbuh  dan  siap  untuk  memahami  tentang  seksualitas. Dapat  juga  kita  artikan  Pendidikan  seks  adalah  cara  untuk  mengurangi  atau  mencegah pelecehan  seksual,  terutama  untuk  mencegah  efek  samping  yang  tidak  diinginkan  seperti  kehamilan  yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual, depresi dan rasa bersalah.
Mengatasi hal tersebut, Presiden Joko Widodo pada Juli 2024 lalu meneken Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang salah satunya dalam Pasal 103 mengatur mengenai kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan usia remaja. Dalam Pasal 103 ayat 4 huruf e menyebutkan bahwa penyediaan alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan reproduksi pelajar. Banyak sekali pro dan kontra dalam hal ini, pertanyaannya adalah apakah kebijakan ini akan membahwakan kebahagiaaan dan perlindungan anak, atau malah sebaliknya?
Hal ini tidak mengherankan jika akan memicu terjadinya polemik di masyarakat bahkan sejak PP tersebut diluncurkan. Problem kesehatan, terutama kesehatan reproduksi sudah yang sangat kompleks. Ini ditambah dengan persoalan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja yang mana seharusnya pelayanan kesehatan yang diberikan pada siswa, penekanannya pada edukasi kesehatan reproduksi, bukan pada penyediaan alat kontrasepsi. Ada beberapa aspek pelayanan kesehatan yang harusnya bisa diberikan untuk pelajar sebagai bentuk pelaksanaan perlindungan anak yang baik. Diantaranya seperti sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya, melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual agar sebagai bentuk antisipasi kekerasan seksual akibat ketidaktahuan dan pemilihan media hiburan sesuai usia anak.Â
Kebijakan ini dapat menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat, sebab di nilai terlalu banyak celah penyalahgunaan nantinya di lapangan sehingga perlu ditinjau kembali. Setelah dilakukan tinjauan ulang PP 28/2024 tentang kesehatan ini, itupun masih perlu dilakukan pengawasan implementasinya secara ketat. Oleh sebab itu, apabila dibiarkan maka akan muncul persepsi negatif dari masyarakat bahwa akibat dari Pasal 103 ayat (4) huruf e akan berdampak kekaburan norma sehingga mengarah dalam ketidakpastian hukum. Dengan melihat norma-norma yang saling tumpang tindih sehingga tidak memiliki tujuan yang searah dan menyebabkan konflik norma yang berkelanjutan terhadap tujuan dari UU Perlindungan Anak akibat adanya PP Nomor 28 Tahun 2024 Â kesehatan tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan Upaya Reproduksi khususnya upaya reproduksi bagi usia remaja dan usia sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H