UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia menduduki urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. UNESCO mendata minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Saya sangat prihatin membaca berita tersebut.
Zaman modern ini dapat menggantikan buku dengan Handphone. Ironisnya, minat baca buku rendah begitupun dengan minat baca pada berita online. Rasa-rasanya seperti tidak ada bedanya. Data wearesocial mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia dapat menatap layar Handphone minimal 9 jam per hari. Namun walaupun sudah banyak sumber informasi dan ilmu pengetahuan yang tersebar di dunia maya, rakyat Indonesia seakan buta akan hal itu.
Kebanyakan hampir setiap orang Indonesia lebih sering membuka sosial media dibandingkan e-book. Lewat sosial media, rakyat Indonesia dapat dengan mudah mendapatkan dan memberikan informasi. Namun sangat disayangkan, kebanyakan orang jarang membaca informasi dengan cermat. Bahkan sebagian orang bisa menggunakan kecepatan jari yang ekstra untuk langsung like dan share melebihi kecepatan otaknya. Padahal informasi tersebut belum jelas kebenarannya.
Sebagian warga Indonesia lebih mempercayai opini-opini orang lain dibandingkan dengan fakta yang sudah jelas adanya. Bahkan jika sudah diberi informasi pun, masih saja sebagian orang menanyakan hal yang sudah tertera pada informasi tersebut, padahal sudah dijelaskan  secara mendetail.
Lalu, siapa yang harus disalahkan mengenai rendahnya budaya literasi ini? Negara? Pemerintah? Atau sosial media?
Mengenai hal tersebut, menurut saya itu tergantung pada diri sendiri. Benar tidak nya sosial media adalah tergantung pada penggunanya, bijak atau tidak. Termasuk masalah rendahnya budaya literasi, sesuai dengan kesadaran pada diri kita masing-masing.
Bisa dibayangkan, ilmu minimalis, malas baca buku, malas membaca berita mengenai keadaan negara saat ini, tidak membaca informasi dengan baik dan benar. Tapi sangat sering menatap layar Handphone berjam-jam, ditambah dengan men-judge hal-hal yang menyangkut kepada kebebasan hak seseorang di media sosial. Tidak heran jika Indonesia jadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoax, dan fitnah.
Haruskah terus-menerus seperti ini? Mendapat peringkat akhir mengenai budaya leterasi dan mendapat peringkat awal sebagai netizen tidak sopan di dunia maya, se-Asia Tenggara?
Terimakasih:)
Putri Permatasari
12 MIPA 5Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H