Mohon tunggu...
frida putri
frida putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Benih Berpikir Kreatif dan Kritis Untuk Anak Anak Kita

19 Mei 2015   08:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latepost

Saturday night…..seperti biasa ditemani dengan secangkir kopi dan beberapa perbekalan hobi, namun yg tdak biasa, saya melewatkannya seorang diri kali ini karena suami yang sedang dinas luar kota. Tetapi ada yang menarik ketika secara tidak sengaja saya membuka sebuah video dialog tentang kurikulum 2013 dengan narasumber bapak M Nuh sendiri. Video ini diunggah sudah cukup lama yaitu sejak 18 Juni 2013, berikut link tersebut, jika anda ingin lebih memahami tujuan dan konsep kurikulum 2013 :https://www.youtube.com/watch?v=5ia7asZHpYg
Terlepas dari kontroversi yang ada tentang kurikulum ini, saya menggaris bawahi beberapa penjelasan dari bapak M Nuh, yang menurut saya bisa kita adopsi konsepnya sebagai orang tua, yaitu tentang “Scientific Approach. Dengan berkembangnya jaman, kehidupan yang semakin kompleks maka perkembangan ilmu pengetahuan sudah tidak linier lagi, sudah exponensial bentuknya jika digambarkan secara grafis, yang artinya  sangat pesat. Nah dalam kondisi yang seperti itu maka perlu dibangun generasi-generasi baru yang kreatif, kritis, inovatif. Dan bagaimana mengembangkannya?? Menurut bapak M Nuh syarat sebuah kreativitas dibangun adalah jika dalam pendidikannya digunakan pendekatan Scientific ApproachScientific Approach itu sendiri bisa dilakukan dengan membiasakan observasi. Ketika seseorang melakukan observasi langsung, yang juga melibatkan indrawinya, maka yang muncul berikutnya adalah pertanyaan-pertanyaan. Dari pertanyaan-pertanyaan ini muncullah nalar seseorang. Setelah nalar ini muncul, maka muncullah eksperimen-eksperimen untuk mempertegas jawaban. Dan tidak berhenti di situ,  setelah melakukan eksperimen-eksperimen, mereka bisa mengkomunikasikan apa-apa saja yang terjadi.

Salah satu contoh yang ditunjukkan adalah : jika terdapat sebuah persegi empat panjang 6cm dan lebar 4cm, maka kelilingnya adalah ? tentu semua akan menjawab 20 dengan berangkat dari sebuah pemahaman atau bahkan mungkin sekedar hafalan terhadap sebuah rumus 2p+2l. Hal ini yang disebut pola pikir yang monolid, padahal jika kita membalik pertanyaan dengan :sebuah kawat panjang 20 cm cobalah buat segi empat dari kawat tersebut, maka jawabanya bisa beragam, kita bisa menghasilkan bermacam-macam bentuksegi empat dan tentunya pemahaman akan keliling suatu bidang akan lebih luas.
Dari paparan penjelasan bapak M. Nuh diatas dapat saya simpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan yang berbasis scientific, yang segala sesuatunya didasarkan dari observasi, dapat memunculkan benih-benih sikap kreatif, kritis, dan juga membiasakan siswa untuk tidak hanya menggunakanbrain memory nya saja, melainkan juga muscle memorynya. Jika pengetahuan tersimpan dalam brain memory seseorang, maka untuk mengaplikasikannya pada tindakan nyata perlu latihan, perlu eksperime-eksperimen dengan menggunakan indrawinya, yang kemudian ini akan tersimpan pada muscle memory seseorang. Sehingga mereka tidak hanya memahami dan mengimajinasikan apa saja yang ada di otak, tapi mereka juga terlatih turun tangan, dan turut terlibat disana
Selanjutnya dengan menanamkan benih-benih sikap kreatif dan kritis, maka ini akan membantu seseorang berkembang dan tumbuh dengan menjaga keseimbangan diantara keduanya, dan itu merupakan modal dasar munculnya orang-orang dengan karya-karya inovatif. Creative Thinking dan Critical Thinking dapat diibaratkan sebagai sebuah timbangan. Di satu sisi berpikir kreatif itu bagaikan menjelajahi sebuah dunia baru, kawasan baru yang belum terpetakan (Terra incognita) dengan kebebasan berpikir, sedangkan di sisi yang lain berpikir kritis memaksa kita untuk memeriksa kebenarannya. Keduanya juga melibatkan 2 bagian otak yaitu otak kanan dan otak kiri.

14319996181772829640
14319996181772829640

14319996661937650127
14319996661937650127

Seseorang yang kreatif namun tidak memiliki dasar pengetahuan yang sesuai, tidak memiliki referensi maka akibatnya adalah : mereka hanya bisa bicara daripada berbuat, hanya mampu membuat terobosan-terobosan kecil yang hanya dipermukaan, tanpa mampu membuat sebuah karya besar yang berfondasi kokoh.
Sebaliknya orang-orang yang terlalu mengandalkan otak kiri mereka, tanpa dikelolah dengan baik, alih alih bisa menjadi orang  kritis, mereka malah cenderung terperangkap dalam suatu pemikiran, suatu logika,  susah berpikir out of the box, dan juga bisa memunculkan sikap egosentris. Pendidikan, bacaan, pergaulan, perjalanan yang luas akan membuka suatu wawasan, memperluas cakrawala berpikir, memampukan seseorang melihat sesuatu dari beragam sudut pandang, bukan hanya memperluas pengetahuan tetapi juga memperdalam pengetahuan, dan ini adalah benih-benih dari sikap kritis. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sikap kritis tidak bisa disamakan dengan sinis. Seseorang yang kritis akan memberikan penilaian yang objektif pada suatu hal, sedangkan orang-orang yang sinis melakukan penilaian secara subjektif, mereka cenderung melakukan pembenaran daripada mencari kebenaran, mereka juga cenderung fanatic pada sesuatu yang diyakini (sepertinya akhir-akhir ini lebih banyak muncul orang-orang sinis daripada kritis)
Seorang ilmuwan bernama Sir Isaac Newton pernah berkata “ Kalau saya bisa melihat jauh kedepan tentu karena saya berada di pundak-pundak raksasa” Raksasa-raksasa yang dimaksud adalah akumulasi pengetahuan yang ditemukan para pendahulu kita, yang merupakan hasil dari gabungan antara kreativitas dan sikap-sikap kritis yang menantang asumsi-asumsi lama dan membuka kesempatan bagi kita untuk melihat jauh kedepan. Maka dari itu untuk memunculkan karya-karya yang inovatif, maka kita tidak hanya perlu menjadi kreatif melainkan juga kritis dengan bekal pengetahuan yang luas dan mendalam
Akhir kata, menurut saya terlepas dari kontroversi yang ada, konsep pendekatan Scientific Approach bisa kita adopsi sebagai orang tua untuk memasukkannya dalam pola asuh sehari-hari. Membiasakan anak-anak berinteraksi langsung dengan alam, lingkungan serta membiasakan melakukan pengamatan, observasi dalam setiap apa yang mereka lihat, akan merangsang pertanyaan-pertanyaan, nalar, keinginan untuk menemukan jawaban lebih dengan eksperimen, mengkomunikasikan lagi untuk memperjelas jawaban, dan seterusnya ini bisa menjadi benih-benih sikap kreatif dan kritis.
http://putrifrida.blogspot.com/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun