Mohon tunggu...
Putri Hardiyanti Rusmana
Putri Hardiyanti Rusmana Mohon Tunggu... Jurnalis - Warga negara Indonesia

Contentwriter dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pentingnya Pengenalan Emosi Kepada Anak

29 Juli 2022   12:20 Diperbarui: 29 Juli 2022   12:22 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini masyarakat sedang ramai membicarakan tentang kasus percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya. Kasus tersebut, semakin ramai dibahas bukan saja karena pelaku dan korban memiliki hubungan yang dekat sebagai pasangan suami istri. Namun juga oleh tindakan pelaku yang memilih untuk mengakhiri hidupnya ketika statusnya menjadi DPO.

Sebagai seorang ibu dan istri tentu kita merasa miris mendengar kabar tersebut. Orang terdekat atau pasangan yang seharusnya menjadi lingkaran yang memberikan keamanan namun justru mengancam dan membayakan nyawa kita. Seringkali, kejahatan yang pelakunya adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan dengan korban, dilakukan dengan cara yang lebih sadis. Hal ini dikarenakan, motif kejahatan berlandaskan pada alasan yang lebih mendalam dan emosional.

Menyadur pendapat psikolog Anak dan Remaja, Novita Tandry dalam sebuah artikel menyatakan bahwa tindakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dipengaruhi oleh pola asuh yang diberikan oleh orang tuanya ketika masa kecil. Salah satunya adalah, luputnya peran orang tua atau orang dewasa disekitar anak dalam mengenalkan emosi kepada anak.

Sebuah penelitian menyebutkan, korteks prefrontal atau area otak yang membantu manusia mengelola emosi adalah bagian terakhir dari otak yang berkembang sepenuhnya. Disebutkan bahwa kematangan yang dialami otak tersebut sampai pertengahan dua puluh tahun usia manusia. Hal ini menjadi penyebab, mengelola dan mengendalikan emosi bukanlah hal yang mudah, sehingga harus terus dilatih dan dikenalkan oleh orang tua atau orang dewasa kepada anak.

Anak-anak yang tumbuh dengan pengenalan emosi yang tidak baik, akan membuat mereka tumbuh dengan memendam emosi, karena mereka tidak mengerti perasaan atau emosi apa yang sedang mereka rasakan. Sehingga, yang dapat mereka lakukan adalah memendam emosi-emosi tersebut dan akan meledak sewaktu-waktu. Ledakan emosi yang terpendam ini tidak akan disadari oleh anak dan biasanya tanpa bisa mereka kendalikan.

Menurut Dr. Aisyah Dahlan, emosi pada anak-anak terdiri dari emosi semangat, emosi sedih, emosi takut dan emosi marah. Emosi-emosi tersebut yang harus dikenalkan kepada anak-anak. Berikut terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mengenalkan emosi kepada anak.

Pertama, kenali kapan anak mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi.  Misalnya, anak yang tantrum karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Orang tua harus memahami apa penyebab anak mengalami emosi tersebut.

Kedua, tanggapi emosi anak. Ketika anak menunjukan emosinya, kita sebagai orang tua harus menanggapi apa yang sedang dia rasakan. Pelukan, ciuman atau duduk disampingnya merupakan bagian dari dukungan kepada anak. Hal ini juga merupakan pembelajaran kepada anak, bahwa mengekspresikan emosi yang dia rasakan bukanlah hal yang salah.

Ketiga, memvalidasi emosi yang dirasakan oleh anak. Peran orang tua dalam fase ini adalah membantu anak mengenali emosi yang dia rasakan. Orang tua dapat menyampaikan melalui kata-kata yang sedehana tentang emosi yang sedang anak rasakan. Seperti "Iya nak, Bunda tau kamu sedih ya? Kamu kesal ya," penyampaian tersebut harus dilakukan dengan tenang dan nada yang tidak meninggi. Validasi yang dilakukan oleh orang tua membantu anak mengenal nama emosi yang sedang mereka rasakan.

Keempat, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengelola emosi. Setelah mengenali emosi yang mereka rasakan, anak-anak juga diajarkan untuk mengelola emosi yang mereka rasakan. Misalnya, anak yang kesal karena kesulitan menyusun balok, orang tua harus terlebih dahulu memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada anak bahwa ia dapat mengelola rasa kesalnya dengan fokus menyusun balok satu demi satu. Orang tua, jangan terburu-buru membantu anak ketika mereka mengalami kesulitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun