Mohon tunggu...
Putri Hardiyanti Rusmana
Putri Hardiyanti Rusmana Mohon Tunggu... Jurnalis - Warga negara Indonesia

Contentwriter dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belum Selesai, Kasus KDRT Masih Jadi PR Besar

26 Maret 2021   15:59 Diperbarui: 26 Maret 2021   16:08 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir dekade ini, isu tentang kekerasan dalam rumah tangga menjadi perbincangan yang serius. Banyak pihak yang memberikan perhatian dan usaha untuk menarik isu yang tabu ini ke permukaan. Hal ini tampak dari munculnya undang-undang tersendiri yang membahas mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat terhitung sejak tanggal pada 1 Januari - 28 Februari 2020 yaitu 1.237 kasus KtP dan 769 KDRT.

Meskipun secara statistik mengalami penurunan, KEMEN PPPA meminta masyarakat untuk tetap waspada dengan adanya kasus KDRT yang tersembunyi dan tidak tercatat, khususnya dimasa pandemi ini. Pernyataan ini diperkuat oleh laporan dari Lembaga Bantuan Hukum Apik yag menyatakan terdapat sekitar 508 kasus  kekerasan, terdiri dari 168 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian 151 kekerasan gender berbasis online (KBGO), dan 52 kasus kekerasan dalam pacaran. LBH Apik menyatakan bahwa kasus KDRT masih menempatkan posisi tertinggi.

Memutus kasus KDRT di Indonesia memang menjadi pekerjaan rumah yang panjang. Penanganannya harus dilakukan mulai dari hulu hingga ke hilir dan dilakukan bersama-sama dengan berbagai elemen. Salah satunya adalah sosialisasi tentang KDRT kepada para remaja yang masih minim dilakukan apalagi di daerah-daerah terpencil.

Banyak penemuan kasus KDRT yang sudah terjadi bertahun-tahun, dan tidak mendapatkan tindakan apapun. Korban merasa kekerasan yang mereka terima adalah sebuah bentuk kewajaran. Sehingga, korban tidak berani melaporkan kekerasan yang mereka terima kepada pihak berwajib dan memilih untuk membiarkan kekerasan tersebut terjadi dan tidak jarang terulang.

Pengetahuan tentang KDRT dan perlindungan hukum bagi korban masih menjadi pengetahuan yang mahal untuk masyarakat yang terdapat di daerah. Minimnya akses informasi dan sosialisasi menjadi faktor utama yang menyebabkan hal tersebut.

Selain itu, dimasyarakat kita kasus KDRT menjadi kasus yang bersifat personal dan dianggap tabu untuk diperbincangan diranah publik. Sehingga, ketika kasus tersebut terjadi dilingkunagn mereka, mereka lebih memilih untuk diam dan tidak mencampuri urusan rumah tangga orang.

Oleh karenanya, sosialisasi secara serius mengenai KDRT kepada remaja yang beranjak dewasa menjadi hal serius yang patut dilakukan. Sebelum mereka memulai diri membangun rumah tangga atau menjadi bagian dari masyarakat, mereka telah memiliki ilmu dan bekal tentang KDRT.

Sehingga, ketika mereka mengalami kekerasan tersebut atau mengetahui ada disekitar lingkungan mereka yang mengalami KDRT mereka tau apa yang harus mereka lakukan untuk memutus kasus yang keji itu. Sama dengan masalah pendidikan seksual, penjelasan tentang KDRT jangan menjadi pelajaran yang tabu untuk generasi muda. Karena, mereka adalah generasi penerus yang tentunya kita harap tidak menjadi penyumbang angka KDRT dikemudian hari.

Kemudian, peran dari organisasi keagamaan. Seringkali pelaku KDRT berdalih kekerasan yang mereka lakukan dibenarkan oleh agama dan sialnya banyak juga korban yang membiarkan kekerasan berlangsung dengan alasan agama pula. Pemanahaman segelintir orang yang salah tentang agama ini, harus mejadi perhatian serius kelompok-kelompok religious. 

Sayangnya, dilapangan masih banyak organisasi keagamaan yang terjebak dengan rutinitas dan melakukan aktivitas kebaikan yang diturunkan dari tahun ke tahun, seperti membagi sembako, membagi nasi bungkus, menghimpun zakat, dll. Meskipun hal itu tidak salah juga, namun coba perhatikan dampak yang didapatkan ketika komunitas keagamaan ini melirik kasus KDRT dan mulai ikut serta dalam memutusnya. Penulis yakin, Tuhan akan ikut senang dengan tindakan kebaikan yang mereka lakukan. Karena mereka sudah menjadi perantara Tuhan untuk melepaskan namaNya yang selalu dijual oleh para pelaku kekerasan.

Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah kesadaran diri sendiri untuk tidak menjadi pelakunya, korbannya dan melindungi orang-orang disekitar kita untuk tidak menjadi pelaku dan atau korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun