Mohon tunggu...
Putri Hardiyanti Rusmana
Putri Hardiyanti Rusmana Mohon Tunggu... Jurnalis - Warga negara Indonesia

Contentwriter dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyambut Pengumuman Kabinet Jokowi-Amin, Menteri Profesional atau Menteri Politik?

22 Oktober 2019   14:10 Diperbarui: 22 Oktober 2019   14:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas resmi dilantik pada Minggu, 20 Oktober 2019 kemarin, Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2019-2024, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin sekarang sedang disibukan dengan pemilihan menteri yang akan masuk dalam jajaran kabinetnya. Pemilihan menteri-menteri ini menjadi salah satu keputusan yang menarik dan ditunggu-tunggu oleh publik. Bagaimanapun kualitas pemerintahan Jokowi-Amin akan tampak dari bagaimana dan siapa Menteri yang akan mereka libatkan dalam kabinet kerjanya.

Pada periode pertama (2014-2019), Jokowi-JK mampu membuat publik terkesima dengan banyak menghadirkan menteri-menteri dari jajaran profesional sebagaimana janji kampanye yang dibawa oleh Presiden Jokowi pada pemilu 2014. Hadirnya jajaran menteri dari kalangan profesional ini menciptakan harapan yang baik ditengah masyarakat. Karena, yang akan menangani bidang tersebut adalah orang yang memang memiliki kemampuan dan dianggap mumpuni dalam bidang tersebut. (kompas.com) Sebut saja salah satunya adalah Anies Baswedan yang terkenal memiliki perhatian yang tinggi terhadap masalah pendidikan dan diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Namun sayang, ditengah perjalanan, Pak Jokowi melakukan manuver reshuffle kabinet yang banyak menghadirkan menteri-menteri dari perwakilan Partai Politik (detik.com). Pilihan tersebut banyak menuai komentar dari publik tentang kualitas dan kemampuan menteri-menteri parwakilan partai politik. Kekhawatiran dari pelibatan menteri dari perwakilan partai politik adalah adanya dualisme kepentingan, antara membawa kepentingan Presiden dan kepentingan kelompoknya. Serta, ketidakmampuan dari Menteri-menteri tersebut untuk mengelola bidang yang ditunjuk kepadanya. Karena, orientasi dari penempatan menteri-menteri tersebut bukan pada indikator kualitas dan kemampuan perorangnya, namun lebih pada hutang budi politik. Sebenarnya wajar juga Pak Jokowi melakukan manuver tersebut, mungkin untuk menyambut dan menghimpun kekuatan menuju Pilpres 2019.

Pada periode ke II ini, sebagaimana yang kita ketahui sebagai masa terakhir Pak Jokowi memimpin karena tahun depan tidak dapat mengikuti Pilpres kembali. Saya berharap, Jokowi-Amin dapat terlepas dari "bagi-bagi kekuasaan"  dengan partai-partai pengusung atau partai yang saat ini merapat ke pemerintahan Jokowi-Amin. Sehingga, pemilihan Menteri yang dilakukan oleh Jokowi-Amin dapat berorientasi pada kelayakan sebagaimana pernyataan Jokowi pada pasca memenangkan Pilpres 2019.

"Kabinet sudah final. Komposisi 45 parpol, 55 profesional," ujar Jokowi dalam pertemuan Dewan Pemimpin Redaksi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (14/8). (cnnindonesia.com).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun