Ketika perjalanan jauh dan melelahkan, hal pertama yang dilakukan oleh seorang manusia adalah pulang. Kemana? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pulang diartikan sebagai pergi ke rumah. Apa itu rumah? Bagi penulis, rumah adalah tempat dimana kita menjadi diri sendiri, tempat dimana kita merasa aman, tempat dimana kita merasa nyaman, dan tempat dimana kita merasa dimanusiakan. Hanya di rumah, kita dapat mengekspresikan diri sebebas mungkin tanpa perlu takut terhakimi. Hanya di rumah, kita menjadi manusia yang dimanusiakan. Menangis, marah, senang, bahagia, kecewa, waspada, takut, cemas, semangat, semua merupakan bentuk ekspresi dari manusia. Hanya di rumah, semua ekspresi tersebut mampu dinormalisasi karena manusia berhak untuk mengekspresikan diri.Â
Berdasarkan salah satu buku yang pernah penulis baca, terdapat kutipan bahwa rumah tidak melulu soal bangunan. Rumah dapat diartikan sebagai seseorang. Seseorang untuk pulang pasca perjalanan panjang. Penulis tidak setuju namun ada hal yang disetujui. Rumah haruslah statis, sementara orang adalah dinamis. Semua orang berubah, semua orang berproses. Sebuah rumah tidak boleh berubah. Rumah haruslah tetap. Disaat butuh tempat untuk pulang, rumah harus berbentuk utuh tanpa mengalami perubahan. Ketidaksetujuan penulis terletak pada poin menjadikan orang lain sebagai rumah. Tidak ada yang menjamin ke-statis-an seseorang. Jikalau menjadikan seseorang sebagai rumah, pada saat ingin pulang namun rumah itu sudah tidaklah sama, bukankah terasa tidak nyaman? Sementara rumah haruslah tempat yang nyaman.Â
Hal yang disetujui penulis adalah tentang rumah tidak melulu tentang bangunan. Rumah terbaik untuk pulang adalah diri sendiri. Bertumpu pada orang lain merupakan bentuk kesia-siaan. Pulanglah pulang kepada diri sendiri. Hanya diri sendiri yang mampu menerima segala keluh kesah tanpa menyudutkan. Hanya diri sendiri yang mampu menerima ekspresi tanpa menyalahkan. Hanya diri sendiri yang mampu menjadi tempat tanpa mengalami perubahan. Rumah yang nyaman, rumah yang aman, rumah yang tidak akan pernah meninggalkan, rumah itu adalah diri sendiri.Â
Tanpa bermaksud menggurui, penulis hendak mengajak untuk segera pulang ke diri sendiri. Berhenti menjadikan orang lain sebagai tempat pulang. Mari belajar menjadi manusia yang memanusiakan diri sendiri. Bukan egois, ini adalah bentuk upaya penyelamatan diri dari kehilangan rumah. Jangan jadi tunawisma.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H