Pendidikan berbasis keragaman budaya pada Kesempatan lain sering disebut pendidikan Multikultural, multibudaya, bahkan ada juga menyebutnya interkultural meski yang trakhir ini berbeda konsepnya (lihat Tilaar, 200). Rece (2011) menyatakan bahawa pendidikan multikultural yang terjadi di inggris (perlu diingat bahwa pendidikan multikultural berkembang terlebih dahulu di Amerika) di arahkan pada terjadinya asimilasi dan integrasi.
 Diskusi tentang ubungan Bahasa dan Kebudayaan perlu mendapatkan porsi tersendiri dalam melalukan posisi Bahasa dalam kaitannya dengan pendidikan berbasis keragaman budaya. Telah banyak ahli Bahasa yang membicarakan kaitan Bahasa dan kebudayaan, dan ada pula yang mengaitkan Bahasa, kebudayaan, dan pikiran. Topik kaitan antara Bahasa dan kebudayaan dapat dilihat pada tulisan para ahli Bahasa, seperti Steinberg (1982), Samsuri (1985), Alwasilah (1985), Hakuta (1986), Trugil (1987), Yule (1990), Hudsin (1991). Struktur otak manusia memang berbeda dengan struktur otak makhluk yang lain. Otak manusia dapat digunakan untuk berpikir, dan saran untuk berpikir salah satunya berupa Bahasa.
 Kebudayaan yang dalam beberapa sumber dipandang hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat, yang dalam perkembangannya termasuk proses/kegiatan berolah cipta, rasa dan karsa yang berarti pula melibatkan pikiran atau akal budi secara garis besar dapat dibedakan menjadi kebudayaan material dan kebudayaan spiritual (Soemardjan dan Soemardi, 1964: 113; Samsuri, 1985: 8). Melalui kemampuan ciptanya manusia memanfaatkan kemampuan mental dan berpikir sehingga menghasilkan pengetahuan. Melalui kemampuan rasanya manusia menciptakan norma dan nilai kemasyarakatan demi kemaslakatan masyarakat itu sendiri.
Representasi suatu Bahasa dapat hakikatnya berupa kegiatan pemakaian Bahasa itu sendiri oleh komunitasnya dalam berbagai keperluan. Nilai Bahasa terletak pada makna yang disimbolkan oleh satu Bahasa. Kebudayaan dapat diakui bila vitalitas Bahasa terletak pada kemampuan Bahasa. Dari ilustrasi singkat tersebut dapat dikuatkan adanya kaitan antara Bahasa dan kebudayaan Bahasa sebagai bagian dari budaya dan sebagai wahana kebudayaan. Dari Bahasa seseorang dapat di tebak budanyaanya, nilai yang dianutnya, atau keyakinan agama dianutnya.EKSISTENSI BAHASA INDONESIA
DALAM PENDIDIKAN BERBASIS KERAGAMAN BUDAYA
Pendidikan berbasis keragaman budaya pada Kesempatan lain sering disebut pendidikan Multikultural, multibudaya, bahkan ada juga menyebutnya interkultural meski yang trakhir ini berbeda konsepnya (lihat Tilaar, 200). Rece (2011) menyatakan bahawa pendidikan multikultural yang terjadi di inggris (perlu diingat bahwa pendidikan multikultural berkembang terlebih dahulu di Amerika) di arahkan pada terjadinya asimilasi dan integrasi.
 Diskusi tentang ubungan Bahasa dan Kebudayaan perlu mendapatkan porsi tersendiri dalam melalukan posisi Bahasa dalam kaitannya dengan pendidikan berbasis keragaman budaya. Telah banyak ahli Bahasa yang membicarakan kaitan Bahasa dan kebudayaan, dan ada pula yang mengaitkan Bahasa, kebudayaan, dan pikiran. Topik kaitan antara Bahasa dan kebudayaan dapat dilihat pada tulisan para ahli Bahasa, seperti Steinberg (1982), Samsuri (1985), Alwasilah (1985), Hakuta (1986), Trugil (1987), Yule (1990), Hudsin (1991). Struktur otak manusia memang berbeda dengan struktur otak makhluk yang lain. Otak manusia dapat digunakan untuk berpikir, dan saran untuk berpikir salah satunya berupa Bahasa.
 Kebudayaan yang dalam beberapa sumber dipandang hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat, yang dalam perkembangannya termasuk proses/kegiatan berolah cipta, rasa dan karsa yang berarti pula melibatkan pikiran atau akal budi secara garis besar dapat dibedakan menjadi kebudayaan material dan kebudayaan spiritual (Soemardjan dan Soemardi, 1964: 113; Samsuri, 1985: 8). Melalui kemampuan ciptanya manusia memanfaatkan kemampuan mental dan berpikir sehingga menghasilkan pengetahuan. Melalui kemampuan rasanya manusia menciptakan norma dan nilai kemasyarakatan demi kemaslakatan masyarakat itu sendiri.
Representasi suatu Bahasa dapat hakikatnya berupa kegiatan pemakaian Bahasa itu sendiri oleh komunitasnya dalam berbagai keperluan. Nilai Bahasa terletak pada makna yang disimbolkan oleh satu Bahasa. Kebudayaan dapat diakui bila vitalitas Bahasa terletak pada kemampuan Bahasa. Dari ilustrasi singkat tersebut dapat dikuatkan adanya kaitan antara Bahasa dan kebudayaan Bahasa sebagai bagian dari budaya dan sebagai wahana kebudayaan. Dari Bahasa seseorang dapat di tebak budanyaanya, nilai yang dianutnya, atau keyakinan agama dianutnya.EKSISTENSI BAHASA INDONESIA
DALAM PENDIDIKAN BERBASIS KERAGAMAN BUDAYA
Pendidikan berbasis keragaman budaya pada Kesempatan lain sering disebut pendidikan Multikultural, multibudaya, bahkan ada juga menyebutnya interkultural meski yang trakhir ini berbeda konsepnya (lihat Tilaar, 200). Rece (2011) menyatakan bahawa pendidikan multikultural yang terjadi di inggris (perlu diingat bahwa pendidikan multikultural berkembang terlebih dahulu di Amerika) di arahkan pada terjadinya asimilasi dan integrasi.