Pendidikan merupakan sarana edukasi yang diciptakan untuk mendidik dan mengembangkan kompetensi para generasi demi melahirkan generasi yang berkompeten dan berbakat untuk menjadikan suatu bangsa lebih maju lagi. Setiap negara memiliki standarisasi pendidikan dan sistem pembelajaran yang berbeda-beda, sehingga negara dengan sistem pendidikan terbaik biasanya sering dijadikan kiblat pendidikan didunia. Dan inilah yang kini tengah dilakukan bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa yang besar dengan populasi penduduk terbesar ke-4 didunia sebanyak 260 juta jiwa berdasarkan data The World Factbook milik Central Intelligence Agency pada tahun 2017, Indonesia memiliki sistem pendidikan yang tidak tetap. Hampir di setiap pergantian periode pemerintahan, pemerintah Indonesia selalu melakukan penambahan, penghapusan maupun revisi secara total dalam dunia pendidikan. Sistem pendidikan Indonesia yang selalu mengalami revisi menjadi tekanan tersendiri bagi para pelaku pendidikan khususnya siswa dan guru.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia mewajibkan " wajib belajar 12 tahun" itu artinya pemerintah menegaskan bahwa standar pendidikan di indonesia minimal adalah SMA, meskipun kenyataanya tidak begitu. Faktanya persentase masyarakat yang mengenyam pendidikan sampai bangku SMA hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta  lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang putus sekolah dijenjang SMP, SD maupun yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Dan fakta ini merupakan pekerjaan rumah yang besar untuk pemerintah Indonesia yang membutuhkan cara alternatif untuk mengatasinya.
Pada 16 Januari 2017, World Economic Forum (WEF) meluncurkan laporan yang berisi tentang tingkat pertumbuhan dan perkembangan inklusif atau IDI (Inclusive Development Index) yang mencakup 109 negara di dunia. Tercatat bahwa Indonesia menempati posisi ke-108 di dunia dengan skor 0,603 dibawah negeri jiran Malaysia dan Singapura. Dalam laporan tersebut mengatakan bahwa hanya sebanyak 44% penduduk menuntaskan pendidikan menengah. Sementara sekitar 11% siswa gagal menuntaskan pendidikan alias keluar dati sekolah.
Nadiem Anwar Makariem selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Â juga tengah gencar melakukan pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia dengan cara melakukan perevisian maupun penghapusan terhadap beberapa program kebijakan dalam pendidikan yang dianggap kurang efektif dan efisien, serta memberatkan bagi para pelaku pendidikan, terutama siswa dan guru. Kebijakan ini juga dilakukan guna mewujudkan program pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wapresnya K.H Ma'ruf Amin. Pada tanggal 11 Desember 2019, Nadiem Makariem resmi mengumumkan program kebijakan pendidikan yang dinilai mampu mendongkrak pendidikan tanah air.
Setidaknya ada empat program kebijakan pokok yang ditetapkan oleh Kemdikbud yang dikenal dengan Program Kerja "Merdeka Belajar". Program Merdeka Belajar ini meliputi tentang USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional), UN (Ujian Nasional), RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan PPDB (Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru) Zonasi. Program ini dibuat berdasarkan fakta dilapangan yang membuktikan bahwa pendidikan di negeri ini butuh perubahan.
Untuk penyelenggaraan USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) hanya akan diselenggarakan oleh pihak sekolah. Sistem penilaiannya dapat berbentuk tes tulis atau penilaian yang lebih komprehensif, seperti tugas portofolio atau penugasan yang berupa karya tulis dan kerja kelompok.Â
Selanjutnya, penghapusan UN (Ujian Nasional) yang akan diberlakukan pada 2021 mendatang. itu artinya, UN tahun ini adalah UN terakhir dan Akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan literasi, kemampuan numerasi, dan penguatan pendidikan karakter. Ketiga penilaian ini yang nantinya akan dihadapkan kepada para siswa kelas 4 SD, siswa kelas 2 SMP dan siswa kelas 2 SMA sebagai alat ukur untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Kemudian dalam penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang isinya berupa tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen akan disederhanakan sehingga guru bebas untuk memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP Agar lebih efisien. Selain itu, guru juga lebih leluasa dalam menyampaikan materi kepada siswa, sebab penyusunan RPP yang telah disederhakan akan memerlukan waktu yang lebih sedikit dari sebelumnya dalam pengerjaannya.Â
Dan yang terakhir ialah  Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dalam PPDB tersebut tetap menggunakan sistem zonasi. Akan tetapi, persentasi untuk sistem zonasi sebesar 50%, jalur afirmasi ( Pemegang KIP) sebesar 15%, dan jalur perpindahan sebesar 5% saja. Sementara itu, untuk Persentase sisa sebesar 30% digunakan untuk jalur prestasi dan disesuaikan dengan kondisi daerahnya
Disamping Proker "Merdeka Belajar", peningkatan kualitas pengajar juga perlu dilakukan. Hal ini dialkukan guna mencetak bibit unggul yang mampu berkompetisi di tingkat nasional maupun internasional. Oleh sebab itu, setiap guru harus memiliki teknik pengajaran yang lebih efektif sehingga para siswa lebih mudah menangkap materi pembelajaran. Dan sebagai apresiasinya, pemerintah semestinya memberikan penghargaan dan insentif tambahan kepada mereka yang berjasa dalam membentuk karakter sebuah bangsa.