Madrasah-madasah ini mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan modernisasi pendidikan yang dilakukan oleh Kementerian Agama apalagi setelah masyarakat beralih ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang mulai berdiri pada tahun 1975[18] dan dari keempat madrasah tersebut, yaitu madrasah Nurul Islam nyaris hampir tutup[19] dan sekarang madrasah ini dioperasikan menggunakan sistem pendidikan formal dengan jenjang pendidikian TK dan SD serta dijadikan sebagai tempat mengaji sore anak-anak sekitar.[20]Â
Selain keempat madrasah tersebut, di Seberang Kota Jambi juga berdiri madrasah As'ad yang di pelopori oleh K.H. Abdul Qodir Ibrahim yang tidak lain merupakan mantan pemimpin madrasah Nurul Iman. Dengan berdirinya madrasah ini, beliau lebih leluasa mengembangkan ide pembaharuan pendidikan sehingga pengaruh modernisasi pendidikan paling dominan di madrasah ini. Madrasah As'ad lebih terbuka dan progresif serta lebih tanggap dalam mengadopsi kurikulum pendidikan yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama. Selain itu, Guru Abdul Qodir juga memiliki hubungan yang baik dengan pemerintah sehingga dapat dengan cepat menyerap perubahan yang terdapat di sistem pendidikan nasional.Â
Lembaga-lembaga pendidikan tersebut yang awalnya merupakan madrasah kemudian berubah nama menjadi pesantren yang mulai berkembang tahun 1980-an dimana hal tersebut sesuai dengan kebijakan dari mudirnya masing-masing. Madrasah di Jambi sendiri mempunyai sistem kurikulum yang hampir sama dengan yang ada di Jawa, yang membedakannya hanya penyebutan tokoh kiyai yang di panggil sebagai Tuan Guru.
PENUTUP
Lembaga pendidikan Islam di Jambi pada awalnya di kenal dengan nama madrasah kemudian berubah menjadi pesantren. Akan tetapi jauh sebelum mengenal adanya lembaga pendidikan berupa madrasah seperti sekarang ini, masyarakat Jambi khususnya masyarakat Seberang Kota Jambi sudah  mengenal tempat belajar yang disebut Langgar Putih, Maktab dan madrasah buluh.
Di tempat-tempat tersebut, seperti langgar putih  selain di jadikan sebagai tempat beribadah juga sebagai tempat masyarakat masyarakat untuk menuntuk ilmu khususnya mengenai Islam.  Adapun pengajaran yang diberikan masih berupa hal-hal dasar tentang Islam seperti tata cara shalat atau praktek ibadah dan cara membaca Al-Qur'an dengan sistem halaqah.Â
Kemudian setelah berdirinya Perukunan Tsamaratul Insan pada tahun 1915 yang dipelopori oleh para ulama yang merupakan murid-murid dari H. A. Majid yang telah menyelesaikan pendidikannya di Mekkah, maka pendidikan yang awalnya masih bersifat tradisional mulai mengalami perkembangan dan modernisasi. Â Perukunan Tsamaratul Insan mulai mendirikan empat madrasah pokok yang akhirnya menjadi acuan bagi madrasah-madarasah lain yang ada di Jambi. Â Keempat madarasah yang didirikan secara berturut-turut pada tahun 1915 dan 1916 tersebut ialah madrasah Nurul Iman yang merupakan madrasah pertama yang didirikan, madrasah Nurul Islam, madrasah Saadatuddarein dan kemudian madrasah al-Jauharen pada tahun 1923.
Setelah mendirikan madrasah-madrasah tersebut, upaya pembaharuan pun mulai dilaksanakan meskipun sempat terhambat izin dari  pihak kolonial Belanda yang saat itu telah menguasai Jambi. Pembaharuan di mulai dari sistem pendidikan dan kurikulum yang di pakai seperti adanya penjenjangan atau pembagian kelas, menambah beberapa mata pelajaran umum dan lain sebagainya.
Salah satu tokoh yang terkenal dengan ide pembaharuan dan modernisasinya di bidang pendidikan Islam ialah K.H. Abdul Qodir Ibrahim. Beliau merupakan pendiri madrasah As'ad sekaligus mantan mudir di madrasah Nurul Iman. Abdul Qodir merupakan tokoh modernisasi pendidikan yang menggagas pendidikan bagi kaum perempuan.
Keempat madrasah yang terkenal akan eksistensi di masa lalu ini mulai mengalami kemunduran setelah Kementerian Agama aktif melakukan penataan ulang terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam dengan adanya penyesuaian terhadap kurikulum modern. Madrasah-madrasah induk yang awalnya sudah memasukkan beberapa mata pelajaran umum di kurikulumnya menunjukkan ketidakseriusannya dalam mempelajari pelajaran tersebut. Mata pelajaran tersebut hanya dijadikan sebagai mata pelajaran lintas minat sehingga tidak wajib untuk mempelajarinya.
Secara perlahan juga madrasah mengalami krisis penerimaan murid dimana masyarakat sekitar lebih memilih untuk memasukkan anaknya ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang mulai berdiri pada tahun 1975. Akibat kemunduran dan krisis tersebut salah satu dari empat madrasah itu akhirnya tutup dan tiga lainnya masih aktif samoai sekarang meskipun tidak se eksisis masa lalunya.