Mohon tunggu...
Putri Maulidiyah Wardani
Putri Maulidiyah Wardani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Halo saya mahasiswa ilmu sejarah dari Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Masalah Perkembangan Kecerdasan Buatan (AI) dalam Dunia Seni

19 Juni 2024   12:16 Diperbarui: 19 Juni 2024   12:34 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini banyak aplikasi ataupun web mulai menyediakan fitur-fitur AI di platform mereka, salah satunya adalah fitur gambar AI. Ada beberapa cara menghasilkan gambar dari AI seperti menulis prompt atau dengan gambar biasa yang nantinya akan diubah menjadi gambar dengan style tertentu. Fitur ini mudah diakses dan dilakukan sehingga orang-orang mulai banyak yang menggunakan fitur gambar AI ini bahkan beberapa dari mereka menjual hasil dari gambar AI, tapi gambar AI sendiri masih belum memiliki hak cipta yang jelas dan masih banyak diperdebatkan terutama oleh seniman.

Pada bulan Januari di Amerika, 3 perusahaan AI (tability AI, Midjourney, dan DeviantArt) digugat oleh seniman karena menggunakan karya mereka tanpa izin untuk melatih mesin AI dalam pembuatan gambar AI, namun perusahaan-perusahaan tersebut menolak gugatan tersebut dengan alasan para seniman tersebut tidak dapat membuktikan bahwa mereka menggunakan karya seniman lain terutama karya dengan hak cipta mereka, para perusahaan mengatakan bahwa gambar AI tidak mirip dengan gambar para seniman dan gugatan tersebut tidak mencantumkan gambar tertentu yang diduga disalahgunakan. 

Akan tetapi masih banyak seniman yang menyuarakan dan berusaha menggugat perusahaan AI atas pelanggaran hak cipta, salah satu seniman bernama Sarah Andersen mengatakan "pemberian hak cipta untuk karya AI akan melegitimasi pencurian". Sedangkan di jepang sendiri terdapat undang-undang tertentu untuk penggunaan karya sebagai tahap pembelajaran AI, salah satunya adalah pasal 30-4 Undang-Undang Hak Cipta yang mengizinkan penggunaan suatu karya berhak cipta tanpa izin dari pemegang hak cipta sepanjang dianggap perlu, dengan ketentuan bahwa tujuannya bukan untuk diri sendiri atau orang lain untuk "menikmati" pikiran dan perasaan yang diungkapkan.

Penggunaan karya seniman untuk melatih mesin AI sudah sering dibahas dan diperdebatkan, sedangkan di beberapa negara masih banyak yang belum memberikan kejelasan hak cipta karya karya yang dipakai untuk pembelajaran AI, masalahnya tidak jarang juga ditemukan orang-orang yang mengkomersialkan hasil AI dan di Indonesia sendiri masih belum ada tindakan pasti untuk masalah ini sehingga masih banyak menimbulkan perdebatan dan mengancam profesi seniman di Indonesia. 

Banyak orang yang mulai menggunakan AI dibandingkan menggunakan jasa seniman untuk menghasilkan sebuah gambar karena dinilai lebih mudah dan tidak mengeluarkan biaya yang banyak bahkan terdapat juga yang gratis, hal ini membuat seniman Indonesia merasa profesi mereka terancam dan mulai menyuarakan penolakan mereka terhadap gambar AI dengan tagar #TolakGambarAI.

Tapi menggunakan AI juga menghasilkan kebiasaan instan, sudah banyak orang yang menggunakan AI untuk mencari jawaban soal tanpa mencoba membaca-baca terlebih dahulu, selain itu menggunakan AI juga belum tentu benar karena masih sering terjadi masalah analisis dan ketidakjelasan data yang didapatkan sehingga sangat tidak disarankan menggunakan AI. Di gambar AI juga masih sering ditemukan kekurangan seperti kurang detail, anatomi yang kurang pas, gambar yang terkesan kosong dan tidak hidup, style dan wajah yang mirip semua, dan masih banyak lagi.

Perdebatan tentang gambar AI ini mulai semakin meresahkan seniman ketika terdapat kampanye politik di Indonesia yang menggunakan gambar AI, hal ini tentu membuat seniman takut dan marah karena AI sendiri masih tidak mempunyai kejelasan hak cipta dan menganggap mereka tidak menghargai adanya seniman di Indonesia. Ketidakpedulian masyarakat tentang gambar AI ini semakin meresahkan dari menjual gambar AI dengan harga jual pasar yang mahal, padahal dalam pembuatannya gambar AI tidak dikenakan biaya sama sekali.

Lalu, bagaimana apakah nanti para seniman akan kalah dengan AI dan mulai kehilangan pekerjaan mereka? Masih belum tentu, karena tidak sedikit juga masyarakat yang masih menghargai karya seni asli buatan manusia dibandingkan buatan kecerdasan buatan, namun tetap saja penggunaan AI untuk menghasilkan sebuah gambar juga tetap mengancam profesi seniman karena merasa AI jauh lebih murah dibandingkan menggunakan jasa seniman.

Seharusnya di setiap negara mempunyai undang-undang yang membahas tentang penculikan karya seniman untuk pembelajaran mesin AI dan perlindungan hak-hak pencipta, lalu adanya transparansi untuk mekanisme AI dalam menghasilkan gambar AI sehingga tidak menimbulkan banyak perdebatan. Dan sudah seharusnya juga kita mendukung seniman lokal dengan membeli karya atau menggunakan jasa mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun