Mohon tunggu...
Putri Nur Khomsatul Jannah
Putri Nur Khomsatul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meningkatkan Kesadaran dan Keamanan pada Anak Usia Dini dengan Belajar dari Tragedi Balita di Jakarta

13 Desember 2023   15:00 Diperbarui: 8 Agustus 2024   20:47 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berdasarkan tindakan kekerasan tragis terhadap seorang balita berinisial APN (2) meninggal setelah dianiaya Nurwita Kurniastusti (20), yang merupakan ibu kandungnya sendiri. Kejadian tersebut terjadi di Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Pada akhirnya menyebabkan kehilangan nyawa pada balita tersebut.  Kepada polisi, Nurwita mengaku, selama sepekan sebelum APN meninggal, ia kerap mencubit, menampar, dan menendang APN. Puncaknya, Nurwita membanting APN ke lantai hingga mengakibatkan putrinya mengalami luka serius. Kesal karena putrinya tetap menangis, padahal anak sering menangis karena mengalami rasa sakit, ketakutan, atau stres yang diakibatkan oleh tindakan kekerasan yang ia alami dari ibunya. Menangis adalah cara umum bagi anak untuk mengekspresikan ketidaknyamanan atau kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi. Nurwita kemudian mencekik APN hingga membuat buah hatinya tewas. Setelah melakukan tindakan keji, keesokan harinya Nurwita lantas membawa jasad APN ke rumah nenek APN, di Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, dan mengatakan, APN meninggal akibat kecelakaan. Warga yang tengah memandikan jasad APN merasa curiga dengan adanya luka lebam di sekujur tubuh balita naas itu. Kemudian, warga pun melaporkannya kepada polisi sehingga akhirnya diketahui bahwa APN tewas akibat dianianya Nurwita. Atas perbuatannya, Nurwita turut dijerat Pasal 76C Juncto 80 Ayat 3 ayat 4 UU Nomor 35/2014 tentang perubahan UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 338 KUHP. Saat ini, Nurwita mendekam di Polres Metro Jakarta Timur dan terancam hukuman pidana 20 tahun penjara.

Adapun teori perkembangan yang sesuai adalah teori perkembangan sosial menurut Sigmund Freud perilaku yang dilakukan oleh Nurwita sebagai pelaku yang membanting anak balitanya hingga mengalami kematian dapat dilihat dari beberapa perspektif. Freud mengemukakan beberapa konsep yang relevan dalam menjelaskan perilaku manusia, seperti struktur kepribadian,  dan konflik internal. Superego adalah bagian yang internalisasi aturan moral dan nilai-nilai sosial. Dalam kasus Nurwita, konflik internal antara id, ego, dan superego bisa menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku yang ekstrem. Freud percaya bahwa konflik internal antara dorongan-dorongan tak sadar dan tekanan sosial dapat mempengaruhi perilaku manusia. Perilaku yang ekstrem seperti membanting anak hingga menyebabkan kematian bisa saja merupakan hasil dari konflik internal yang tidak terkelola dengan baik. Sedangkan dari sisi anak balita (korban) ketika sering menangis, hal itu dapat terkait dengan egosentrismenya pada tahap pra - operasional. Balita berusia 2 tahun tentunya kesulitan mengungkapkan kebutuhan dan perasaan atau memahami perspektif dan perasaan orang lain. Mereka lebih fokus pada kebutuhan diri sendiri atau tidak memiliki kemampuan yang matang untuk memahami dan mengelola emosi mereka dengan cara yang lebih baik dan instan selain dengan menangis.

Maka dari itulah, alternatif solusi dari sisi ibu korban (pelaku) adanya penegakkan hukum yang tegas sangat penting untuk melanjutkan proses hukum terhadap Nurwita sesuai dengan hukum yang berlaku. Nurwita harus dituntut secara adil dan diberikan hukuman yang setimpal dengan kejahatannya. Upaya tersebut harus dilakukan guna memastikan bahwa penyelidikan dan proses peradilan dilakukan dengan cermat dan akurat. Dan ibu tersebut (pelaku)  juga memerlukan bantuan professional untuk menangani kemarahan dan kekerasan yang tidak terkontrol.  Dengan adanya terapi individu yang melibatkan terapis yang terlatih dalam perkembangan psikososial anak dapat membantu Nurwita memahami dan mengatasi konflik internal dan stress yang kemungkinan dia alami. Terapi ini juga dapat membantu Nurwita mengembangkan penanganan emosi yang sehat dan menghindari tindakan kekerasan di masa depan. Keluarga juga dapat membantu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi Nurwita. Program sosial yang melibatkan dukungan kelompok, konseling kelompok, dan kegiatan sosial positif dapat membantu Nurwita, untuk kembali berinteraksi dan berpartisipasi dalam masyarakat. Dukungan sosial yang kuat juga dapat membantu mengurangi risiko terulangnya perilaku kekerasan di masa depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun