Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum di Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pinjaman Online dalam Hukum Perdata

18 April 2023   02:52 Diperbarui: 20 April 2023   04:41 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Financial Technology merupakan salah satu alternatif teknologi yang memudahkan transaksi pinjaman yang bisa dilakukan secara online. Praktik bisnis pinjaman online tersebut berbasis Peertopeerlending (P2PL). P2PL sendiri merupakan platform yang mempertemukan lender dan borrower. Keberadaan aplikasi pinjaman secara online berbasis Peertopeerlending sah secara hukum yang diatur melalui POJK o.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjaman sebuah uang yang berbasis pada bidang teknologi lnformasi. Walau sudah memiliki regulasi, namun masih ada kekosongan hukum pada peraturan tersebut. Kekosongan hukum tersebut diberikan manfaat oleh pihak yang ingin mendapat sebuah keuntungan yang lebih banyak dengan memakai cara yang tidak sesuai. Pada kasus pinjaman online, pemenuhan keempat syarat sah suatu perjanjian sesuai KUH Perdata pada dasarnya sama dengan perjanjian konvensional. Akan tetapi dalam hal pembuktian akan lebih sulit karena pihak yang berikatan melakukan perjanjian tanpa melalui interaksi langsung.

Perjanjian konvensional dipersepsikan sebagai perjanjian yang dilakukan atas bukti berupa surat perjanjian berbentuk sebuah kertas yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang sudah melakukan perjanjian. Adapun syarat dan ketentuan sahnya suatu perjanjian mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata, yang mana pada ketentuan pasal tersebut menyebutkan terdapat empat syarat sahnya suatu perjanjian konvensional yaitu terdapat kesepakatan, dilakukan oleh subjek hukum yang cakap, terdapat suatu sebab tertentu, dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang. Perjanjian konvensional memerlukan pertemuan antara kedua belah pihak atau melalui perantara. Karena dalam penandatanganan wajib untuk dilakukan secara langsung. Hal ini pula  yang menjadi kekurangan dari perjanjian konvensional karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Berbeda dengan ketersediaan teknologi informasi maka pelaksanaan perjanjian tersebut bisa dilakukan dengan fasilitas media elektronik engan menggunakan syarat keabsahan dan bukti perjanjian yang sama dengan perjanjian pada umumnya.

Perjanjian pinjaman online tidak mempertemukan pihak yang melakukan perjanjian tetapi pihak dari pemberi pinjaman dan penerima pinjaman akan dihubungkan oleh penyelenggara pinjaman secara online. Sehingga segala bentuk bukti dan jaminan yang digunakan diberikan secara elektronik. Berdasarkan hal tersebut potensi dalam perjanjian pinjaman secara online memiliki risiko lebih besar untuk menimbulkan masalah sengketa. Terdapat sanksi yang diberikan terhadap pihak-pihak yang melakukan wanprestasi terhadap perjanjian yang melakukan kesepakatan. Oleh karenanya kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian online wajib untuk menaati peraturan yang berlaku. Jadi apabila ditinjau secara hukum maka perjanjian online sah karena memiliki dalam KUH Perdata khususnya pada Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata mengenai perjanjian. Adapun berkaitan dengan keabsahan bukti-bukti yang digunakan mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Pasal 5 tentang informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik. Terkait mekanisme dari pelaksanaan perjanjian pinjaman dan pihak-pihak yang terlibat diatur melalui Peraturan OJK Nomor 77/POJK/2016 tentang Layanan sebuah Pinjaman dalam bentuk uang berbasis sebuah Teknologi lnformasi.

Untuk menghindari terjadinya kerugian yang menimpa kedua belah pihak pelaksana perjanjian pinjaman online berbasis Financial Technology maka perlu sebuah konsep perlindungan hukum terhadap kedua belah pihak yang melaksanakan perjanjian pinjaman tersebut. Sesuai ketentuan Pasal 37 aturan OJK Nornor 77 /POJK .0I/2016 tentang layanan sebuah pinjaman berbentuk uang berbasis sebuah teknologi informasi menjelaskan bahwa apa bila keputusan penyelenggara merugikan kreditur maka penyelenggara dapat dikenakan sanksi yang diatur dalam ketentuan Pasal 47 aturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan sebuah Pinjaman dalam bentuk uang yang berbasis sebuah Teknologi lnformasi. Adapun bentuk sanksi yang diberikan yaitu sanksi dalam bentuk administratif. Sanksi JO administratif yang dapat diberikan kepada penyelenggara yang merugikan kreditur sesuai dengan ketentuan Pasal 47 POJ K. Perlindungan hukum kepada seorang kreditur berguna apabila terjadi kerugian yang menimpa kreditur akibat kelalaian dari penyelenggara pinjaman atau wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Kedua sengketa tersebut bisa diselesaikan dengan dua jalur yaitu yang melalui bidang pengadilan yang secara umumnya serta melalui jalur dari luar pengadilan dengan difasilitasi oleh Lembaga alternatif penyelesaian sengketa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun