Mohon tunggu...
Putri Tresna Vidiastuti
Putri Tresna Vidiastuti Mohon Tunggu... -

Ilmu dan Teknologi Pangan UNSOED.Bernapas, menulis, mencoba hal baru membuatku "hidup".

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Berbahasa, Berbudaya, dan Jatuh Cinta

20 September 2012   14:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:09 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Soekarno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan nya.”

Tapi, saya mempunyai ungkapan lain. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya”. 67 tahun Indonesia merdeka, bumi pertiwi bermanuver aktif menantang dunia. Wajah Indonesia sekarang amatlah berwarna. Di tengah permasalahan yang sedang dihadapi bangsa ini, konflik-konflik bilateral, dan isu-isu nasional tidak memudarkan rasa kagum saya terhadap Indonesia. Bahkan saya jatuh cinta dua kali dibuatnya. Kenapa demikian? Jawaban nya adalah karena budayanya. Budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Salah satu unsurbudaya adalah bahasa. Disebutkan pula dalam teks sumpah pemuda 28 Oktober 1928. “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.Sehingga Bhineka Tunggal Ika itu terasa amat indah, salah satu pemersatu bangsa ini adalah bahasa Indonesia.

Penggunaan Bahasa Indonesiayang baik dan benar belum teraplikasikan dengan sempurna ditengah maraknya penggunaan bahasa gaul yang bermacam-macam dewasa ini. Sedikit tercambuk dengan semua itu terlebih di kampus saya mengikuti Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Menulis berita dengan penggunaaan Bahasa Indonesia dan tanda baca yang baik dan benar merupakan suatu keharusan. Senior saya pun tak segan memberi Kamus Besar Bahasa Indonesia kepada saya. Mewacanakan kampus dan mengkampuskan wacana selalu jadi dasar kami membuat berita seputar kampus.

Lain lagi saat pembuatan majalah dengan reportase mendalam, pergi ke pelosok desa ataupun daerah, dan bertemu narasumber-narasumber penting. Tidak hanya menulis tetapi juga dituntut berkomunikasi dengan baik terlebih jika mewawancarai staf ahli ataupun instansi. Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang paling umum dimengerti selain bahasa daerah. Skill berbicara dan menulis menjadi ibarat seni. Kadang tulisan saya dipangkas sempurna oleh editor dan pemimpin redaksi. Namun semua hal itu mendorong saya untuk terus belajar penggunaan bahasa Indonesia yang baik , mengasah skill menulis dan berbicara.

Pengalaman tak terlupakan ketika saya bersambang ke negara Vietnam bulan Mei 2012 silam dalam rangka pertukaran budaya. Vietnam ibarat teman lama dengan Indonesia. Di masa silam kita pernah saling membantu. Nuansa khas Asia dan wajah ramah itu menyambut kami delegasi Indonesia dari ASEAN Youth Friendship Network(AYFN). Selama seminggu disana banyak hal yang membuat saya takjub dan semakin jatuh cinta terhadap Indonesia.

Kota yang saya kunjungi adalah Ho Chi Minh City. Ho Chi Minh City telah mengumumkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua secara resmi pada bulan Desember 2007. Bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diprioritaskan. ASEAN community 2015 nanti menjadi semakin dekat karena semakin disadarinya pemahaman lintas budaya dan persahabatan antar Negara itu sendiri.

University of Social Science and Humanities di kota Ho Chi Minh menjadi saksi pertama kali nya saya berinteraksi dengan pribumi menggunakan bahasa Indonesia khususnya dengan mahasiswa. Disana ada studi bahasa Indonesia dengan peminat yang cukup banyak. Lucu, spontan, dan jujur terdengar saat mereka berbicara bahasa Indonesia yang sangat baku dengan aksen yang terdengar masih mencari “kecocokannya”. Bahasa Inggris menjadi penolong yang mujarab untuk memperjelas maksud kami.

Setiap detik waktu menginginkan perlakuan yang berbeda, saat itu di kelas kami pergunakan untuk bertukar budaya. Hari-hari pertama delegasi Indonesia belajar bahasa Vietnam, budaya Vietnam, dan sejarah Vietnam. Kami juga mengajar bahasa Indonesia dan memberikan apresiasi kepada mahasiswa Vietnam dengan adanya hadiah bagi yang dapat merangkai kata atau menjawab pertanyaan dalam bahasa Indonesia. Hadiah itu berupa oleh-oleh kerajinan tangan khas Indonesia. Respon mereka sangat antusias walaupun ada yang menjawab benar maupun salah. Interaksi menjadi lebih hidup dengan kolaborasi nyanyian Indonesia dan Vietnam. Menangkap momen dan mengabadikannya dalam frame kehangatan menjadi awal yang sempurna. Puncak nya adalah ketika kami tampil pergelaran budaya di aula kampus dihadiri bapak dan ibu konsulat jenderal beserta jajarannya, rektor universitas beserta jajarannya, serta mahasiswa. Delegasi Indonesia menampilkan budaya Indonesia lewat tari tradisional, nyanyian tradisional dan modern serta peragaan busana daerah. Teman-temanVietnam pun demikian.

Malam menjemput membawa aroma khas ditengah hiruk pikuk kota. Berkesempatan mendapat undangan makan malam di Wisma Indonesia membawa kerinduan tersendiri. Merasai kembali hidangan Indonesia, keakraban yang tercipta, keramahan bapak konsulat jenderal beserta keluarga dan jajarannya, konsulat jenderal negara lain, serta bertemu mahasiswa Indonesia yang belajar di Vietnam. Malam panjang dengan obrolan bahasa Indonesia dan bahasa daerah mewarnai jalannya acara. Klimaksnya saat berkaraoke bersama menyanyikan lagu berbahasa Indonesia seperti lagu dangdut, lagu kenangan, dan lagu pop membuat ruangan gaduh, terengah-engah, sesak karena bahagia. Teman Vietnam pun tak luput menyumbangkan lagu berbahasa Indonesia dengan fasih. Tebak apa judul lagu nya? Lagu yang saya sangat suka juga. Ya lagu Ayat-ayat Cinta dan Si Jantung Hati sangat mereka sukai.

Udara pagi berhembus pelan menyibak hijab ini saat kaki menapaki pelataran katedral Notre Darme lalu menujuke pasar Ben Tanh  yang ramai. Kebanyakan turis dan pribumi mengira kami dari Malaysia. Sesekali menyapa kami dengan bahasa Malaysia yangterdengar aneh namun masih kami mengerti dari pedagang yang menawarkan dagangannya.

Sedikit penasaran kemudian saya mengunjungi salah satu toko buah tangan di pasar Ben Tanh. Pedagang hanya berkata “Murah kakak, silahkan lihat,mampirkakak, murah” ujarnya bersemangat. Saya tersenyum dan berkata “Saya dari Indonesia, bukan dari Malaysia. Negara kami sangat dekat.” Pedagang itu tersenyum dan membawa kalkulatornya,”Murah lah kakak” sambil mengangkat jarinya dan menghitung harga dengan campuran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Mereka hanya tahu Indonesia itu adalah Bali.

Transfer budaya dan ilmu tidak hanya saat berada disana tapi sepulang dari Indonesia komunikasi dua bangsa itu tetap terjadi. Misal hal-hal kecil namun sangat berguna. Facebook, Yahoo Messenger atau media sosial yang lain bisa jadi tempat pembelajaran. Juga lewat tulisan, nyanyian, maupun kesenian kita bisa saling belajar. Saya belajar bahasa mereka dan mereka juga belajar bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia mereka sangat baku dan susunan kalimatnya tidak beraturan. Saya mencoba membenarkan yang saya bisa. Saya juga belajar bahasa mereka dengan arti bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari. Selain itu kami berbagi pengalaman dan mengenal Negara masing-masing. People to people contact ternyata begitu menyenangkan. Apakah ada alasan untuk tidak jatuh cinta dua kali pada Indonesia?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun