Masa muda umur 17-21 tahunan ialah masa-masa yang menyenangkan, karena ketika kita muda kita melakukan apa saja bisa, mulai jalan-jalan, joging, rekreasi, dst. Sehingga membuat kita enggan untuk meninggalkan masa muda, karena kita menganggap kesenangan di masa muda akan berakhir jika sudah tua dan masa muda akan berakhir itu memang kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan. Tapi apakah benar kesenangan akan hilang jika sudah tua kayaknya perlu penelitian lebih lanjut.
Ditengah-tengah maraknya masa muda yang digunakan untuk bersenang-senang tersebut, ternyata ada beberapa orang-orang yang justru tidak menggunakannya sebagai ajang bersenang-senang, misalnya newton, albert einstein, dst. Kemudian kalau di indonesia ada chairul tanjung, dahlan iskan, dkk. Mereka justru sedikit menggunakan waktu tersebut untuk bersenang-senang, apakah ada yang salah dengan perilaku yang tidak menggunakan waktu bersenang-senang (rekreasi, jalan-jalan, nonton bioskop, dst) saat masa muda ? saya rasa tidak. Makna SENANG menurut KBBI adalah “Puas, Lega, Suka, Bahagia, Tanpa rasa susah dan tidak kecewa, dst” sehingga bersenang-senang adalah perilaku orang agar menjadi puas, lega, bahagia, dst. Oleh karena arti bersenang-senang demikian, maka berdampak pada pemaknaan puas, lega, suka, bahagia berbeda, dikarenakan standart senang itu dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan dia tentang makna senang, sehingga makna senang tidak baku ditiap orang.
Kemudian ada pertanyaan, apakah lantas perilaku untuk SENANG itu selalu benar ? ataukah ada yang salah ataukah justru selalu salah. Contoh perilaku yang tujuannya untuk senang misalnya ketika kita menemukan uang 50 ribu atau bahkan 100 ribu dijalan, kemudian kita mengambilnya karena membuat kita SENANG. Padahal jikalau uang tersebut diambil, maka pemiliknya bisa marah dan jikalau pemiliknya adalah orang yang miskin, dengan uang 50 ribu atau 100 ribu tersebut digunakan untuk beli beras, dan bahan untuk makan. Sehingga jikalau uang tersebut hilang maka yang terjadi ialah pemiliknya tidak bisa makan. Apakah perilaku mengambil uang itu benar ? Contoh lain yaitu orang minum miras, membuat SENANG tapi berdampak buruk bagi tubuh. Apakah perilaku minum miras tersebut benar ? tapi ada contoh lain yang justru perilaku tujuan SENANG mempunyai kebenaran yaitu ketika membeli JUS buah, karena alasan kesenangan. Apakah perilaku tersebut SALAH ?
Sehingga menjadikan SENANG sebagai standart perilaku itu ada yang benar dan ada yang salah. sehingga jikalau ada yang benar dan ada yang salah, apakah kita masih akan tetap menggunakan standart SENANG sebagai dasar berperilaku ataukah justru menggunakan standart yang lebih komprehensif sebagai standart berperilaku ? dan jikalau menggunakan standart yang lebih komprehensif, standart apa yang lebih komprehensif ?
SENANG digunakan sebagai standart berperilaku seperti yang dijelaskan EPICURUS memang benar adanya. Manusia hidup didunia ini tujuannya memang untuk mencari kesenangan, semua orang pasti sepakat yang demikian. Tapi seperti yang saya jelaskan diawal bahwa makna kesenangan tiap orang berbeda-beda, ada yang memaknai kesenangan itu secara material misalnya punya rumah besar, mobil banyak, uang banyak, dsb. Tapi ada juga yang memaknai kesenangan itu immateri bisa berupa perasaan misalnya kesenangan untuk menolong orang, membantu satu sama lain, zuhud, atau berupa sesuatu yang diluar materi misalnya surga, neraka, firdaus, dkk.
Sehingga standart senang itu tidak apa-apa, karena itu fitrah. Permasalahannya adalah pemaknaan tentang makna atau arti kesenangan tiap orang berbeda. Pemaknaan tentang makna kesenangan antara orang kaya dengan orang miskin pasti berbeda begitupun dengan kesenangan dokter dengan tukang becak. Jikalau perbedaan pemaknaan tiap orang tentang makna kesenangan dibiarkan, maka yang terjadi ialah chaos. Misalnya ada orang tidak beragama memaknai perilaku seks bebas adalah kesenangan, sedangkan orang beragama memaknai perilaku tersebut justru malah ketidaksenangan. jika dibiarkan justru malah ada yang menyebabkan chaos atau konflik, sehingga menurutku menjadikan KESENANGAN sebagai standart berperilaku kurang tepat.
Menjadikan kesenangan sebagai standart berperilaku adalah kurang tepat maka mulai sekarang kita harus merombak pemikiran kita untuk bersenang-senang menjadi pemikiran yang memberikan manfaat kepada orang lain, karena kita hidup tidak sendirian, tapi bermasyarakat sehingga kita harus berperilaku yang bermanfaat bagi orang lain, bagi masyarakat ataupun bagi negara dan agama. Kita harus berevolusi. Kita sudah dijajah oleh ideologi liberalisme yang mengedepankan KESENANGAN sebagai standart berperilaku, misalnya munculnya perilaku SEKS BEBAS, dikarenakan standart perilaku harus senang dan senang, adanya Mall-mall yang dibangun dekat pasar tradisional sehingga membuat pasar tradisional gulung tikar membuat pemilik menjadi tambah kaya dan senang sehingga memonopoli pasar-pasar yang menengah kebawah, Tayangan-tayangan tentang berperilaku yang Amoral yaitu tidak sesuai dengan nilai-nilai agama ataupun nilai luhur bangsa indonesia yaitu perilaku cium-ciuman, dst. Kita harus meninggalkan perilaku-perilaku demikian, yaitu perilaku yang merusak moral bangsa, merusak ekonomi bangsa. Saatnya kita berperilaku membangun indonesia menjadi lebih baik, bukan malah merusak. Jikalau tidak kita, siapa lagi yang akan mau membangun indonesia menjadi negara yang lebih baik, negara yang bebas dari liberalisme, negara yang bebas dari unsur politik tidak sehat, negara yang secara hukum tidak memilih-milih orang dalam menghukum, negara yang pendidikannya berbasis profesionalisme, negara yang ekonominya tidak memilih orang yang kaya dan mempunyai jabatan, negara yang budayanya mengajarkan nilai-nilai luhur dan bermoral.
Bagaimana caranya membangun indonesia? pertama kita harus sadar, bahwa kita hidup itu mempunyai tujuan. seperti yang dikatakan A. MASLOW bahwa manusia mempunyai 5 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi mulai kebutuhan FISISOLOGIS, RASA AMAN, CINTA KASIH, HARGA DIRI, dan AKTUALISASI. Pada dasarnya kita hidup itu hanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia tidak bisa sendirian. Manusia butuh kerjasama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga hal KEDUA harus menanamkan paradigma bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut kita butuh orang lain. Karena manusia butuh orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, maka hal serupa juga dialami oleh orang lain. Sehingga hal KETIGA kita harus sadar bahwa orang lain juga butuh memenuhi kebutuhannya, maka dari itu kita tidak bisa hanya mementingkan diri kita saja. Jikalau mementingkan diri sendiri ini dibiarkan, maka yang terjadi ialah chaos, sama halnya ketika revolusi perancis atau revolusi jaman soeharto, revolusi tersebut terjadi karena tidak melihat bahwa orang lain juga punya hak yang sama dengan kita. Sehingga jikalau kita butuh nasi maka kita harus melihat kebutuhan orang lain juga. Dalam pemenuhan kebutuhan kita dan orang lain pasti mempunyai konsentrasi pada bidang-bidang tertentu dalam suatu negara, misalnya kebutuhan fisiologis maka akan dipenuhi dibidang ekonomi, dibidang kesehatan. Kebutuhan rasa aman maka akan dipenuhi dibidang keamanan, dst. Sehingga hal ke EMPAT, kita harus mulai memikirkan tujuanku nanti hendak mau memecahkan masalah dibidang apa ? apakah ekonomi, kesehatan, keamanan, dst. Bukan malah berpikir, “pekerjaan apa ya yang gajinya banyak”. Orientasi atau tujuan akan mempengaruhi kualitas dari pekerjaan, contohnya saja sekarang banyak fenomena penyuapan kepada pejabat atau pekerja dibidang politik, ekonomi, hukum, kesehatan,dll. Sehingga perilaku yang demikian juga akan mengakibatkan chaos, contohnya jikalau penegak hukum disuap, yang terjadi ialah ketidakadilan merajalela, dan lebih brutalnya yaitu masyarakat tidak percaya terhadap penegak hukum. Dalam perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut manusia mengalami hambatan-hambatan, mulai tujuan entah itu karena hambatan yang disebabkan oleh alam yang unpredictable seperti tsunami, banjir, gunung meletus, dsb. ataukah oleh manusia sendiri. Sehingga hal KELIMA yaitu kita harus selalu waspada dengan kondisi alam yang tidak terduga, dan kita harus menjaga perilaku kita entah itu kepada manusia, alam, dan tuhan. Jikalau kita menyayangi alam dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, tidak mencemari air, tanah, dan udara. Maka kita telah membantu untuk tercapainya pemenuhan kebutuhan kita.
Semoga tulisan saya bermanfaat, dan dapat merubah paradigma perilaku, jikalau dulu orientasi kesenangan, liberalisme dan uang, menjadi perilaku yang orientasi membangun indonesia guna terpenuhinya kebutuhan kita dan tidak terjadinya chaos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H