Mohon tunggu...
Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Etika Konsumsi Dalam Pandangan Islam

11 Mei 2017   18:58 Diperbarui: 11 Mei 2017   19:04 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Konsumsi yang meningkat bagi seseorang pada jaman sekarang ini merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Apalagi di zaman modern ini begitu banyaknya barang barang yang mewah sehingga membuat mereka bersikap boros dan berlebihan dalam membelanjakan pengeluaran untuk konsumsi dan cara berpakaian. Kebutuhan yang dipenuhi bukan merupakan kebutuhan yang utama melainkan kebutuhan yang dipenuhi hanya sekedar mengikuti arus mode, ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau tidak. Padahal hal ini justru akan menimbulkan kecemasan. Rasa cemas di sini timbul karena merasa harus tetap mengikuti perkembangan dan tidak ingin dibilang ketinggalan Dalam persaingan ekonomi.

Dalam suatu hadits di jelaskan

عَنْ عَمْرِوِ بْنِ ثعيبٍ عن اَبيه عن جدّةٍ قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم كلوا وتصدّ قوا والْبسوا فى غير اِسْرافِ ولا مخيلة )رَوَاه النَّساَئي(

       Artinya: Dari amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata, Rosul SAW bersabda: makan dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong. ( HR Nasa'i )

Dalam hadits diterangkan bahwa Sikap berlebih-lebihan sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kebutuhan konsumsi yang wajar bagi manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual maupun sosial.

Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”(Qs al-A’raf, 7: 31).

Arti penting ayat-ayat ini adalah menjelaskan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan berpengaruh pada perut.

Menjalani hidup sederhana merupakan salah satu pendidikan sosial di dalam masyarakat sebagai upaya untuk upaya untuk menghilangkan kesenjangan sosial antara orang-orang kaya dan miskin. Apalagi jumlah orang miskin di Indonesia tergolong tinggi.Sikap orang-orang kaya yang secara tidak disadari telah melipat gandakan kepedihan kaum papa di masyarakat dengan berbuat berlebih-lebihan dalam menikmati kesenangan hidup. orang tidak akan jatuh miskin orang yang membelanjakan hartanya dengan hemat dan tidak boros sebagaimana hal itu juga berlaku bagi individu dan komunitas umat. Inilah solusi dari Islam tentang gaya hidup yang seharusnya bagi seorang muslim diantara boros, mewah dan kikir. Seperti dalam firman-Nya,“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (hartanya) tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir dan jagalah keseimbangan di tengah-tengah antara keduanya”.

Untuk itu maka untuk sepatutnya kita bersyukur dengan apa yang kita miliki misalnya dengan cara bersodaqah kepada orang fakir dan miskin agar kita terhindar dari sifat tamak yaitu dengan membelanjakan harta dengan berlebihan karena itu adalah sifat yang dibenci oleh allah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun