Mohon tunggu...
Jamur Pena
Jamur Pena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Media hiburan berwawasan, agar bisa kenal lebih dekat bisa follow akun instagram @putranug__ .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Poligami? Apakah Masih Relevan?

23 Juli 2024   06:22 Diperbarui: 26 Juli 2024   07:19 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aih senangnya dalam hati
Kalau beristri dua
Oh seperti dunia
Ana yang punya

Sudah tidak asing lagi bagi kita untuk mendengar kata poligami dimana seorang pria yang menikahi lebih dari satu wanita. Tidak sedikit tokoh besar baik tokoh agama atau bukan yang mendokrin agar wanita ikhlas dirinya dipoligami sampai teman saya pun takut jika dilamar ustadz, bukan karena baper tapi karena takut dipoligami.

Poligami terus menjadi perbincangan hangat apalagi oleh tokoh-tokoh yang berpaham patriarki, membawa dalil-dalil untuk kepentingan syahwat individualisnya, menjustifikasi perilaku sebagai suatu perwujudan dari ajaran Islam sehingga menjadikan sebuah rujukan untuk dipraktikan dengan embel-embel sunnah kenabian, padahal sunnah yang lain dan yang lebih mudah masih banyak yang perlu diamalkan.

Pertanyaannya apakah poligami masih relevan?

Dalam kacamata antropologi poligami tercipta karena kondisi masyarakat tujuannya untuk mempertahankan populasi. Misal pada zaman dahulu masyarakat itu harus mempertahankan hidupnya dengan berperang dan  bereproduksi atau melahirkan sebanyak-banyaknya agar ketika bertempur mereka sudah memiliki sumber daya.

Kebanyakkan poligami dilakukan di wilayah yang terbilang cukup extreme atau tidak layak huni seperti di negara Arab pada masa lampau. Kita bisa melihat wilayah Arab yang gersang tidak dipenuhi aliran sungai, dengan kondisi seperti itu para perempuan tidak bisa mempertahankan dirinya sendiri dan butuh perlindungan dari sosok laki-laki dan seorang laki-laki pun butuh sosok perempuan untuk bereproduksi.

Maka dari itu peran laki-laki dituntut untuk bertempur menjunjung tinggi kekuatan dan ketangkasan, sedangkan perempuan karena secara fisik perempuan tidak memadai untuk berperang maka mereka dituntut untuk bereproduksi sebanyak-banyaknya.

Sampai pada akhirnya kehidupan perempuan bergantung di bawah tanggungjawab laki-laki, karena pada saat itu dengan kondisi wilayah yang sangat extreme perempuan belum bisa mempertahankan dirinya baik dari pertempuran atau berburu, sedangkan laki-laki ketergantungan kepada kemampuan reproduksi perempuan.

Dalam kelompok masyarakat yang seperti itu perempuan bukan lagi mau dipoligami tapi lebih baik untuk dipoligami. Karena streotipnya semakin banyak istrinya maka semakin terjamin juga tingkat keamanan dan kesejahteraan hidupnya.

Ketika kondisi alam sudah seperti itu maka poligami berubah menjadi budaya, maka tuntuntan yang muncul bukan lagi dari faktor alam tapi dari masalah sosial. Dari sini muncul streotip dimana perempuan hanya menjadi alat untuk reproduksi dan memunculkan aturan-aturan terhadap perempuan dalam budaya- budaya tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun