Mohon tunggu...
Alfajri Putra
Alfajri Putra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemuda 22 tahun yang senang menulis dan mencintainya sebagai sebuah hobi. Sangat tertarik dengan kesusasteraan Indonesia. Mencoba belajar menjadi seorang penulis. Saat ini menjalani kesibukan sebagai mahasiswa tingkat 3 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Untuk berkorespondensi dengan Penulis, dapat di hubungi melalui Email: alfajri.putra@gmail.com, Facebook: Alfajri Putra, dan Twitter: @alfajriputra91.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebebasan Itu Omong Kosong

13 Juli 2012   12:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:59 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13421818801626949930

[caption id="attachment_200328" align="alignnone" width="400" caption="Kebebasan yang berbatas"][/caption]

Beberapa hari ini jika anda mencermati iklan di televisi ada hal baru yang anda temui ketika melihat iklan dari salah satu provider di Indonesia. Ya, dengan topik “Kebebasan itu…” dengan 6 versi memperlihatkan kepada kita bahwa “Kebebasan itu” adalah hal yang mustahil, berbentuk fantasi, sebatas teori, dan palsu maupun omong kosong. Meskipun kita hidup di dunia ini sebagai seseorang yang mempunyai kebebasan dalam hal berekspresi, menentukan pilihan hidup, namun tetap saja kebebasan mempunyai batasannya. Lalu, apa arti dari kebebasan yang sesungguhnya jikalau kebebasan itu berbatas? Berarti kata ‘kebebasan’ disini mempunyai makna yang sempit dibanding realita yang sesungguhnya terjadi bukan?

Saya ingin memberikan contoh bentuk dari kebebasan berbatas dalam lingkup yang sederhana di kehidupan sehari-hari. Salah satunya yaitu ketika dalam menentukan pilihan di dalam ujian SNMPTN Tulis. Kita semua tahu bahwa pelajar yang telah menamatkan Sekolah Menengah Atas dihadapkan pada dua pilihan yang sulit dalam menentukan lanjut atau tidaknya pelajar tsb ke jenjang yang lebih tinggi. Saya tidak akan membahas mengenai hal tersebut. Disini saya ingin memberikan tekanan pada mereka yang berniat melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Yaitu dalam menentukan pilihan jurusan yang akan dipilih.

Kita semua tahu, masa depan ada di tangan kita yang akan menjalaninya. Jalan yang kita pilih akan berdampak besar di kehidupan masa depan kita nantinya. Ketika Pengumuman SNMPTN Tulis yang diumumkan pada tanggal 6 Juli kemarin keluar, ada satu hal menarik yang patut dicatat, yaitu peminatan jurusan. Tiap tahunnya jurusan Kedokteran, dan Ekonomi selalu menjadi favorit tiap tahunnya. Saya lalu berfikir kenapa hal ini bisa terjadi. Ada begitu banyak macam jurusan kuliah di Indonesia, tapi kenapa 2 program studi ini selalu menjadi favorit tiap SNMPTN Tulis digelar? Bagi mereka yang termasuk program IPA ketika SMA, pasti selalu memfavoritkan Kedokteran sebagai pilihan pertama, dan untuk program IPS, selalu meletakan jurusan Ekonomi (ambil contoh Akuntansi) sebagai pilihan pertama. Saya lalu berfikir, apakah jurusan favorit yang selalu diambil calon mahasiswa tersebut adalah murni dari pilihan nurani hatinya? Atau memang karena ada niat dan bakat yang ada di dalam dirinya? Apa benar mereka memang menginginkan jurusan tersebut tanpa ada intervensi dari pengaruh luar? Ataupun karena 2 jurusan tersebut merpuakan top jurusan di Indonesia?

Entahlah, namun setahu saya, tidak banyak dari mereka memilih jurusan karena ikut-ikutan orang lain, ataupun orangtua mereka menginginkan anak mereka masuk jurusan yang sesuai dengan mau mereka. Lah, lantas mengapa tidak orangtua mereka saja yang kuliah? atau orang lain saja yang kuliah?

Saya tahu, apa yang orangtua pilihkan untuk masa depan anak-anaknya merupakan pilihan terbaik, namun jika seandainya anak tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk menjalaninya, kenapa harus dipaksakan? Tidak banyak juga saat ini calon mahasiswa memilih jurusan karena mendapat pengaruh dari guru mereka di sekolah, mentor mereka di bimbel, ataupun teman-teman mereka yang lebih condong mengatasnamakan ‘Prestise’ bagi kedua jurusan favorit tersebut. Lalu, dimanakah letak kebebasan dalam menentukan hidup yang di bilang orang selama ini?

Saya pun tahu, di dalam jurusan favorit tersebut memang terdapat masa depan yang lebih menjanjikan, banyaknya lapangan pekerjaan seorang dokter ataupun akuntan masih lebih baik dari pada menjadi seorang sastrawan atau sejarawan yang sering di pandang sebelah mata. Apa mungkin pradigma ini sudah turun-temurun, bahwasanya orang Indonesia selalu memandang Kedokteran menjadi suatu hal yang ‘hebat’ dan sampai setiap orangtua ingin anaknya menjadi seorang dokter.

Masih sangat banyak jurusan yang ingin saya contohkan, namun dua dari jurusan diatas menurut saya sudah menggambarkan bagaimana adanya batasan kebebasan dari seorang calon mahasiswa yang akan menentukan masa depannya.

Saya tertarik untuk menyampaikan sebuah quote klise dari pernyataan berikut:

“Katanya urusan masa depan sepenuhnya ada di tangan kita. Asal, nanti besar jadi seorang dokter atau ekonom.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun