Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Saputra
Muhammad Rizqi Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa terfavorit di ponorogo yang menyukai apapun itu tentang penulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kondisi Daya Kreativitas dan Penalaran Kritis Pelajar Indonesia Saat Ini

2 Maret 2024   16:09 Diperbarui: 2 Maret 2024   19:18 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah dasar (SD) menjadi gerbang pertama para generasi penuntut ilmu setelah melewati masa kanak kanak di jenjang sebelumnya. sebagai gerbang pertama, SD menjadi awal dari segalanya, tentang bagaimana kepribadian siswa terbentuk, tentang bagaimana daya intelektualnya berkembang, dan tentang bagaimana siswa menuntut ilmu dengan penuh semangat. Indonesia saat ini tengah mengusung tema besar-besaran terkait generasi emas 2045. diperkirakan yang akan menjadi tokoh utama pada tahun 2045 maupun perjalanan menuju tahun emas 2045 adalah yang lahir tahun 2000 an . Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh menko PMK Muhadjir, "Nanti pada 2045 usia kalian, yang sekarang sekitar 20 – 30 tahun, menjadi generasi yang akan menentukan keberhasilan Indonesia Emas pada 2045. Kalian yang akan menginjak usia produktif pada tahun di mana Indonesia berusia 100 tahun," katanya kepada ratusan mahasiswa. Tidak menutup kemungkinan jika hal itu akan benar-benar terjadi, yaitu Indonesia emas.

Menanggapi hal tersebut, pertanyaan yang sangat mendasar muncul, "bagaimanakah kondisi pelajar Indonesia saat ini?". Sebuah pertanyaan yang simple namun tidak bisa asal-asalan di jawab. Mengapa demikian?, pasalnya jawaban atas pertanyaan tersebut akan mempengaruhi keyakinan kita akan terciptanya Indonesia emas 2045. Hemat saya, kondisi pelajar di Indonesia sangat tumpang tindih. Memang benar banyak sekali pelajar Indonesia yang pintar dan berkompetensi tinggi. Tapi, tidak sedikit juga yang jauh dari kata 'pelajar pintar'. Mirisnya lagi, dalam pendidikan yang menyeramkan dan siasat tersembunyi, pemerintah menginginkan diskriminasi pada pelajar yang tidak berkompetensi tinggi. Tidak ada pemerataan pendidikan Di Indonesia. Pasti ada yang kontra dengan pernyataan ini, dan bagi saya pribadi hal yang dilakukan pemerintah saat ini sudah benar terkait pengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang tidak pintar dengan yang tidak pintar. Namun begini, asal mula semuanya terjadi ulah dari pemerintah itu sendiri, kelembagaan pendidikan yang cacat.

Mari menilik sedikit kebelakang, jenjang SD misalnya. Pada saat pelajar masih duduk dibangku SD bisa di pastikan tidak ada yang namanya berbeda kepintaran. Semuanya sama. itu pasti. Namun, setelah menempuh pendidikan SD selama 6 tahun, barulah nampak perbedaan kepintaran tersebut. ini terbukti pada diri kompasianer masing-masing, ingat kembali pada saat masuk SMP bagaimana pelajar terlihat berbeda kompetensi-kompetensinya. Mengapa hal ini bisa terjadi?, kembali pada kalimat kedua dalam artikel ini, bahwa SD menjadi gerbang untuk pelajar mengembangkan segala hal yang ada di dirinya. Cukup sampai disitu saja, sudah menjadi kegagalan nyata bagi pemerintah. SD yang sekarang tersebar banyak per kecamatan menurunkan kualitas siswa-siswanya. Siswa tidak memperoleh hak untuk mengembangkan intelektualnya. Daya berpikir kreativitas siswa mati. Tidak ada respon dimana siswa seharusnya menerapkan prinsip utama pendidikan yaitu 'penasaran'. Benar sekali, siswa hanya menjadikan sekolah sebagai rutinitas belaka dan tidak memperdulikan perkembangan ilmunya. Apakah ini salah siswa? tentu bukan, ini adalah salah pemerintah, salah satuan pendidikannya.

Jadi, kompasianer pasti tau tentang bagaimana sekolah dengan 'ngawurnya' meluluskan siswa hanya karena menjaga nama baik sekolah. Ini lucu sekali. Sekolah yang seharusnya melahirkan bibit-bibit unggul, malah menumbuhkan bibit-bibit yang cacat secara intelektual diatas permukaan. Lebih lucunya lagi, ini ulah dari pemerintah yang secara tidak langsung dalam aturannya memaksa sekolah-sekolah tidak boleh membuat siswanya tinggal kelas. Tertawapun rasanya sangat boleh. Imbasnya apa?, sekolah tidak ada yang namanya kompetisi, tidak ada yang namanya keseriusan, tidak ada yang namanya belajar untuk masa depan, dan sebagainya yang menurunkan kualitas siswa. Ini juga mempengaruhi daya berpikir kritis siswa, yang seharusnya menjadi kompetensi paling penting di Indonesia untuk bersaing dengan bangsa lain di masa depan. Juga untuk merealisasikan Indonesia Emas 2045 sangatlah penting untuk memiliki kompetensi ini. Sekolah yang hanya begitu-begitu saja tidak ada rasa kompetisinya akan berdampak besar pada daya kreativitas dan penalaran kritis siswa. dengan sangat berat hati penulis katakan daya kreativitas dan penalaran kritis pelajar telah mati sejak sekolah dasar.

Sedikit mengulik uraian di atas, bahwa memang benar begitu adanya. saat inipun banyak pelajar yang tidak memiliki kompetensi tersebut, pelajar yang berusia 20-30 tahun sebagaimana tokoh utama Indonesia emas 2045. tidak bisa disalahkan juga, karena akar dari permasalahan ini sangat luas sekali. Jadi, para pemangku kepentingan, pemerintah, satuan pendidikan, sekolah-sekolah dan para pelajar sadarlah kalian.

Jadi bagaimana terkait pertanyaan di paragraf kedua? masihkah bisa dijawab dan apa jawabannya?, tentu akan menggoyahkan keyakinan kita tentang Indonesia emas bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun