Mohon tunggu...
Putra Hakim Maulana
Putra Hakim Maulana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa fakultas Hukum, Universitas Pamulang.

saya adalah mas mas biasa yang hobi berolahraga dan bercita cita ingin kaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI/2023 adalah Bentuk dari Kemunduran Demokrasi?

4 April 2024   18:03 Diperbarui: 4 April 2024   18:03 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada Senin, 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) menetapkan batas usia yang diperlukan untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Putusan ini didasarkan pada usulan Almas Tsaqibbirru, seorang mahasiswa dari Universitas Surakarta yang menang dalam gugatan batas usia kandidat presiden dan cawapres. Sebagai hasil dari keputusan MK terakhir, capres dan cawapres harus berusia setidaknya empat puluh tahun atau di bawahnya setelah menjalani pengalaman sebagai pejabat negara atau kepala daerah. yang didapatkan melalui proses Pemilu atau Pilkada. Pasal 169 huruf Q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan sebagian dari permohonan. Perihal Putusan MK ini pun menjadi kontroversi di publik dikarenakan adanya conflict of interest terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka, terlebih lagi Ketua MK (Anwar Usman) merupakan Paman dari Gibran. Banyak menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI/2023 adalah bentuk dari kemunduran demokrasi.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip berikut: Ketakberpihakan, Integritas, Kecakapan, Kesetaraan, dan Independensi, Kepantasan dan Kesopanan. Akibatnya, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari posisinya sebagai ketua MK. "Menjatuhkan sanksi untuk memberhentikan Hakim Terlapor dari posisi Ketua Mahkamah Konstitusi"

MK dalam menguji ini, kemudian outputnya adalah amar putusan boleh tidak menambah frasa baru? sejak 2020 perubahan ke tiga UU MK pasal 57 ayat 2A melarang amar putusan yang menambah frasa baru itu dihapus. Kemudian ditindak lanjuti oleh MK dengan peraturan MK nomor 2 tahun 2021 mengatur bahwa boleh membuat amar putusan dengan menambah frasa baru. Perubahan UU MK tersebut siapa yang buat? yang buat adalah DPR tentu bersama Presiden lalu MK menjalankan itu dan membuat peraturan MK. Ini semua adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berbicara tentang usia, Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur berapa batas usia Presiden atau Wakil Presiden. Bisa kita liat pada pasal 28D ayat 3 mengatur bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahah. Jadi, putusan MK nomor 90 tidak memiliki cacat hukum, tidak ada pasal yang dilanggar terkait putusan ini.

Berbicara tentang etika atau norma, karena yang menjadi poin masalah terkait putusan MK ini, diatas hukum masih ada hukum yaitu norma. Pertanyaan selanjutnya mana yang lebih didahulukan kepastian atau keadilan hukum?Putusan MK memiliki kepastian hukum sehingga tidak ada peraturan perundangan-undangan yang dilanggar dan tidak memiliki cacat hukum. Ini bukan persoalan hati ke hati melainkan apa yang tertulis.Terlepas dari problem pembentukan putusan tersebut, momen ini dapat dilihat sebagai pintu bagi lahirnya kepemimpinan nasional oleh kaum Muda. Dengan adanya realitas bernegara yang memperlihatkan pembusukan demokrasi dan gurita korupsi oleh elite saat ini, putusan MK tersebut dapat digunakan sebagai instrumen untuk memunculkan sosok pemimpin dengan gaya baru. Usia muda kurang terpengaruh oleh praktik politik koruptif yang sering terjadi di lingkungan oligarki.

Jikalau Putusan MK ini bermasalah dengan hasilnya Anwar Usman sebagai ketua MK diberhentikan karena melanggar etik berat dan dinilai tidak sesuai dengan Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.Tentu hal ini tidak bermasalah, mengapa demikian? karena yang dilakukan MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) sudah benar sebagaimana mestinya. Bermasalah ketika MKMK tidak memberhentikan Anwar Usman dari Ketua MK ketika Putusan nomor 90 ini diputuskan. Balik lagi, pada intinya Indonesia butuh Pemimpin yang aspiratif, responsif dan revolusioner. Apa yang menjadi problem Indonesia selama ini segera teratasi, segala sesuatu yang dicita-citakan bisa terwujud.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun