Mohon tunggu...
Nopa Ariansyah
Nopa Ariansyah Mohon Tunggu... Guru - Manusia Fakir Ilmu

Menuangkan ke dalam bentuk tulisan tentang apa yang saya dapatkan, pikirkan, dan rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gadis Belanda dan Botol Seharga Tiga Ribu Rupiah

24 Januari 2016   05:44 Diperbarui: 24 Januari 2016   09:35 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di awal tahun 2013 kala itu penulis mengikuti program study tour ke pulau Jawa yang diadakan oleh pihak jurusan di kampus. Ketika itu pada suatu siang di Pendopo Sri Manganti, tempat pertunjukan seni tradisonal keraton Jogja, sambil menikmati alunan musik tradisonal dengan ditemani derasnya hujan. Banyak wisatawan lokal dan mancanegara duduk di kursi pendopo. Entah apa mereka sedang menikmati sajian musik tradisional atau hanya sekadar ingin berteduh dari derasnya hujan. Entahlah.

Di samping saya seorang gadis asing nampak sibuk membolak-balikan lembaran halaman-halaman buku, yang saya tahu bahwa buku itu adalah panduan berwisata di Indonesia khusus untuk para turis asing. Dengan modal nekat penulis bersama seorang teman memberanikan diri mengajaknya berbicara. Namanya Riyana, 19 tahun, asal Belanda. Datang sendirian ke Indonesia untuk belibur. Sambil berbicara dengan kami dia meneguk minuman dari botol mineral kecil ternama yang berasal dari Indonesia. Saya kira harganya kurang lebih Rp.3.000, lima atau enam kali lipat banyaknya jika dibandingakan dengan harga satu Euro, mata uang Uni-Eropa.

Setelah agak lama berbincang hujan pun reda. Kami beranjak dari kursi mengucapkan kata “See you next time”, dan berpisah sesuai arah tujuan masing-masing meningalkan alunan musik kraton. Mungkin penulis menerka apa yang dipikirkan oleh gadis Belanda tersebut sebelum pergi, kurang lebih seperti ini: “Tidak ada sesi fotonya ya? Biasanya pribumi selalu meminta berfoto dengan kami (para turis asing).” Ya memang tidak ada sesi foto seperti kebanyakan orang Indonesia pada umunya. Dia langsung berlalu pergi sambil membawa botol minuman seharga Rp 3.000. Mungkin baginya hanya sebotol minuman murah meriah namun banyak manfaatnya. Sedangkan di sisi lain jika dibandingkan pada saat ini, Rp 3.000 begitu berharga.

Tak lama setelah itu penulis dan teman penulis kembali membicarakan gadis Belanda tersebut. Kami sangat kagum, di usia yang sangat muda gadis Belanda tersebut sudah melakukan travelling lintas benua seorang diri. Hingga pada akhirnya penulis dan teman penulis mempunyai kesimpulan yang berbeda mengenai apa yang telah disampaikan oleh gadis Belanda tersebut. Maklumlah, kemampuan Bahasa Inggris yang pas-pasan membuat kami berbeda dalam penafsiran.

Berbicara mengenai gadis Belanda yang baru berusia 19 tahun dan sudah berkeliling lintas benua memang merupakan sebuah kekaguman tersendiri bagi penulis. Mungkin bagi penduduk benua biru hal itu merupakan sesuatu yang lumrah namun tidak demikian di Indonesia. Hanya orang-orang yang beruntung yang bisa melakukan perjalanan seperti gadis Belanda tersebut.

Di tempat penulis, usia 19 tahun merupakan masa dimana pera remaja memulai kehidupan baru setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Ada yang langsung melanjutkan ke perguruan tinggi, bekerja di pabrik atau kantoran, atau menjadi aparat pemerintahan. Bahkan karena masalah ekonomi ada yang kembali melanjutkan kebanyakan profesi sang ayah sebagai petani, khususnya petani karet.

Kurang lebih ketika pada tahun 2004-an pada saat penulis menempuh pendidikan menengah pertama seorang guru menceritakan tentang pergeseran kehidupan antara petani karet dan petani sawah. Dia bercerita pada awal tahun 80-an hingga awal tahun 90-an jika seorang kelurga memiliki beberapa bidang sawah maka hal tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan kelurga tersebut juga mampu membiaya pendidikan anaknya hingga perguruan tinggi.

Begitulah hal yang dialami oleh oleh guru tersebut hingga dia bisa menceritakannya kepada kami. Namun menjelang dan semenjak era reformasi kehidupan berbalik, anak-anak petani karet lah yang bisa mengenyam pendidikan tinggi. Kini, di tahun 2016 awal kehidupan nampaknya kembali berubah. Berubah bukan mengarah berbalik ke keadaan awal. Namun berubah tanpa arah. Petani karet yang semakin terseret oleh rendahnya harga dan petani sawah yang tidak lagi bergairah oleh kebijakan impor.

Pemuda pribumi yang menjadi petani karet mungkin terlalu jauh berpikir untuk melakukan hal yang dilakukan oleh gadis Belanda tersebut. Ketika gadis Belanda berkeliling nusantara sambil menikmati indahnya panorama dan kebudayaan bangsa ini dengan membawa botol mineral seharga Rp.3.000 yang tentu sangat murah baginya. Namun di saat yang lain ada banyak pemuda yang bekerja keras dari pagi hingga siang di kebun miliknya atau pun milik majikannya tetapi hanya dihargai Rp 3.000 perkilogram untuk setiap kerja kerasnya.

Ah, sudahlah. Mungkin inilah kita yang disebut manusia Inlander oleh nenek moyang gadis Belanda tersebut. Penulis ibaratkan botol minuman Rp 3.000 itu merupakan hasil kerja keras dari pemuda pribumi. Semua pengharapan dan cita-cita untuk hidup dari hari kehari ada pada botol seharga Rp 3.000 itu. Jauh sekali untuk dijadikan sebagai sebuah pengharapan dan cita-cita untuk mengelilingi dunia seperti yang dilakukan oleh gadis Belanda tersebut. Harapan dan cita-cita pemuda pribumi yang hanya sebading dengan botol yang ada di tangan gadis Belanda tersebut. Ketika isi botol minuman seharga Rp 3.000 itu habis gadis Belanda mungkin akan langsung membuangnya ke tempat sampah lalu membeli lagi botol minuman yang baru. Lalu saat itu pula harapan dan cita-cita para pemuda pribumi juga masuk dan tertinggal di dalam keranjang sampah.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun