Mohon tunggu...
Nopa Ariansyah
Nopa Ariansyah Mohon Tunggu... Guru - Manusia Fakir Ilmu

Menuangkan ke dalam bentuk tulisan tentang apa yang saya dapatkan, pikirkan, dan rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Couple Traveler to Kuala Lumpur Part 2

28 April 2019   11:26 Diperbarui: 28 April 2019   12:15 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Arriving at KLIA 2 and first day at KL"

   Perjalanan dari Bandara SMB II Palembang menuju Bandara Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2) menghabiskan waktu kurang lebih  satu setengah jam. Menjelang landing seorang cabin crew menginformasikan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat. 

Dia  menambahkan informasi bahwa perbedaan waktu antara Kuala Lumpur dan Palembang adalah satu jam lebih cepat. Artinya jika tadi kami berangkat pukul 15.00 WIB maka kami akan tiba pada pukul 16.30 WIB atau pukul 17.30 waktu setempat. 

Menjelang landing kami sudah melihat daratan yang merupakan wilayah dari negara Malaysia. Tidak lama setelah itu pesawat pun landing safely. Tanah Melayu seberang pun menyambut kami dengan rinai gerimis.

Setelah melaui proses check out pesawat kami langsung berjalan menuju tempat imigrasi di bandara KLIA 2. Mengenai dimana lokasinya tinggal turuti saja penunjuk arah yang ada. Semuanya lengkap tersedia. Ada juga para petugas bandara yang membantu mengarahkan pengujung dari luar negeri Malaysia seperti kami. 

Saat antrean proses imigrasi pun cukup panjang. Pada saat proses imigrasi turuti saja apa yang diminta oleh petugas. Bersikaplah dengan tenang, tidak gugup, dan sopan. Selain memeriksa paspor, petugas imigrasi di sana juga meminta kami menunjukan tiket perjalanan pulang dari Malaysia ke Indonesia. Ada juga menurut cerita dari traveller lain para petugas tersebut meminta kita menunjukan uang yang kita bawa saat berkunjung ke Malaysia.

Pintu Keluar KLIA 2| Dokumentasi pribadi
Pintu Keluar KLIA 2| Dokumentasi pribadi

Setelah proses imigrasi selesai kami berdua mulai mencari gerai K-Tune traveller yang masih berada di dalam komplek KLIA 2 untuk mengambil sim-card yang sudah kami pesan secara daring dari Indonesia. Kami bertanya kepada beberapa petugas mengenai lokasi gerai tersebut. 

Untuk masalah komunikasi jangan terlalu dihiraukan. Menggunakan bahasa "upin-ipin" yang merupakan campuran bahasa melayu dengan bahasa Indonesia pun kita sudah bisa berinteraksi dengan warga Malaysia di sana. Namun terkadang juga kami menggunakan bahasa Inggris dengan tujuan agar kami tidak dianggap terlalu "udik" di negeri orang.

Posisi gerai K-Tune traveller berada tidak jauh dari pintu keluar penerbangan internasional KLIA 2. Tepatnya di sebelah kiri, jalan lurus saja dari pintu keluar. Kami langsung menghampiri gerai tersebut dan menanyakan kepada petugasnya tentang pesanan kami sambil menjukan bukti pemesanannya di gawai kami. 

Setelah mencocokan dengan data yang mereka punya maka kami pun langsung diberikan sim-card yang sesuai dengan pesanan. Petugas disana pun membantu proses aktivasi dengan menggunakan data yang ada di paspor kami. Tanpa menunggu waktu lama sim-card tersebut sudah dapat digunakan secara utuh.

Gerai K-Tune Traveler di KLIA 2| Dokumentasi pribadi
Gerai K-Tune Traveler di KLIA 2| Dokumentasi pribadi

Rencana kami selanjutnya adalah meninggalkan KLIA 2 menuju KL Sentral. Ada beberapa pilihan transportasi antara lain KLIA Express, bus, atau taksi. Sesuai dengan itinerary yang kami buat kami memilih menggunakan bus. Loket-loket bus berada pada lantai dasar bandara KLIA 2. 

Di sana banyak pilihan transportasi bus yang bisa kita pilih sesuai dengan tujuan keberangkatan kita. Namun karena kami ingin mengarungi KL Sentral terlebih dahulu maka kami memilih layanan Airport Coach bus, kalau di Indonesia semacam bus DAMRI atau bus pariwisata besar. Tujuan pemberhentian bus ini yaitu Stasiun KL Sentral atau Stesen Sentral Kuala Lumpur.

Berdasarkan referensi yang kami baca setelah dari KLIA 2 tujuan kita adalah KL Sentral. Hal ini dikarenakan KL Sentral mempunyai segala macam jenis transportasi terpadu yang mempunyai tujuan ke pelbagai penjuru Malaysia. Layanan Airport Coach bus ini mempunyai tarif yang sangat terjangkau, hanya 12 Ringgit per orang untuk sekali perjalanan. 

Jika dibandingkan dengan tarif KLIA Express yaitu 55 Ringgit per orang untuk sekali perjalanan. Lalu bila menggunakan taksi tentunya lebih mahal lagi. Lalu kenapa KLIA Express lebih mahal dikarenakan waktu tempuhnya hanya sekitar 35 menit. Dibandingkan dengan waktu menggunakan bus yang hampir satu jam. Itu pun tergantung dari kondisi jalanan yang macet atau tidak. Silahkan dipilih saja mana transportasi yang lebih menguntungkan.

Saat melakukan proses pembelian tiket di loket sebutkan saja tujuan kita kepada petugas loketnya. Setelah itu petugasnya akan menyebutkan tarif dan waktu keberangkatan. Kami memilih waktu keberangkatan sesegera mungkin yaitu pukul 18.30. saat itu waktu sedang menunjukan pukul 18.05. 

Setelah kami menyetujui waktu keberangkatan dan proses transaksi selesai maka dua buah karcis tiket bus sudah langsung berada di tangan. Tinggal jalan sedikit keluar kita sudah berada pada tempat pemberhentian bus-bus tersebut. Di sana juga langsung ada petugas Airport Coach bus yang membantu mengarahkan sambil meminta kami menunjukan tiket. Tidak berapa lama busnya pun langsung datang.

Nah, untuk perjalanan dari KLIA 2 ke KL Sentral dengan menggunakan bus kita bisa bebas memilih tempat duduk di dalam bus tersebut. Asal saja jangan memilih tempat duduk di kursi sopir ya, emang situ sopirnya? Hehehehe.... Oh ya, waktu keberangkatan Airport Coach bus ini selalu tersedia setiap jam, mulai dari jam enam pagi hingga tegah malam. Jadi kita tidak perlu khawatir. Untuk info tambahan yang lebih lengkapnya silahkan klik di sini.

Perjalanan kami menuju KL Sentral lancar dan tanpa hambatan. Berada dalam satu bus bersama orang-orang asing yang berbeda etnis, warna kulit, dan latar belakang semakin menegaskan bahwa kami berada jauh dari tanah kelahiran. 

Kami benar-benar menikmati perjalanan tanpa ingin tertidur seperti para penumpang lainnya di dalam bus tersebut. Kami tidak ingin melewatkan momen-momen secara percuma di negeri orang. Apalagi di Kuala Lumpur waktu terbenam mataharinya agak lambat. Pukul 19.00 saja pemandangan disekitar masih terang benderang.

Tak terasa kami sudah tiba di lantai dasar Stasiun KL Sentral. Kami langsung bergegas ke lantai atas untuk mencari transportasi menuju Bukit Bintang. Pilihan transportasi sesuai itinerary kami adalah MRT (Mass Rapid Transit). Dengan bantuan petugas keamanan di sana kami di arahkan menuju Stasiun Muzium Negara. 

Karena MRT merupakan moda transportasi bawah tanah maka kami menempuh jarak perjalanan turun ke bawah yang cukup jauh. Namun kita dimanjakan dengan fasilitas mewah dan megah seperti lift maupun eskalator. Lagipula Stasiun Muzium Negara tetap berada dalam satu komplek dengan Stasiun KL Sentral.

Sebelum menaiki MRT kita harus membeli ticketing coin atau koin tiket di mesin tiket. Semuanya kita lakukan secara mandiri. Mulai dari memilih tujuan hingga pembayaran yang menggunakan uang kertas atau pun logam Malaysia (sen). 

Karena tujuan kami adalah Bukit Bintang maka kami memilih MRT dengan rute Sungai Buloh -- Kajang (SBK). Harga tiketnya sebesar 1,8 Ringgit per orang untuk sekali perjalanan. Jangan takut jika kita tidak mempunyai uang logam Malaysia. Mesin secara otomatis akan mengembalikan kelebihan dari uang pembayaran kita beserta tokennya.

Pemesanan tiket MRT| Dokumentasi pribadi
Pemesanan tiket MRT| Dokumentasi pribadi

Setelah proses pembayaran selesai maka kami mendapatkan sebuah koin berwarna biru. Koin ini digunakan untuk untuk membuka gerbang masuk peron. Tinggal ditempelkan saja pada posisi yang pas maka gerbang peron akan otomatis terbuka. Jangan sampai koin ini hilang karena koin ini akan digunakan juga untuk membuka pintu peron saat kita keluar stasiun.

Selanjutnya berjalan tidak jauh ke lurus ke depan, cari tangga turun. Di sanalah ruang tunggu untuk keberangkatan MRT. Di sana juga sudah disediakan layar penanda waktu tentang keberangkatan dan kedatangan tiap-tiap kereta MRT. Paling rentang hanya 5-10 menit setiap kereta akan datang dan pergi secara teratur. 

Pada saat menunggu kereta kami ingatkan jangan sampai salah tujuan ya. Pastikan kita tidak salah pilih jalur. Sebelah kiri dan kanan kami merupakan jalur kereta MRT yang mempunyai tujuan masing-masing. Bukit Bintang berada pada jalur MRT Sungai Buloh - Kajang. Kalau kita memilih Kajang - Sungai Buloh salah arah deh. Baca-baca saja petunjuk yang tersedia di sana. Jika ragu tanyakan kepada petugas dengan bahasa upin-ipin, hehehehe....

Tak lama menunggu kereta pun tiba, dahulukanlah penumpang yang keluar kereta terlebih dahulu. Nah, pada saat dalam kereta baru kami merasa takjub dengan kecanggihan sistem transportasi di sana. Terpadu, otomatis, rapi, bersih, dan nyaman. Oh ya, kereta MRT ini adalah kereta tanpa masinis alias driverless. Kereta digerakkan secara otomatis oleh sistem. 

Perjalanan dari Stasiun Muzium Negara menuju Stasiun Bukit Bintang ditempuh sekitar 15 menit. Adapun stasiun-stasiun yang dilalui yang dilalui yaitu Stasiun Pasar Seni dan Stasiun Merdeka. Setiap kali menjelang pemberhentian di suatu stasiun, sistem suara kereta secara otomatis akan memberitahukannya. Jadi tenang saja, kita tidak akan terlewat di stasiun tujuan pemberhentian.

Setelah sampai di Stasiun Bukit Bintang kami bergegas keluar dari stasiun bawah tanah tersebut. Ketika kami sampai pada pintu keluar dan mulai menginjakan kaki lagi di atas permukaan tanah kami mulai kebingungan menentukan arah tujuan hotel yang kami pesan di darah Jalan Imbi. Terjadi perdebatan yang lucu antara kami berdua saat itu karena salah memilih arah jalan. 

Pada akhirnya google map lah yang memberikan solusi dan beberapa orang di sana yang membantu mengarahkan. Kami sangat menikmati saat-saat berjalan kaki menuju hotel. Tidak jauh, paling hanya sekita 500 meter dari tempat keluar stasiun kami tadi. Kami sama sekali tidak memikirkan untuk menggunakan moda transportasi online disana. Karena sejak dari awal kami bertekad hanya menggunakan transportasi umum yang tersedia di Malaysia, bukan transportasi online maupun taksi yang sangat praktis dan kurang berkesan.

Dari kejauhan kami sudah melihat nama hotel yang kami pesan. Namun sebelum sampai kesana kami berbelanja terlebih dahulu di minimarket 7-11 (seven-eleven). Kalau di Indonesia seperti Alfamart atau Indomaret. Saat tiba di hotel kami langsung menunjukan bukti pemesanan kami, setelah itu petugasnya mencocokan data sambil meminta paspor sebagai tambahan keterangan identitas. 

Kemudian dia mengatakan bahwa sesuai dengan kebijakan pemerintah Malaysai setiap penginapan akan dikenakan pajak sebesar 10 Ringgit per malam. Artinya kami harus membayar 30 Ringgit untuk tiga malam kami di sana. Setelah proses check in  dan pembayaran pajak hotel selesai kami langsung diberikan kunci kamar dan password wifi.

Setelah berada di dalam kamar sederhana yang berukuran delapan meter persegi, kami merebahkan diri sejenak sambil memberi kabar kepada keluarga yang ada di Indonesia. Sekitar pukul 20.00 saat itu, waktu Malaysia. Pada hampir pukul 21.00 kami mulai meninggalkan hotel untuk mencari makan malam.

Sesuai dengan itinerary kami akan menuju kawasan Alor Food Street yang merupakan pusat kuliner terbesar di Bukit Bintang. Jaraknya lumayan jauh, sekitar 900 meter dari hotel kami. Namun seperti biasa dengan berjalan kaki kami menuju kesana sambil menikmati suasana malam yang megah dan mewah di negeri orang.

Di Alor Food Street suasananya selalu sangat ramai. Ditambah lagi saat itu merupakan malam minggu. Kami pun menulusuri dari ujung ke ujung jalan tersebut. Disana tersedia segala jenis masakan Asia bahkan Eropa. Mulai dari yang halal atau pun non-halal. Kami sempat binggung hingga pada akhirnya kami menjatuhkan pilihan di Cambodian-Thai Cuisine  Restoran untuk mengisi perut kami. 

Petugasnya menghampiri kami saat sedang berjalan, dia mengatakan bahwa makanan di tempatnya halal dan dimasak oleh pegawai muslim. Kami pun memesan dua gelas es teh manis dan dua porsi nasi goreng Pattaya.

Cambodian-Thai Restoran| Dokumentasi pribadi
Cambodian-Thai Restoran| Dokumentasi pribadi

| Dokumentasi pribadi
| Dokumentasi pribadi

Nasi goreng Pataya merupakan nasi goreng khas Thailand. Nasi goreng tersebut dikemas di dalam telur dadar besar. Kadang kalau kita tidak tahu maka kita akan anggap itu hanya telur dadar besar biasa. Padahal saat kita belah telur tersebut ada nasi goreng di dalamnya. Saya mengetahui nama nasi goreng Pattaya saat saya membaca novel Ketika Cinta Bertasbih karangan Kang Abik pada tahun 2008. 

Dalam novel itu diceritakan bahwa ketika itu pertama kali Khairul Azam berkunjung ke rumah Kyai Luthfi dan Kyai Lutfhi menyuruh anak gadis kesayangannya, Anna Althafunnisa, untuk membuatkan makan malam. Lalu Anna Althafunnisa pun memilih membuatkan nasi goreng Pattaya yang bentuknya lengkap dideskripsikan dalam  novel tersebut.

Sejak saat itu lah saya terbayang-bayang dengan nasi goreng Pattaya, hingga pada akhirnya saya bisa menikmatinya di Alor Food Street pada tahun 2019 bersama orang terkasih, istri tercinta. Setelah makan kami membayar dikasir sebesar 36 Ringgit Malaysia dengan rincian 28 Ringgit untuk dua porsi nasi goreng Pattaya dan delapan Ringgit untuk dua gelas es teh manis. 

Setelah itu kami mengitari sekitaran Bukit Bintang sambil menikmati suasana-suasana di sana. Di sana juga terdapat banyak hiburan jalanan yang berupa musik-musik band. Tidak jarang juga lagu-lagu dari Indonesia khususnya lagu dangdut didendangkan. Kami pun tersenyum sambil berseloroh kepada istri "Ini mah di Sudirman Street Palembang banyak" hehehe...

| Dokumentasi pribadi
| Dokumentasi pribadi

| Dokumentasi pribadi
| Dokumentasi pribadi

Pada hampir sekitar pukul 23.00 setelah puas mengitari Bukit Bintang sambil mengabadikan beberapa momen dalam bentuk foto kami mulai berjalan pulang menuju hotel. Setelah sampai di hotel kami membersihkan diri dan bersiap-siap untuk beristirahat karena besok paginya jadwal di itinerary sangat padat sudah bersiap untuk di lalui. 

Sebelum terlelap kami berdua masih belum percaya bahwa kami sudah menempuh perjalanan sejauh ini hingga di negeri orang. Sambil membayangkan  bagaimana proses kami dari Indonesia sejak siang tadi hingga akhirnya rebahan dengan nyaman di kasur hotel negara asing. Sambil memejamkan mata saya berkata kepada istri "kita ini berangkat dari Palembang dan wilayah ini masih berada di wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya yang pusatnya di Palembang. Jadi perjalanan kita ini masih belum jauh.". Continue.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun