Walaupun pemilihan umum 2019 masih lama, namun hawanya sudah terasa. Apalagi di dunia maya. Persaingan antar simpatisan sangat terasa.
Kita mengenal adanya istilah "Cebong" dan "Kampret". "Cebong" adalah istilah untuk orang yang mendukung Jokowi, sedangkan "Kampret" adalah istilah untuk orang yang tidak mendukung Jokowi. Awalnya kedua istilah ini hanya untuk saling sindir dua kubu. Namun sekarang agak dijadikan serius. Ditambah lagi dengan bumbu berita hoax yang semakin hari semakin banyak tersebar.
Menurut "Cebonger", para "Kampreter" adalah orang yang dendam pada Jokowi, intoleran, penganut teori bumi datar, peminum kencing unta, radikal, sakit hati sejak pilpres 2014, pendukung DI/TII, pendukung ormas rusuh, sumbu pendek, bani micin, dan anggapan-anggapan negatif lain.
Menurut "Kampreter", para "Cebonger" adalah simpatisan PKI, anti agama, penista agama, antek asing, keturunan China, antek Yahudi, antek Amerika, pendukung LGBT, pendukung dugem, pemuja batu, dan anggapan-anggapan konyol lain.
Jika anda mengikuti grup-grup politik di media sosial, maka anda akan melihat para "Cebonger" dan "Kampreter" saling adu argumen yang konyol.
Yah, itulah fase yang negara ini jalani. Itulah efek samping berdemokrasi lewat media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H