Nasibmu Bukit Betabuh "Mulai Sawit Hingga PETI Menggerogoti"
[caption caption="Kawasan Hutan Lindung Bukit Betabuh Telah Berubah Menjadi Hampparan Sawit"][/caption]
Â
Rengat-Awalnya diharapkan menjadi sebuah tempat satwa berlindung, tempat pepohonan hidup tenang, jantungnya Sumatera, pencegah meningkatnya pemananasan global, namun apa hendak dikata, harapan yang ditujukan pada salah satu hutan lindung bernama Bukit Betabuh, namun asa mulai redup secara perlahan. Sedikit demi sedikit, hutan hijau yang menghubungkan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) dan Suaka Marga Satwa Rimba Baling sudah digerogoti, tapi bukan rayap atau hewan pemusnah lainnya, melainkan karena ulah manusia, yang hanya mengejar keuntungan tanpa menyadari akibat bagi jutaan manusia lainnya yang pada akhirnya harus menerima kesengsaraan setiap harinya akibat pemanasan global. Penebangan hutan secara frontal dilakukan oleh para pemilik modal dengan dalih telah membelinya dari masyarakat. Padahal kalau dikaji pemilik modal pastilah orang-orang pintar dan punya intelektual yang tinggi, apakah mungkin akan membeli lahan tanpa ada dasar surat yang resmi dan pasti mereka tahu, bahwa itu adalah kawasan hutan lindung. Tapi apa peduli mereka yang sudah dirasuki ketamakan untuk memproleh keuntungan yang besar dengan hanya mengeluarkan modal yang sedikit. Menurut ketua RT 08 desa Pesajian kecamatan Batang Peranap, Yesron Sibarani, dirinya masuk ke Pesajian tahun 2003 dan saat itu dia membeli lahan dari kepala desa bernama Tere. "Saya waktu itu beli hutan dengan luas tiga pancang (6 hektar), dimana satu pancang (2 ha) seharga 300 ribu. Memang waktu itu masih hutan semua, pohon-pohon yang sebesar drum, itulah yang kami garap, ucapnya. Masalah hutan Lindung, Sibarani menyatakan bahwa dirinya dan masyarakat tidak mau itu. Menurutnya, jika memang daerah itu ada hutan lindungnya, tentu ada penjagaannya atau pos-posnya, tapi kenyataannyakan tidak. Tidak ada tanda-tanda yang melarang masyarakat melakukan penebangan, sementara pendapatan masyarakat dari perkebunan tersebut dan perusahaan yang ada tentunya dapat menguntungkan, karena mereka yang tidak punya lahan dapat bekerja disana. Namun lagi-lagi apa hendak dikata, kesempatan itu ada, pemerintah dan aparatnya tanpa ada tindakan. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh mereka pemilik uang milyaran, untuk mendapatkan triliyunan. Masayarakat yang butuh kehidupanpun dimanfaatkan sebagai tameng. Sekarang hutan yang dulunya hijau dengan pohon-pohon kuat yang dapat meredam banjir dan menyerap panas, sudah berganti dengan pohon hijau berduri pengantar panas bumi, namun ditubuhnya terdapat minyak-minyak yang bisa bertukar menjadi uang. Tidak cukup itu saja, hutan yang diratakan dengan menggunakan alat-alat berat ini, sebenarnya sudah membuat hutan yang sudah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) sesuai Dikatakan, penetapan KSN tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 yang dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera ini, juga digerogoti dari dalamnya. Sungai jernih bernama Kelawaran yang mengalir sepanjang Hutanpun sudah berubah warna. Air sungai sudah keruh, tak lagi jernih, bahkan airnya sudah membahayakan karena sudanh mengandung racun. Tidak hanya dialiran Sungai Indragiri praktek Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terjadi. Dikawasan hutal lindung inipun praktek itu juga terjadi. Puluhan dompeng berja mengacak-acak air sungai, bahan Kimia berbahaya , Mercury digunakan untuk memisahkan emas dari pasir dan mengakibatkan kerusakan pada air Sungai. Menurut pihak WWF Riau, Mulyadi, lebih kurang 20 titik sepanjang aliran Sungai Kelawaran, terjadi praktek PETI dan itu sudah berlangsung lama dan kegiatan mereka tidak ada yang mencegah. Penambangan dilakukan bukan dengan menggunakan Bocai seperti di aliran Sungai Indragiri, cukup hanya dengan Dompeng penyedot pasir saja. "Ironis memang, Bukit Betabuh diserang dari semua sisi, mulai dari pembabatan hutan untuk kepentingan perkebunan sawit, hingga pengrusakan tanah dan air sungai oleh aktitas PETI, bahkan sudah mulai dilakukannya perburuan satwa. Kesemuanya tentu berakibat negatif pada alam dan makhluknya, kami hanya bisa memantau dan melindungi Satwa yang ada, kami tidak punya wewenang untuk bertindak, jelasnya. Dari hari ke hari luas kawasan lindung ini berkurang secara signifikan. Hutan Lindung Bukit Batabuh semula berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 73 Tahun 1984, memiliki luas 82.300 hektar. Akibat aktifitas perambahan, kini tutupan hutan dikawasan lindung tersebut tersisa sekitar 25.000 hektare. Sedangkan, sekitar 57.300 hektare telah rusak akibat perambahan hingga beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit dan perumahan. Penetapan KSN tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 yang dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera. KSN merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan dan keamanan Negara, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!