Mohon tunggu...
Bayu Segoro Aji
Bayu Segoro Aji Mohon Tunggu... lainnya -

kekuatan itu bukan pada otot tetapi pada keyakinan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendongkrak Kata Tidak Menjadi Permata Untuk Nisan Tanpa Nama

7 Januari 2015   04:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:39 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MATAHARI MINGGU

Di hari Minggu di hari iseng
Di silau matahari jalan berliku
Kawan habis tujuan di tepi kota

Di hari Minggu di hari iseng
Bersandar pada dinding kota
Kawan terima kebuntuan batas

Di hari panas tak berwarna
Seluruh damba dibawa jalan

Di hari Minggu di hari iseng
Bila pertemuan menambah damba
Melingkar di jantung kota
Ia merebah pada diri dan kepadatan hari
Tidak menolak tidak terima.

Sumber : http://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/dapur-jendela-sastra/lain-lain/puisi-puisi-sitor-situmorang

Mendongkrak kata tiada menjadi permata atau slogan atau visi misi yang terterah dalam bingkai yang terkurung dan atau hanya sebuah symbol penataan jadi sebuah pengambaran semata. Mendongkrak kata mencoba menerjemahkan dalam upaya mencari makna yang sesuai dan tepat dalam arah yang seimbang dan benar dalam lisan , benar dalam bentuk kata dan terlaksana dalam perbuatan.

Minggu Di ujung Kalender

Cahaya remang di tengah hari

Di kota bekasi ku duduk dalam wadah penitipan diri pada rupiah

Rupiah yang ku kirim untuk istri dan calon anakku

Ku cerna kata dalam syair yang ku dapati

Sang penyair itu pun telah pergi

Pergi kerumah cinta

Cinta tanpa air mata

Cinta tanpa paksa

Cinta tanpa letih

Dan ku coba menyapa dalam do’a

Lewat sebait kata ku dongkrak katatidak untuk menjadi permata

Selamat Jalan Bapak. Situmorang

Kata itu sakti tanpa henti ku coba

Mengunggah kata sapaan

Di jejaring tak terjaring

Di media tanpa wadah

Tapi hakekat itu tetap sama

Saat kata itu bernyawa lebih indah kata yang bernyawa

Ketimbang tubuh bernyawatak tanpa nyawanya.

Selamat jalan Sahabat, Teman, Kawan, Bapak Sang Penyair

Ku hibur hari ini di hari minggu yang remang.

Bayu Aji, Minggu 21 Desember 2014

Ku Coba Memulai Mendongkrak Kata

1.Merdeka hanyalah sebuah jembatan, Walaupun jembatan emas.., di seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa.., satu ke dunia sama ratap sama tangis! Soekarno . sumber http://akinini.com/tag/soekarno )

3.ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, atau yang lebih kita kenal dengan Semboyan "Tut wuri handayani" ialah seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. (Sumber, http://www.rangga.web.id/2013/03/3-pandangan-hidup-ki-hajar-dewantara.html)

Masih banyak kata yang mesti aku bedah tapi aku bukan ahli tentang hal itu, nyatanyaaku hanya copy paste dan ada kata yang paling bijak dalam dunia ini ialah Risalah yang di bawah oleh Sang Nabi Pilihan dan aku sadar tak mampu aku merangkumanyakarena sekarang aku mencoba bersandar pada pembelajaran mungkin dengan cara ini aku sedikit demi sedikittahu dan bias mengerti.

Mendongkrak katatanpa aku harus menyerit/ berteriak / mengumpat dsb..

Ku coret lembar dari cermin yang telah retak ku jaga agar ia tak pecah

Dan ku dongkrak kata dalam do’a yang telah menghukum

Meyerit /berteriak / mengumpat aku dalam diam..

Awal Januari 2015

Di bibir senja ( sandekala waktu bekasi ), aku terdiam di balik layar dank u tulis surat untuk merekayangtelahtiadaentah apa yang merekaalami di alam sana dalam warisan tanpa makhota dan warisan itu berupa isak, tangis dan hina yang di dapat oleh ibuku, kutulis surat ini untuk coba merenungi arti hidup dan mencoba berfikir jernih dari setiap resah itu yang bijak agar aku dapati satu kata yang bias merubahku dalam aku mendongkrak kata tidak untuk menjadi permata melainkan ada sisi keyakinan bahwa keteradilan itu ada untuk Ibuku.

Dan ku memulai menulis surat ini

Teruntuk

Eyang, Embah

Dan Leluhur

Di

Nisan Tanpa Nama

Bismillahirrohmanirrhim…

Semoga Kalian dalam keadaan baik – baik saja, maaf jika kalau ananda tak sopan dalam kata dalam ucapan dalam coretan ini, dan semoga rahmat-Nya berkenan mengampuni rasa salah, khilaf bahkan dosa dan maaf jika aku tak pernah menyambangi makam dan nisan kalian, mungkin itu buah dari apa yang kalian tinggalkan dalam lumpuran dosa dan kedurhakan orang tua pada anak dan cucu dan semoga Alloh SWT berkenan memaafkan kita semua, amin.

Illa rufi wal arwahi….

Terima kasih atas semua perhati dan perhatian untuk ibuku sekali pun tak ada lagi tawa dan senyum karena semua orang telah menghinaibuku, marahkah aku tidak, aku tidak marah, benci kah aku, tidak aku tidak benci, tapi maafkalau nisan kalian hilang tanpa bekas itu bukan satu tindakkan yang terjadi pada saat ini tapi peninggalan yang tak adil membuat rasa jenggah makin menumpuk.

Astaqfirlloh…

Sekarang aku tak kuasa lagi biarlah kuserahkan semua pada-Nya yang Agung toh roda ini terus berputar dan berputar

Semoga Alloh SWT menerima kalian semua. Amin.

Saat aku terbayang tangis dan sedih ibuku

Cakarwala membentuk prisai, kuning saat layar kaca genjar dalam menu berita tentang pesawat, tertegun aku di pojok waktu menerwang cela waktu yang hening.

Sampai batas waktu bahkan sampai kematian itu datang tak ada sempat mendongkrak kata kala alat itu hanya sebatas alat yang hanya rasa yang tahu.Kekejaman yang paling kejam itu melukai perasaan tidak melukai badan. Semoga Alloh SWT selalu ada untuk kita. Amin. (bekasi,06 Januari 2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun