"Utk Jan-Feb aja udah banyak issu & kejadian entah direkayasa untuk mengalihkan issu atau emag kebetulan : Resuffle Kabinet, Capres 2014, Koalisi PDIP-Demokrat, Ust.Abu Bakar Ba'asyir di tangkat, Teroris Pelajar, Koin untuk Presiden & Lapindo, Gayus dan Gayus lagi, KPK tangkap politisi terjerat miranda gate, Nunun jalan2 layaknya org sehat dan ditutup dengan (kembali) Jamaat Ahmadiyah diserang"
Diatas adalah kutipan status facebook saya hari ini, saya sadar betul media massa itu dapat mengarahkan cara berpikir masyarakat. Bagaimana tidak, di Indonesia saja sudah dibuktikan dengan gerakan koin untuk Prita dan Balqis (yang sekarang dipolitisir dengan Gerakan Koin untuk Presiden dan korban Lapindo). Dan yang sangat baru adalah Gerakan massa di Tunisia dan Mesir yang jauh dari inisiatif tokoh - tokoh masyarakat, mereka mengorganisir diri sendiri melalui jejaring sosial media online (facebook dan twitter).
Saya belum akan membahas Mesir dan jejaring media on line. Terlebih dahulu saya akan membahas hebatnya bangsa kita (Indonesia) memproduksi isu dan wacana. Dalam kurun waktu kurang dari 38 hari tercatat dalam hitungan saya ada 17-an opini dan kejadian yang serba kebetulan seperti (1) Reshuffle KIB jilid II, (2) Calon Presiden 2014, (3) Ulang Tahun Nasional Demokrat ke - 1, (4) Koalisi PDI Perjuangan dan Partai Demokrat, (5) Gayus dan Gayus lagi (ini menduduki "headline" media terlama sepanjang akhir 2010 - awal 2011), (6) Ustadz Abu Bakar Ba'asyir di tahan, (7) Penangkapan Teoris Pelajar, (8) Tuduhan Pemerintah Berbohong oleh Pemuka Agama, (9) Hak Angket Pajak yang sebelumnya heboh wacana pemakzulan setelah MK meloloskan syarat untuk mengajukan jumlah pengusung "hak istimewa" anggota DPR RI, (10) KPK diusir saat RDP dengan DPR RI, (11) KPK menangkap politis dari 3 partai besar terkait Mirandagate, (12) Nunun (saksi kunci dalam kasus Mirandagate) jalan - jalan di Singapura dan Malaysia, (13) RUUK Yogyakarta, (14) Koin untuk Presiden dan Koin untuk Lapindo, (15) Crop circle di Jogja (16) Gerakan Reformasi di Mesir dan (17) yang paling akhir di tutup hari ini adalah Kekerasan atas nama agama oleh sekelompok orang terhadap Jamaah Ahmadiyah di Pandeglang, Banten.
Jika dirata - ratakan, maka pe - 2 hari sekali ada 1 berita penting, kita akan disibukkan dengan isu dan kejadian yang entah berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat banyak atau cuma segelintir "wakil rakyat" yang ada di Senayan sana.
Ini adalah konsekuensi dari Negara Demokrasi dengan sistem sangat terbuka dan paling radikal yang menurut saya cuma ada di Negara kita, Indonesia. Media dalam Negara Demokratis menjadi 2 mata pisau yang dapat memberikan informasi yang benar atau membenarkan informasi. Jika menyangkut kepentingan pemodal dan polisiti besar, media dapat disetir agar orang - orang tidak membincangkan masalah "orang besar" itu. Tapi di sisi lain, saat orang besar tadi punya kepentingan untuk mencitrakan dirinya peduli dan sangat paham kepada kepentingan rakyat, media digunakan sebagai alat mendongkrak popularitasnya.
Media harus independen dalam pemberitaannya, kita semua tau kalau media seperti ini sangat sulit kita dapati di sini. Tak salah kalau masyarakat mencari alternatif berita dengan model citizen journalism atau lewat jejaring media online yang sudah tersedia. Jika masyarakat banyak yang sudah sadar dengan media - media yang melakukan propaganda untuk kepentingan pihak tertentu, siap - siap saja, banyak Koran dan Majalah yang akan gulung tikar, akhirnya media online dan jejaring sosial media online-lah yang menjadi pilihan masyarakat demokrasi.
Putra Batubara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H