Mohon tunggu...
Putra Rifandi
Putra Rifandi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang mahasiswa, yang ingin berbagi pemikiran melalui tulisan-tulisannya | http://www.putra.rifandi.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kalah Tanpo Wirang, Menang Tanpo Ngasorake

1 Agustus 2014   14:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:42 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14068515951729909140

[caption id="attachment_350474" align="alignleft" width="680" caption="Prabowo vs Jokowi | Sumber : http://harianjambi.com"][/caption]

Beberapa hari yang lalu, segenap umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Hari di mana segenap umat Islam merayakan tibanya hari kemenangan. Hari di mana segenap umat Islam saling minta maaf dan memaafkan dalam kebersamaan. Di lain sisi, negeri kita tercinta, secara bersamaan baru sja menyelenggarakan pesta demokrasi akbar, memilih Presiden dan Wakil Presiden yang akan melanjutkan tongkat estafet pemerintahan SBY. Hal ini tentunya memberikan nuansa yang berbeda dalam perayaan Idul Fitri kemarin.

Ya..Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang terselenggara di bulan Ramadhan kemarin, mau dan dan tidak mau harus diakui membawa sejumlah dampak di lapisan masyarakat, terutama di kalangan pendukung dan simpatisanmasing-masing kubu. Masih ingat betul tentunya, di mana di masa-masa kampanye, setiap pasang kandidat mengeluarkan sentilan terhadap pasangan lainnya. Saat istilah “capres boneka” dilontarkan, saat istilah capres “plonga-plongo” disentilkan, serta istilah-istilah tak pantas lainnya diucap untuk “menyerang” kandidat lainnya bertebaran di sana-sini guna meraih simpatik rakyat. Segala apa yang telah dideklarasikan pada malam 5 Juni 2014 seolah tak berbekas. Kampanye damai, pemilu berintegritas seolah hanya menjadi mimpi kosong belaka.

Hal ini berlanjut hingga 9 Juli 2014. Hari di mana segenap masyarakat tentu menginginkan kedewasaan berpolitik dari segenap pasang capres-cawapres dalam bersikap. Saling klaim “kemenangan “ dari masing-masing kubu akibat dari berbedanya hasil quick count lembaga survei semakin membuat suasana menjadi memanas. Sejatinya boleh-boleh saja mengkalim dirinya menang, namun dengan catatan, lembaga survei yang menjadi rujukannya sudah benar-benar teruji kredibilitas dan presisinya. Merujuk kemenangan pada lembaga survei yang punya rekam jejak buruk itu namanya “pemaksaan”atau dengan kata lain “menang kanthi wirang”. Adapun perihal lembaga survei yang demikian sudah terjawab saat KPU mengumumkan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, 22 Juli 2014 lalu. Terjawab sudah, Puskaptis, IRC, LSN,dan JSI termasuk lembaga survei yang mana, kredibel ataukah abal-abal. Khusus untuk Puskaptis, di mana dinyatakan jauk-jauh hari sebelumnya melalui Husin Yazid, sang Direktur Eksekutif akan membubarkan lembaganya kalau hasil quick countnya tak sama dengan versi KPU, ternyata hanyalah isapan jempol belaka. Namun tak apalah, yang pasti dalam hal ini cacat moral sudah sepatutnya dilekatkan pada lembaga ini, dan bagi mereka yang tetap masih “setia” pada lembaga semacam ini, mereka itulah yang terlalu membodohi dirinya sendiri.

Hasil rekapitulasi final Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diumumkan 22 Juli 2014 lalu memang tak dapat membahagiakan semua pihak. Dalam setiap kompetisi memang harus ada yang menang dan yang kalah. Tapi sejatinya hal kalah ataupun menang sudah sepatutnya disadari masing-masing pihak. Karena kemenangan tertinggi dalam pesta demokrasi sejatinya berada di tangan rakyat. Oleh karea itulah, jiwa ksatria dan legowo harus ditunjukkan oleh setiap kubu. Hormati proses, hargai demokrasi. Jikalau tak terpuaskan, konstitusi sudah menjamin hak kita. Gugatan ke Mahkamah Konstitusi terbuka lebar. Tidak malah “walk out” sembari berkoar nuding sana, nuding sini. Sumbar bawa 10 truk barang bukti, turun menjadi 5 mobil lapis baja, hingga akhirnya turun menjadi 3 bundel berkas dengan tambahan catatan tangan yang sama sekali tak menunjukkan kesiapan bahan gugatan, hingga munculnya “dukun” di depan gedung Mahkamah Konstitusi. Inikah tontonan yang mau dipertunjukkan kepada rakyat?

Tuhan sejatinya pemilik kuasa. DIA memberikan kekuasaan pada mereka yang dikehendaki, dan mencabutnya dari merekan yang DIA kehendaki. Mari kita nantikan 22 Agustus 2014. Apa yang terjadi esok adalah kehendak Tuhan. Tak boleh kita mendustainya. Dalam Jawa, sepatutnya ajaran adiluhung perlu dimengerti masing-masing kubu.Kalah tanpo wirang, Menang tanpo ngasorake.

*Satukan Hati di Hari nan Fitri. Selamat Idul Fitri 1435 H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun