Mohon tunggu...
Putri Apriani
Putri Apriani Mohon Tunggu... Freelancer - Fiksianer yang Hobi Makan

@poetri_apriani | poetriapriani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Ayam untuk Sebuah Senyuman

18 Juni 2016   02:44 Diperbarui: 18 Juni 2016   03:28 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia pulang. Tepat pukul tujuh malam, ketika aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku sehari-hari. Mulai dari bersih-bersih rumah, mencuci, menyetrika, juga memasak. Kebetulan hari ini aku libur bekerja, syukurlah aku jadi bisa lebih fokus mengerjakan pekerjaan rumah.

Dia pulang dan membiarkan aku menghampirinya sia-sia. Dia seakan tak pernah menganggapku ada. Sesampainya di rumah, dia tak pernah mengucap salam terlebih dahulu, mencium keningku terlebih dahulu, atau bahkan mengucapkan kata-kata manis yang kiranya bisa membesarkan hatiku. Semua itu tak pernah dia lakukan. Dia, suamiku.

“Naura, masak apa hari ini?”

“Cuma ada tumis kangkung sama tempe goreng, Mas,” ucapku lemah.

Braaakkkkk!! Suara bantingan pintu kamar terdengar keras. Tanda bahwa dia tak menyukai menu yang aku sajikan.

“Uangku udah nggak cukup buat beli ayam, Mas,” teriakku berharap dia mau keluar kamar dan memakan apa yang sudah aku masak. Nyatanya? Hening, tak ada jawaban.

Kicauan-kicauan dalam diri mulai mengusik. Naura, apa kamu nggak capek begini terus? Sampai kapan?

“Bu, SPP bulan lalu juga belum dibayar. Minggu depan kan udah ujian, kalo belum dibayar juga, Aris nggak boleh ikut ujian,” tiba-tiba saja suara anakku memecah lamunanku.

“Sabar ya sayang, tiga hari lagi Ibu gajian kok.”

Aku lagi. Sebenarnya hal ini sudah cukup lama terjadi. Aku bekerja, berusaha jadi tulang punggung keluarga, menafkahi keluarga dengan segala keperluannya. Sementara suamiku berdiri pada keangkuhannya, bersikap tak mau tahu, karena yang ada dalam pikirannya adalah hidup enak, makan enak, dan segala hal yang enak-enak.

Gajinya tiap bulan, entahlah dia gunakan untuk apa. Bahkan memberikan anaknya uang jajan adalah perkara yang sangat amat jarang terjadi. Aris sudah malas dengan ayahnya, Aris bahkan trauma karena pernah dibentak ketika dia ingin meminta uang jajan pada ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun