Pagi itu, Budi beranjak ke dapur, bukan karena lapar dan hendak sarapan, tapi ia tengah mencari Emaknya. Pukul lima pagi biasanya sang Emak masih berkutat dengan asap yang mengepul – memasak – menyiapkan makanan untuk keluarga tercinta.
“Mak.. Emak..” Budi memangil sambil mencari-cari Emaknya. Ah ternyata Emak di sini. “Mak, aku suka sama Ratih.” Ucap Budi sambil mendekatkan tubuhnya ke arah sang Emak.
“Siapa?”
“Ratih, Mak.”
“Bukan, maksud Emak, siapa yang nanya?!!”
Budi mengacak-acak rambutnya yang hampir botak. Emaknya memang susah untuk diajak bicara serius, maklum sang Emak pernah menjuarai Festival Pelawak, tingkat Kecamatan.
“Mak, Budi serius.”
“Lah, Emak dua rius, Bud.”
“Mak, boleh nggak Budi nikah sama Ratih?”
“Nikah? Nikah pala lu demek! Istri sama anak lu aja nggak keurus malah minta nikah lagi!” Ucap sang Emak yang kesal, dan mengejar Budi sambil membawa centong.
---