Pada suatu waktu, segerombolan mendung datang tanpa memberi tahuku terlebih dahulu. Apakah aku siap menyambutnya. Apakah aku takut bila menghadapinya.
Aku lantas bertanya “mengapa kalian tak memberiku kabar terlebih dahulu?” Aku mengucapkannya dengan bibir bergetar, butir keringat menetes perlahan, namun seakan tak mau terhenti.
“Tahukah kalian, bahwa aku begitu takut hujan?”
Hening. Tanpa jawaban.
Ketika hujan tiba, semua kenangan masa lalu datang menghambur memelukku. Aku tak suka, kenangan-kenangan buruk itu menertawakanku, bahkan mencemoohku. Aku telah berusaha keras menutup telingaku, menutup mataku, bahkan menjaga jarak agar hujan tak menyentuh sedikitpun helai kulitku. Tapi gemuruh justru datang melempar granat tepat pada jantungku. Semua gelap. Hening. Aku tak ingat apa-apa lagi. Tak sadarkan diri.
**
Aku terbangun, tubuhku terkapar di kubangan lumpur. Bau sekali. Hujan deras pasti telah menyeretku ke sini. Aku hina, melebihi apapun yang hina. Begitu aku pikir pada saat itu.
Lalu pemuda gagah datang membawakanku sinar, seraya berkata “Bangunlah, ganti pakaianmu dengan sinar ini.”
“Eh, kau siapa?” Tanyaku penuh keheranan.
“Namaku Pelangi.”
“Aku tak pernah melihatmu sebelumnya? Dari mana kau datang?”
“Kau memang tak pernah melihatku sebelumnya, karena aku selalu datang selepas hujan. Kau, gadis yang takut dengan hujan itu bukan? Siapa namamu?”
“Iy..iya, bagaimana kau tahu?” Panggil saja aku Puisi.”
Lalu ketika itu, kita saling bertukar cerita. Kau menceritakan dari mana asalmu. Dan aku pun menceritakan alasanku mengapa begitu takut akan hujan.
Rupamu begitu indah, aku tak menyangka, selepas hujan, kau muncul dengan begitu memukau. Aku belajar banyak darimu. Bahwa sinar, pelangi dan keindahan apapun, tak akan muncul begitu saja. Ada saja kesulitan yang akan menghampiri terlebih dahulu.
Sejak saat itulah, aku gadis bernama Puisi, mencintai lelaki gagah bernama Pelangi. Tentunya untuk menunggu pelangi datang, aku harus terlebih dahulu berdamai dengan mendung, mulai menyukai hujan, bahkan gemuruh sekalipun.
Kepadamu lelaki bernama Pelangi. Aku terpukau olehmu. Bukan karena gagahmu, tapi karena kerendahan hatimu mengangkatku dari kubangan lumpur. Menjadikan aku tak lagi takut ataupun membenci hujan. Dan tentunya dengan segala kerendahan hatimu pula, kau menjadikan aku wanita satu-satunya di hatimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H