Sepertinya aku jatuh cinta. Lelaki misterius itu selalu membuatku candu. Awalnya aku hanya melewati sebuah rumah megah bercat merah. Aku sendiri tak tahu apa yang sedang dia lakukan saat itu.
Hari-hari berikutnya, aku melakukan hal yang sama, melewati rumah yang sepertinya lebih cocok bila disebut dengan bangunan tua. Lelaki itu lagi. Selalu dengan posisi yang hampir sama, duduk di bangku besar dengan secangkir minuman, atau duduk dengan sebuah buku di genggamannya.
“Maaf……” Tanganku seakan lancang membuka pintu tanpa permisi terlebih dahulu. Dia tak berkutik, hanya menoleh sedikit tanpa mengatakan apa-apa. “Maaf, aku lancang, aku hanya ingin tahu…... Ah, kau tinggal sendiri?” Lanjutku memecah keheningan.
Lagi, tak ada jawaban. Dasar aneh! Batinku. Aku mulai kesal dibuatnya, tanpa pikir panjang, aku beranjak pergi meninggalkan rumah tersebut.
“Tunggu.” Lelaki tadi memanggilku. “Arnold.” Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Akupun mengulurkan tangan tanpa ragu. “Lisa.”
Lalu pembicaraan kami pun berlanjut. Aku rasa, aku benar-benar jatuh cinta pada Arnold, ya cinta pada pandangan pertama.
***
”Arnold?”
“Iya, Arnold, dia tinggal di rumah megah bercat merah itu.” Aku berusaha menjelaskan kepada Sania yang sejak tadi tampak kebingungan dengan ceritaku. Letak rumah Arnold memang tak jauh dari kampusku, hanya berkisar antara 200-300 meter.