Mohon tunggu...
Putri Apriani
Putri Apriani Mohon Tunggu... Freelancer - Fiksianer yang Hobi Makan

@poetri_apriani | poetriapriani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Kuliner] Mbok "Cenil" Surti

6 Juni 2016   18:35 Diperbarui: 6 Juni 2016   18:41 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putri Apriani, No.1

Aku suka sekali jajan pasar. Kuliner tradisional Indonesia yang sudah mulai jarang ditemui ini sebenarnya menyimpan banyak cerita, kalian mau dengar ceritaku?

Namanya Mbok Surti. Sehari-hari Mbok Surti berjualan berbagai jenis jajan pasar, mulai dari gatot, tiwul, sawut, cenil, kue pisang, kue bugis, klepon, dan banyak lagi yang lainnya. Dari sekian banyak jajanan yang dijual, aku lebih suka dengan cenil. Makanan ini terbuat dari adonan tepung kanji yang diberi warna sesuai dengan keinginan (biasanya berwarna pink, kuning, hijau), disajikan dengan parutan kelapa dan taburan gula putih di atasnya. Tekturnya yang kenyal, warnanya yang menarik serta rasanya yang manis dan gurih membuat aku menggilai kue cenil ini.

"Mbok, cenilnya sepuluh ribu ya," begitulah kegiatanku di pagi hari setiap harinya. Karena hal tersebutlah aku menyebut Mbok Surti dengan sebutan Mbok Cenil.

Kami menjadi akrab dan dekat sekitar beberapa bulan ini. Yah semua karena cenil. Sebelum berangkat ke kantor, aku selalu menyempatkan mampir ke pasar dan membeli cenil yang dijual Mbok Surti. Usianya yang telah menginjak kepala lima tak membuatnya malas bekerja. Padahal menurut pengakuannya, ia memiliki anak lelaki yang telah mapan dalam segi ekonomi.

"Kalo bukan kita yang melestarikan jajan pasar ini, siapa lagi?" itulah alasan Mbok Surti mengapa hingga saat ini ia masih berjualan jajan pasar, sementara anaknya telah mampu menghidupinya secara berkecukupan.

***

Penjual Jajan Pasar (dokpri)
Penjual Jajan Pasar (dokpri)
"Neng Sita udah punya calon belum?" tanya Mbok Surti kepadaku, sementara tangannya masih cekatan meracik cenil pesananku.

"Lho tumben Mbok Cenil tanyanya begitu?" ujarku dengan wajah memerah.

"Nggak apa-apa, si Mbok kan punya anak lelaki yang belum menikah, barangkali Neng Sita mau jadi mantu penjual cenil ini."

Aku tak menjawab, hanya melempar senyum sambil memberikan selembar uang berwarna hijau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun