Gelas kristal yang masih terdiam di meja itu seakan memanggil-manggilku dengan lantang. Ambil aku, berikan padanya, maka kau akan bebas, Aluna!
Aku masih saja bimbang, desah napasnya yang menggebu membuat jantungku lari tak beraturan.
Ya, aku Aluna, si perempuan jalang yang kalian sebut pembunuh! Aku tak ubahnya wanita kotor yang tak pernah punya kesempatan untuk mencicipi cinta. Cinta? Bahkan aku sudah tak mengenalnya. Jauh-jauh hari aku membuangnya dan menguburnya rapat-rapat. Aku tak lagi mengenal cinta, bahkan kekasih yang pernah singgah di hatiku, semuanya telah mati!
Aku menikmati setiap sentuhan jari-jarinya di sekujur tubuhku. Bibirnya tak henti-hentinya mencumbuiku. Lelaki ini memang benar-benar kurang ajar! Dia tahu bagaimana caranya memuaskanku. Bisa jadi malam ini adalah malam yang tak terlupakan bagiku. Persetan dengan bayangan-bayangan busuk yang terus menghantuiku. Kami terus larut dalam kenikmatan sesaat.Â
*
Malam telah meninggalkan peraduannya. Kicau burung mulai terdengar dari balik jendela. Rafael, lelaki yang sedari semalam bersamaku, kini tengah duduk disampingku sambil menyuguhkanku segelas green tea hangat. Senyumnya membunuhku, aku terpesona.
"Kau tak seperti lelaki lainnya. Kau berbeda."
"Benarkah?" Tanyanya, mata Rafael tajam menatapku.
Aku tersenyum kemudian menghirup aroma green tea yang harum.
"Sepertinya tebakanmu benar," lanjutnya, sembari tertawa keras.
Aku mengrenyitkan dahi. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokanku, napasku sesak, tubuhku tak lagi dapat dikontrol. Aku masih sempat mengucapkan "brengsek!" sebelum akhirnya semuanya berubah menjadi gelap.