“Udin, tunggu!” ucap ibunya sambil berlari kecil, setelah menyadari anaknya sudah beberapa langkah meninggalkannya.
Udin membalikkan badannya. Sepertinya masih ada tenaga untuk sedikit bicara. “Kenapa, Bu?”
“Ibu punya ide, gimana kalo kita bikin pizza sendiri aja?”
“Emang Ibu bisa bikin pizza?” tanya Udin seakan tak percaya bahwa ibunya mampu mewujudkan keinginannya itu.
“Bisa, abis ini kita ke warung dulu ya, kita beli bahan-bahannya.”
“Iya, Bu,” Udin mengangguk semangat, kemudian menggenggam tangan ibunya menuju warung.
**
“Gimana rasanya? Enak nggak?” tanya Ibu pada Udin, dengan hati berdebar.
Mulut Udin penuh dengan makanan yang baru saja disajikan ibunya. “Enak, enak banget! Ternyata kayak gini ya Bu rasanya pizza.”
Ibu mengangguk. Dari mulutnya mengucap rasa syukur sekaligus istighfar. Alhamdulillah karena Udin suka dengan makanan buatannya. Istighfar karena sebenarnya ia baru saja berbohong pada anaknya. Ya, ia berbohong pada Udin. Karena makanan yang ia buat hanyalah adonan telur yang dicampur dengan tepung terigu, irisan cabe merah, bawang merah dan daun bawang, yang kemudian digoreng, dan dipotong menyerupai potongan pizza.
“Bu, besok bikin pizza lagi ya?”