Sumber gambar : http://blogs.unpad.ac.id/
Tahun 2014, ini serasa special menjelang hari pendidikan nasional. Dunia Pendidikan dikejutkan oleh banyak hal hal negatif yang menjadi perhatian publik mulai dari kasus Pelecehan seksual hingga kekerasan. Lebih mengherankan lagi ketika kasus kasus serupa pernah terjadi sebelumnya. Namun terlepas dari hal tersebut pemerintah Indonesia juga perlu diberikan apresiasi dikarenakan indeks pembangunan pendidikan atau biasa dikenal dengn EDI di tahun 2012 menempatkan Indonesia dalam urutan ke 64 dari 127 negara atau meningkat 3 peringkat dari sebelumnya.
Anggaran fungsi pendidikan pada tahun 2014 sebanyak Rp 371,2 triliun. Alokasi anggaran ini naik 7,5 persen jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan tahun lalu sebanyak Rp345,3 triliun. Hal ini, kata Presiden, dimaksudkan, agar anak-anak Indonesia pada usia 16-18 tahun pada tahun 2020 nanti minimal 97 persen berpendidikan menengah. Apabila tanpa program PMU, lanjut SBY, angka tersebut baru dicapai pada tahun 2040. Agak menyedihkan memang, bagaimana bisa kita berfikir hanya mempersiapkan anak bangsa sampai dengan tingkat menengah di tahun 2020, apalagi jika dihubungkan dengan fakta bahwa pasar bebas kawasan asia tenggaran (AFTA) akan diberlakukan mulai tahun 2015. Tidak hanya barang yang bebas masuk, tenaga kerja asing pun bebas mencari pekerjaan di Indonesia. Anak bangsa ini hanya akan menjadi tenaga kasar dengan upah cukup dikarenakan pendidikan yang hanya SMP/SMA/SMK sementara perusahaan perusahaan asing akan membawa tenaga asingnya masuk ke dalam negeri dengan gaji yang berlipat lipat dan perusahaan domestic pun akan menghire tenaga asing karena kurangnya ketersediaan tenaga ahli pribumi. Ini adalah tantangan bagi pemerintahan yang baru kelak, bagaimana caranya agar dapat memberikan biaya murah atau bahkan mengratiskan sekolah hingga diploma 3 ataupun sarjana bagi generasi muda penerus bangsa. Pemerintah juga tidak hanya wajib mengratiskan, namun juga harus dapat meningkatkan kualitas lembaga pendidikan dari sarana dan prasarana. Dengan kata lain, percuma gratis jika kualitas lembaga pendidikannya tidak ditingkatkan. Berikutnya perlu juga dilakukan peningkatan tunjangan kinerja untuk guru sehingga anak anak bangsa yang berkualitas tertarik jadi guru dan juga memberikan bantuan dana untuk penelitian terhadap komoditas komoditas komersil baru agar menjadi andalan negeri ini, contoh di bidang agriculture seperti Thailand yang terkenal dengan buah apapun dengan sebutan “Bangkok”. Saya paham pemerintah berfikir realistis bahwa dana APBN yang ada tidak cukup untuk melakukan itu semua, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan, jangan sampai tujuannya dipangkas, namun uang atau dana tersebutlah yang harus dicari. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar negara ini dapat memperoleh penerimaan dengan cepat sehingga dapat membiayai hal-hal di atas. Solusinya apalagi jika bukan dengan meningkatkan penerimaan pajak dengan cepat. Penerimaan dari pajak mendominasi hampir 80% penerimaan negara sehingga harus ada cara revolusioner untuk meningkatkan penerimaan pajak. Misal saja penerimaan pajak meningkat 50% berarti pemerintah memiliki tambahan dana 50% untuk dibelanjakan tanpa perlu meminjam dari pihak pihak asing. Banyak cara untuk meningkatkan penerimaan pajak termasuk dengan meningkatkan tarif pajak, namun peningkatan tarif pajak akan membebani wajib pajak yang sudah patuh, tidak menyetuh wajib pajak yang belum bayar pajak atau bayar dengan jumlah lebih kecil, serta merusak trend investasi dimana saat ini negara negara lain berlomba lomba untuk menurunkan tarif pajaknya guna menarik investasi. Oleh karenanya, hal paling realistis dan paling tepat dilakukan pemerintah berikutnya menurut saya adalah memberi bensin ke mesin pajak untuk bergerak cepat dan leluasa yaitu dengan memberikan unit pajak kewenangan penuh bidang SDM, organisasi dan anggaran sebagaimana layaknya suatu unit pengumpul pajak di negara negara lain sehingga dapat lebih cepat, optimal dan leluasa dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu perlu dukungan pemerintah untuk melindungi petugas pajak dari kriminalisasi karena yang akan dihadapi mereka adalah orang orang kaya yang mengkhianati negeri ini dengan melakukan penggelapan pajak. Sebagai bentuk pengawasan, ada baiknya Institusi pajak berada di bawah presiden langsung mengingat kewenangannya sangat strategis sehingga apa yang dilakukan oleh badan pajak kelak mencerminkan langsung kebijakan presiden saat itu. Dengan hal-hal tersebut, saya optimis bahwa dana untuk pendidikan dapat ditingkatkan sehingga anak bangsa ini dapat bersaing di pasar tenaga kerja baik di dalam maupun luar negeri. Penurunan angka kriminal, kenaikan tingkat Kesejahteraan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan sehingga pemerintah diamanatkan oleh UUD 45 untuk mensejahterakan penduduknya terutama melalui pendidikan. Jangan sampai anak bangsa ini kelak menjadi penonton film alangkah makmurnya negeriku namun yang menikmati warga negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H